INDAHNYA SYARIAT ISLAM

indahnya syariat Islam adalah bahwa tidak adanya bahaya dalam syariat Islam dan Islam mengatur para pemeluknya untuk tidak menimbulkan bahaya pada orang lain.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :

“Tidak ada bahaya (Dhororo) dalam syariat Islam dan tidak menimbulkan bahaya (Dhirooro).”

(HR. Ibnu Majah, Daruquthni, Malik dan Hakim, Shohih)

Demikianlah perkataan Rosul shalallahu ‘alaihi wa sallam, singkat namun memiliki makna yang sangat dalam..

Hal ini sangat berbeda dengan perkataan kita di zaman sekarang. Sering kali kita mendengar orang yang berkata panjang lebar namun faedah perkataannya sangat sedikit.

Di antara makna Adh Dhoror yang disebutkan oleh para ulama adalah bahaya, sehingga hadits tersebut bermakna tidak ada bahaya dalam syariat Islam. Hal ini dapat dibuktikan misalnya pada seseorang yang tidak mampu untuk sholat dengan berdiri, maka dia diperbolehkan untuk sholat dengan duduk. Atau seorang yang tidak mampu menggunakan air untuk berwudhu karena sakit, maka dia boleh bertayamum dengan tanah sehingga tidak mengakibatkan mudhorot pada dirinya.

Sedangkan makna Adh Dhiroor adalah menimpakan bahaya pada orang lain. Sehingga hadits ini bermakna larangan bagi setiap kaum muslimin untuk menimpakan bahaya pada orang lain. Demikianlah syariat Islam yang indah ini, tidak ada bahaya yang ditimbulkan karena menjalankannya dan juga melarang pemeluknya untuk menimpakan bahaya pada orang lain. Hadits ini juga menunjukkan bahwa agama Islam telah mengharamkan sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya, mewajibkan untuk mencegah bahaya sebelum terjadinya bahaya tersebut serta mewajibkan untuk menghilangkan bahaya sesudah terjadinya bahaya tersebut…

Barokallohufyikum…!!!

BERIKUT JUGA ADALAH RINGKASAN CERAMAH AGAMA, HAKIKAT DARI RADIKALISME

Di akhir-akhir ini muncul fitnah yang menimpa kepada kaum Muslimin secara menyeluruh, dan secara khusus kepada Ahlus sunnah, yaitu ketika muncul istilah radikalisme.

Kemudian timbullah istilah-istilah dalam Islam yang “diidentikkan” dengan radikalisme, yang sesungguhnya istilah-istilah itu ada dalam agama ini, agama Islam, dan istilah itu telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an dan di dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, juga dalam kitab-kitab para ulama yang dikarang dari para tabi’in, tabi’ut tabi’in, sampai (zaman) kita hari ini.

Ketika dimunculkan istilah-istilah yang sesungguhnya istilah benar dan syar’i, seperti istilah jihad, istilah daulah Islam, istilah syari’ah, istilah bid’ah, dan istilah kafir, menjadi sesuatu yang dianggap berindikasi ataupun yang melatarbelakangi radikalisme / kekerasan. Maka kita melihat 2 fenomena yang sangat berbahaya di tengah-tengah umat Islam, terutama tentunya kaum Muslimin yang awam terhadap agamanya sendiri, di mana 2 bahaya ini adalah berikut.

Pertama : akan menjadikan semakin jauhnya orang-orang yang lemah terhadap agamanya untuk mengetahui dan menelaah agamanya. Misalnya: Ketika diindikasikan bahwa jihad identik dengan kekerasan, maka mereka tidak mau belajar apa itu jihad dan mereka juga antipati dengan istilah jihad dan hakikatnya. Demikian juga istilah “daulah Islam”, “khalifah”, “khilafah”, ataupun “negara Islam”, karena diidentikkan bahwa orang yang ingin menegakkan daulah Islam adalah radikal, dst. Demikian juga istilah “bid’ah”, di mana apabila seseorang berbicara tentang definisi bid’ah dan pembagian bid’ah, identik dengan yang akan memecah-belah umat, diidentikkan bahwa ini adalah orang yang radikal, maka tentunya kaum Muslimin akan semakin jauh, tidak akan mempelajari, dan antipati ketika mendengar pembahasan apa itu bid’ah, definisi bid’ah, dst. Demikian juga dengan istilah “takfir” atau “pengkafiran”, maka semakin jauh orang-orang awam mempelajari agama ini dan menelaah agama ini, karena mereka merasa takut ketika mempelajari apa-apa yang merupakan bagian dari agamanya, kemudian diidentikkan dengan istilah radikalisme / terorisme.

Sedangkan yang kedua : akan menjadikan lemah dan akan menimbulkan rasa takut dari orang-orang yang kepada agama ini, di mana mereka mungkin orang-orang yang tidak istiqamah, orang-orang yang beragama tetapi mungkin terkadang lemah dengan timbulnya fitnah, tuduhan, dan cacian, maka menimbulkan mereka merasa takut kalau ingin menjelaskan agama ini. Misalnya, kalau dia berbicara tentang istilah-istilah agama ini, dia merasa takut nanti akan tertuduh ini terlibat A, B, atau C, dst.
Dalam kesempatan yang singkat ini, saya (Ustadz Abu Qatadah) ingin memaparkan sekilas, bahwa sesungguhnya istilah-istilah yang ada di dalam Al-Quran ataupun Sunnah dan istilah para ulama itu tidak identik dengan radikal. Di sini ada tiga pembahasan utama.

Pembahasan yang pertama dan utama, sesuatu yang wajib diyakini oleh setiap mukmin-mukminah, muslim-muslimah, baik ulamanya, orang awamnya, ataupun cendekianya, semuanya, bahwa dia harus meyakini bahwa Islam itu adalah agama yang menciptakan kedamaian-ketentraman, agama yang membawa kebaikan. Seorang Muslim, dia harus meyakini bahwa tidak ada kebaikan yang sesungguhnya, yang hakiki, kecuali dengan dinul Islam. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tegas menjelaskan dalam Surat Al-Anbiya’, ayat ke-107, yaitu ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan salah satu hikmah Allah mengutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan mengutus para Nabi sebelumnya.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ (الأنبياء: ١٠٧)

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

(QS Al-Anbiya’ [21]: 107)

Sumber : http://www.radiorodja.com/hakikat-radikalisme-ustadz-abu-qatadah/

Barokallohufyik…!!!

BERIKUT ADALAH RINGKASAN CERAMAH AGAMA, TENTANG KESESATAN ISIS

Tentang munculnya ISIS (Da’isy), ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu telah mengisyaratkan akan munculnya gerakan ini. Dalam kitab Abu Nu’aim rahimahullah, beliau meriwayatkan yang dinisbatkan kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa ‘Ali radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ فَالْزَمُوا الأَرْضَ فَلا تُحَرِّكُوا أَيْدِيَكُمْ ، وَلا أَرْجُلَكُمْ ، …

“Jika kamu melihat bendera-bendera hitam, maka berdiamlah (jangan mendukung / jangan mengikuti), …
Kemudian ‘Ali radhiyallahu ‘anhu melanjutkan:

… هُمْ أَصْحَابُ الدَّوْلَةِ ، لا يَفُونَ بِعَهْدٍ وَلا مِيثَاقٍ ، يَدْعُونَ إِلَى الْحَقِّ وَلَيْسُوا مِنْ أَهْلِهِ ، أَسْمَاؤُهُمُ الْكُنَى ، وَنِسْبَتُهُمُ الْقُرَى ، وَشُعُورُهُمْ مُرْخَاةٌ كَشُعُورِ النِّسَاءِ ، حَتَّى يَخْتَلِفُوا فِيمَا بَيْنَهُمْ …

“… Mereka mengklaim mempunyai negara (mengklaim pemilik khilafah tapi sesungguhnya tidak ada yang mengakui mereka karena tidak diangkat dan tidak ada yang mengangkat), mereka mengklaim sebagai orang yang paling benar tapi kebenaran jauh dari mereka, nama-nama mereka kunyah (Abu …, Abu …) nisbat kepada tempat-tempat (Al-Baghdady, Al-Filistiny, Al-Jazairy, dst), rambut-rambut mereka panjang terurai seperti rambut wanita, kemudian berselisih di antara mereka sendiri. …”

Sembilan puluh persen apa yang diisyaratkan oleh Ali radhiyallahu Ta’ala ‘anhu tentang akan munculnya satu kelompok ini (ISIS) adalah sama, (baik) sifat-sifatnya (maupun) karakternya.

‘Ali radhiyallahu ‘anhu mengisyaratkan kalimat ini karena kefaqihan beliau kepada ayat-ayat Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan munculnya penyimpangan di akhir zaman.

Sumber : http://www.radiorodja.com/kesesatan-isis-ustadz-abu-qatadah/

Barokallohufyik…!!!

MENDAHULUKAN KHILAFAH DARI PADA TAUHID??

Orang-Orang Yang Tertipu Oleh Hizbut Tahrir,.. Dan Khilafah Khayalan Mereka,..

Abu Salma al-Atsary

Segala puji hanya bagi Allah, Rabb pemelihara alam semesta, satu-satunya Ilah yang Haq untuk disembah, yang tiada sekutu bagi-Nya baik dalam nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, hukum-hukum dan ibadah kepada-Nya, yang mengutus para nabi untuk menegakkan haq-Nya, yang menurunkan al-Kitab sebagai bayyinah atas keesaan-Nya, yang menciptakan manusia dan jin hanya untuk beribadah kepada-Nya, dan menjadikan segala maksud dan tujuan hanyalah untuk-Nya.
Amma Ba’du:

Sesungguhnya, sejak zaman dahulu hingga sekarang, sejak manusia pertama diciptakan hingga manusia terakhir akan binasa, Tauhid merupakan pondasi dasar ubudiyah seorang hamba, haq Rabb yang harus dipenuhi hamba-Nya, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan suka maupun duka. Bahkan, tiadalah diutus para anbiya’ dimuka buni ini kecuali mengembalikan fitrah manusia pada kesuciannya, dalam mengabdi dan beribadah kepada penciptanya semata.

Namun, sungguh sayang, ketika kelompok-kelompok islam yang parsial/juz’iyyat dalam gerakannya bermunculan, mereka membangun bangunan yang dimulai dari atapnya, sedangkan pondasinya keropos dan kosong dari pilar-pilar aqidah, maka bagaimana mungkin bangunan tersebut akan berdiri, sedangkan pondasinya tidak ada, dan mereka mencurahkan segala daya dan upaya mencari cara untuk membangun atap bangunan yang tak berpondasi dan berpilar tersebut.

Mereka berfikir, jika mereka membangun pondasi terlebih dahulu, akan memerlukan waktu yang lama, biaya dan tenaga yang besar, sedangkan hujan, badai dan terik telah menyiksa, maka atap untuk berlindung lebih diperlukan, karena mereka tak kuat lagi tertimpa hujan dan panas terik…

Namun sungguh malang, karena upaya mereka itu adalah mustahil dan bodoh, karena biar bagaimanapun, pondasi adalah penting dalam membangun infra-struktur suatu bangunan, tanpa pondasi, maka kita seolah-olah hanya mengharap sesuatu yang tak mungkin tegak, bak hendak meraih bulan dan bintang di tengah malam, padahal tangan tak sampai.

Pun seandainya berdiri atap tersebut, dan mereka beranggapan telah aman dari hujan dan terik yang mendera, namun bangunan itu sangat lemah, hanya dengan tiupan angin sedikit saja, maka akan hancur berkeping-keping bangunan dan usaha mereka yang sia-sia tersebut.

Inilah perumpaan mereka, penyeru-penyeru islam yang senantiasa menggembar-gemborkan khilafah islamiyyah, namun mereka jahil dan acuh terhadap aqidah dan manhaj yang benar di dalam islam.

Inilah fenomena nyata saat ini, dimana banyak sekali kelompok yang mengklaim sebagai kelompok penegak syariat islamiyyah dan pelanggeng hukum-hukum islam, berkoar-koar ke sana kemari, meneriakkan dan memekikkan tathbiqus syarii’ah (penegakkan syariat), namun sekali lagi sungguh sayang, pekikan mereka tampak begitu parsial, seolah-olah syariat islam yang dimaksud hanyalah seputar hukum-hukum siyasiyyah saja, hanya penyelenggaraan hukum had, qishash, dan lain sebagainya.

Mereka melalaikan suatu hal yang lebih penting dari itu semua, yang merupakan dasar dan pijakan dari hukum-hukum lainnya, dan merupakan syariat terbesar di dalam islam, yang seharusnya kita tegakkan dan kita prioitaskan, sebagai pengejawantahan penegakkan syariat secara integral dan kaafah, yakni penegakkan haqqullah (hak Allah) yang wajib dipenuhi hamba-Nya, yaitu mentauhidkan-Nya di dalam uluhiyah/ubudiyyah.

Karena inilah metode rasululullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallam dalam da’wahnya, manhajnya seluruh rasul dan nabi, karena Allah Ta’ala’ala telah menandaskannya secara gamblang di dalam firman-Nya surat An-Nahl ayat 36, “Dan sungguh telah kami utus pada tiap-tiap ummat seorang rasul, (yang menyeru) sembahlah Allah semata dan jauhilah thaghut.”

Mereka menyatakan bahwa menegakkan daulah merupakan ghoyah (tujuan) da’wah, dan daulah khilafah Islamiyyah adalah suatu hal yang niscaya dan wajib, mereka berdalil dengan qoidah ushul fiqh, Maa Laa Yutimmu waajibun illa bihi fahuwa waajibun, Suatu hal yang jika tanpanya tidak akan sempurna suatu kewajiban, maka hukumnya adalah wajib, karena tidaklah akan tegak syariat Islam kecuali jika ada perangkatnya, sedangkan daulah khilafah adalah perangkat syar’i untuk meng-implementasikannya. Maka daulah khilafah hukumnya wajib, dan tidak menegakannya termasuk dosa.

Mereka juga berdalil dengan hadits baiat, bersabda nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallam, “Man maata walaysa fi unuqihi baa’iatan, fa maata miytaatan jaahilayatan” (barangsiapa yang mati sedangkan tidak ada baiat di pundaknya, maka matinya bagaikan bangkai jahiliah).

Anggapan mereka, bahwa baiat wajib atas kholifah/imamul a’dham, namun sekarang saat tak ada imamul a’dham, maka dengan kembali ke qoidah awal tadi, makai baiat adalah wajib, karena jika tak ada baiat maka mati kita adalah mati jahiliah, sehingga wajib atas kita untuk membaiat seorang imamul a’dham, padahal ba’iat takkan bisa ditegakkan jika tak ada daulah, maka menegakkan daulah hukumnya wajib, sehingga menurut anggapan mereka, orang-orang yang menegakkan daulah tidak terkena ancaman hadits tersebut, namun orang islam yang tak ada keinginan untuk menegakkan daulah terkena ancaman matinya dalam keadaan jahiliah.

Maka, kami katakan pada mereka, wahai para pengklaim penegak hukum islam dan perindu daulah khilafah islamiyyah, dengan cara apakah kalian memenuhi harapan antum tersebut?

Dengan metode bagaimanakah antum menegakkannya?

Na’am!!! Tidak dipungkiri bahwa syariat islam takkan bisa tegak secara sempurna jika tidak didukung oleh hukama’ atau daulah islamiyyah.

Sungguh merupakan suatu dambaan bagi kami dan kalian akan tegaknya daulah khilafah Islamiyyah ‘ala manhaj nubuwwah, namun ingatlah, bahwa islam ini adalah agama yang sempurna, yang tak butuh pengurangan terlebih lagi penambahan, telah terang metode da’wah al-haq di al-Qur’an dan as-Sunnah, bahwa tidaklah para nabi dan rasul (QS 16:36, 21:25), baik itu nabi Nuh kepada kaumnya (QS 7:59), Hud kepada kaum ‘Aad (QS. 7:65), Sholih kepada kaum Tsamud (QS. 7:73), Nabi Syuaib kepada Madyan (QS. 7:85), dan seluruh nabi hingga nabi terakhir kita Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallam (39:65-66,dan masih banyak ayat pada tempat lain) melainkan adalah mereka semua diutus untuk menegakkan peribadatan hanyalah untuk Allah semata, baik dalam ibadah dan ahkam.

Lantas, mengapa gaung dan gema pekikan tathbiq syariiatil islaamiyyah yang kalian tabuh itu kosong dari syariat islamiyyah yang paling tinggi ini, yakni da’wah kepada tauhidul uluhiyyah/ibaadah?

Kenapa kalian konsentrasikan, fokuskan dan curahkan segala daya dan upaya kalian pada bagian yang parsial/juz’iyyah saja, yakni penegakkan daulah khilafah semata, penegakan syariat had, qishahsh dan yang semisalnya, sedangkan tidak pernah kami lihat kalian mengajak manusia kepada Aqidah yang benar secara tafshil (teperinci), kepada sunnah nabi yang mulia yang shohihah, kepada dien yang murni sebagaimana awalnya.

Maka kami katakan lagi kepada mereka mengenai dalil-dalil parsial mereka tentang ghoyah da’wah mereka yang mereka orientasikan kepada daulah, maka kami jawab :

  1. Likulli maqaal maqaam wa likulli maqaam maqaal (tiap-tiap ucapan ada tempatnya dan tiap tempat juga ada ucapannya), kaidah yang kalian gembar-gemborkan, Laa yutimmu waajibun illa bihi fahuwa waajib, tentulah ada konteksnya, dan memang kami membenarkan bahwa daulah adalah suatu hal yang niscaya sebagai perangkat penegakkan syariat islamiyyah, dan ini adalah ideal keinginan tiap muslim, jika ada muslim yang tak menghendaki akan adanya daulah islamiyyah maka patutlah dipertanyakan keimanannya.

Namun satu hal yang harus diingat, metode apakah yang kita tempuh dalam menuju daulah Islamiyyah, inilah yang membedakan antara kami dengan kalian. Kalian lebih fokus kepada upaya parsial dengan pengopinian kepada masyarakat pentingnya daulah islamiyyah dan penegakkan syariat (walau banyak dari kalian jahil terhadap syariat itu sendiri) sedangkan kita mengajak ummat secara integral dari metode yang digariskan Allah dan Rasul-Nya, yang kita berpijak dan berangkat darinya.

Maka wahai kalian yang berjuang dengan orientasi daulah, kita katakan, maa laa yutimmu waajibun illa bihi fahuwa waajib, dengan kaidah ini kita sepakat bahwa menegakkan daulah adalah suatu hal yang niscaya, maka mari kita juga bersepakat, dengan kaidah itu pula, tidak akan bisa tegak daulah jika kita tidak meniti dengan metodenya para anbiya’ dan rusul yang telah ma’tsur di dalam kitabain, yakni memulai dakwah ini dari tauhid dan akidah shahihah.

  1. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah” (Al-Hujurat : 1), dari ayat ini maka wajib bagi tiap mu’min untuk mendahulukan al-Qur’an dan as-Sunnah dari lainnya, dan wajib berhujjah dengan keduanya, maka apakah layak bagi kita mendahulukan kaidah ushul fiqh di atas al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal ushul fiqh merupakan istinbath para ulama’ yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah,.
  2. Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian jika kamu berselisih mengenai sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah)” (An-Nisaa’ : 59), dari ayat ini wajib atas mu’min jika berselisih untuk mengembalikan kepada al-Qur’an dan al-Hadits.

Sekarang kita berselisih terhadap orientasi da’wah, antum mengatakan daulah prioritas pertama saat ini sedangkan kami menyatakan tauhid dan akidah islamiyyah yang terpenting, maka merupakan kewajiban atas kita untuk mengembalikan perselisihan kita ini kepada kitabain, maka wahai kalian yang berorientasi kepada daulah dan tathbiqusy syarii’at, tunjukkan dalil-dalil kalian dari al-Qur’an dan as-Sunnah, di ayat mana para anbiya’ dan rusul memulai da’wahnya dan memprioritaskan da’wahnya kepada kekuasaan, di hadits mana??

Apakah qath’i ad-Dilalah (pasti penunjukannya)??,

Maka ketahuilah!!!

Kami dapat menunjukkan berpuluh-puluh ayat dari al-Qur’an dan beratus-ratus hadits tentang manhaj kami yang qath’i ad-Dilalah, bahwa metode haq dari kitabain adalah tauhid, prioritas pertama dan utama!!!

  1. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah takkan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka.” (ar-Ra’du : 11), kita beristifaadah dengan ayat ini bahwa keadaan ummat ini takkan berubah hingga ummat ini yang merubah keadaan mereka, tentunya dengan cara/ikhtiyar yang masyru’ (disyariatkan), maka kita sama-sama sepakat dan sering menggunakan ayat ini, namun kita berbeda dalam pemahamannya.

Kalian sering menggunakan ayat ini sebagai hujjah wajibnya menerapkan syariat islamiyyah dan dorongan untuk menegakkannya sebagai solusi dari semua krisis ummat saat ini, namun kalian lupa, bahwa ikhtiyar manusia itu juga tak lepas dari Iradah syar’iyyah Allah, yakni Allah takkan menolong hamba-Nya yang tak menolong agama-Nya, Intanshurullahu yanshurkum wa yutsabbit aqdaamakum, mafhum muwaafaqah (pemahaman tekstual) dari ayat ini adalah, jika kita menolong agama Allah niscaya Allah akan menolong kita.

Kemudian mafhum mukhalafah (pemahaman berkebalikan) dari ayat ini adalah, jika kita tidak menolong agama Allah dengan cara yang digariskan Allah dan rasul-Nya, maka bagaimana mungkin Allah akan menolong kita dan memperteguh kedudukan kita, walaupun kita sudah berusaha untuk merubah keadaan kita, namun jika Allah tak menghendaki, yang disebabkan oleh faktor penghalang turunnya nashrullah, maka keadaan kita akan tetap demikian.

Dan ingatlah bahwa cara perubahan yang paling masyru’ adalah inqilabiyyah yakni dengan tashfiyah (pensucian/pemurnian) dari syirik, bid’ah, maksiat, dan tarbiyah (pembinaan) dengan akidah yang benar, sunnah yang shahihah, dan amal yang shalih. Inilah metode yang haq itu, inilah perubahan yang akan membawa kepada kemenangan, yakni at-Tashfiyah wat-Tarbiyah!!!

  1. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah telah bejanji dengan orang-orang yang beriman diantara kalian dan beramal sholeh, bahwa ia sungguh-sungguh akan menjadikanmu berkuasa di bumi (dengan kekhilafahan), sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelummu berkuasa, dan sungguh ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya untuk mereka, dan Ia benar-benar merubah keadaan mereka setelah mereka dala keadaan ketakutan menjadi aman sentausa, mereka tetap menyembah-Ku dan tiada mempersekutukan-Ku dengan suatu apapun.” (an-Nur : 55),

Ayat ini bagi orang-orang yang berakal pasti akan menunjukkan banyak faidah, dari tekstual ayat telah nyata bahwa merupakan janji Allah untuk memberikan kekuasaan bagi ummatnya yang beriman dan beramal shalih, iman kepada Allah secara ijmal (global) dan tafshil (terperinci), yang mana keimanan ini hanya dimiliki oleh ahlus sunnah wal jama’ah, dan beramal sholih, yang ikhlash lillahi Ta’ala dan ittiba’ rosul ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallam.

Inilah syarat kemenangan itu, bahkan pada akhir ayat Allah menjelaskan syarat yang lain, yakni mentauhidkan-Nya semata dan tak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Lantas, bagaimana mungkin Allah Ta’ala akan mmberikan kekuasaan jika ummat ini masih jahil terhadap aqidah yang benar, mereka tak bisa membedakan mana syirik mana tauhid, mana sunnah mana bid’ah.

Mereka masih menyembah kuburan-kuburan, bertawassul dengan wali-wali dan orang shalih yang telah meninggal, menyeru mayat-mayat, membangun kubah di kuburan, ghuluw terhadap nenek moyang mereka, lantas bagaimana mungkin Allah akan memenuhi janji-Nya.

Maka berfikirlah!!!

Inilah yang ditinggalkan oleh hampir kebanyakan kelompok islam, yakni metode dakwah integral/kulliyat yang ittiba’ terhadap metode da’wah anbiya’ dan rusul, yang ma’tsur di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, yang tidaklah jika ummat ini berpijak dan berangkat dainya kecuali hanyalah kemenangan yang akan didapatnya. Maka berfikirlah sekali lagi wahai kalian yang berjuang menatap ke langit namun kepalamu tak mampu mendongak ke atas apalagi meraihnya.

  1. Al-Ghoyah laa tubirrul washilah, Tujuan tak membenarkan segala cara, karena, al-ashlu fil ‘ibaadah al-ittiba’, asal dari ibadah adalah ittiba’ rasul, dan islam itu tauqifiyyah, laa yutsbitu illa bid’dalil, tidak ditetapkan kecuali dengan dalil, dan da’wah termasuk bagian dari islam, dan ia adalah da’wah, sedangkan da’wah itu adalah tauqifiyyah.

Maka wajib untuk ittiba’ terhadap metode rasul, maka kami tanyakan kepada mereka, ittiba’ terhadap siapakah kalian dalam metode dakwah kalian?

Tidakkah kalian telah melakukan bid’ah fi manhajid da’wah, bid’ah dalam metode da’wah?

Maka dimanakah hujjahmu wahai orang yang berakal???

Sungguh, kami dapat menunjukkan kepada mereka berpuluh hujjah akan lemahnya pemahaman mereka terhadap manhaj dakwah bid’iyyah mereka, banyak kitab yang telah ditulis para ulama’ mengenainya, namun kami cukupkan hanya sampai di sini.

Semoga dapat mengambil pelajaran orang-orang yang berakal, dan semoga impian mereka yang hanya isapan jempol semata itu dapat sirna dan mereka akhirnya tersadarkan bahwa kita takkan dapat meraih kekuasaan dengan pemahaman parsial, dan bersumber dari pemahaman mu’tazilah, khawarij dan kelompok sempalan islam.

sumber : https://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2009/10/27/mengapa-mereka-lebih-mendahulukan-khilafah-daripada-tauhid/

MEMBERI KELAPANGAN UNTUK KELUARGA DI HARI ASYURA

image

Pertanyaan:
Tersebar anggapan di masyarakat adanya anjuran untuk memberi kelapangan kepada keluarga di hari Asyura. Bentuknya bisa memberi pakaian baru, makanan enak dan semacamnya. Apakah anjuran ini benar? Adakah dalilnya?
Abu Ahmad (XXXXXXXXX@yahoo.com)

Jawaban:

Terkait hari asyura, ada dua kelompok yang sesat:

pertama, kelompok Syiah. Mereka menjadikan hari asyura sebagai hari berkabung dan bela sungkawa, mengenang kematian sahabat Husain. Mereka lampiaskan kesedihan di hari itu dengan memukul-mukul dan melukai badan sendiri.
Kedua, rival dari kelompok Syiah, merekalah An-Nashibah, kelompok yang sangat membenci ahli bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah orang Khawarij, dan kelompok menyimpang dari bani umayah, yang memberontak pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib, memproklamirkan menjadi musuh Syiah Rafidhah. Mereka memiliki prinsip mengambil sikap yang bertolak belakang dengan Syi’ah.

Syaikhul Islam Ibn taimiyah mengatakan,
Dulu di Kufah terdapat kelompok Syiah, yang mengkultuskan Husain. Pemimpin mereka adalah Al-Mukhtar bin Ubaid Ats-Tsaqafi Al-Kadzab (Sang pendusta). Ada juga kelompok An-Nashibah (penentang), yang membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Salah satu pemuka kelompok An-nashibah adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

سيكون في ثقيف كذاب ومبير

“Akan ada seorang pendusta dan seorang perusak dari bani Tsaqif.” (HR. Muslim)

Si pendusta adalah Al-Mukhtar bin Ubaid – gembong Syiah – sedangkan si perusak adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Orang Syiah menampakkan kesedihan di hari Asyura, sementara orang Khawarij menampakkan kegembiraan. Bid’ah gembira berasal dari manusia pengekor kebatilan karena benci Husain radliallahu ‘anhu, sementara bid’ah gembira berasal dari pengekor kebatilan karena cinta Husain. Dan semuanya adalah bid’ah yang sesat. Tidak ada satupun ulama besar empat madzhab yang menganjurkan untuk mengikuti salah satunya. Demikian pula tidak ada dalil syar’i yang menganjurkan melakukan hal tersebut. (Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah, 4/555)

Orang-orang Khawarij, serta mereka yang menjadi rival bagi sikap Syiah, untuk mewujudkan prinsipnya di masyarakat, mereka menyebarkan berbagai macam hadis palsu. Diantaranya adalah hadis yang menyatakan,

من وسع على نفسه وأهله يوم عاشوراء وسع الله عليه سائر سنته

“Siapa yang memberi kelonggaran kepada dirinya dan keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan memberi kelonggaran rizki kepadanya sepanjang tahun.”

Hadis ini diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, Ibnu Abdil Bar dalam Al-Istidzkar.

Hadis ini diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama. Sebagian menilai hasan li ghairih (berderajat hasan karena beberapa jalur sanad yang saling menguatkan). Ini sebagaimana keterangan As-Sakhawi, dimana beliau menyatakan,
“Sanad-sanad hadis ini, meskipun semuanya dhaif, hanya saja jika semuanya digabungkan maka akan menjadi kuat.” (Al-Maqasidul Hasanah, 225)

Keterangan As-Sakhawi ini dikomentari Al-Albani sebagai kesalahpahaman. Al-Albani mengatakan,
“Ini adalah pendapat Sakhawi, dan saya tidak menganggapnya benar. Karena syarat menguatkan hadis dengan menggunakan banyak jalur adalah tidak adanya perawi yang matruk (ditinggalkan) atau perawi tertuduh. Sementara hal itu tidak ada dalam hadis ini.” (Tamam Al-Minnah, 410)

Dalam Silsilah Ahadits Ad-Dhaifah, al-Albani menyebutkan berbagai jalur hadis ini dan semuanya tidak lepas dari perawi dhaif.
Kemudian, diantara para ulama yang mendhaifkan hadis ini adalah:

Imam Ahmad bin hambal. Salah satu muridnya, yang bernama Harb pernah bertanya kepada beliau tentang hadis memberi kelonggaran kepada keluarga ketika Asyura, kemudian beliau tidak menganggapnya sebagai hadis. Maksud Imam Ahmad, sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Rajab, bahwa tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lathaiful Ma’arif, 54)
Syaikhul Islam Ibnu taimiyah. Dalam Majmu’Fatawa beliau menegaskan bahwa hadis ini palsu. (Majmu’ Al-Fatawa, 25/313)
Ibn Rajab al Hambali. Beliau menegaskan dalam Lathaif, “Hadis ini diriwayatkan dari banyak jalur, tidak ada satupun yang shahih.” (Lathaiful Ma’arif, 54)
Muhadditsul Ashr, Syaikh Al-Albani. Beliau memasukkan hadis ini dalam Al-Siilsilah Ahadits Dhaifah, no. 6824.
Dengan memperhatikan pernyataan para ulama pakar hadis, dapat kita simpulkan bahwa hadis yang menyebutkan keutamaan memberi kelonggaran kepada keluarga pada hari Asyura adalah tidak berdasar. Bahkan Syaikh Abdul Qadir Al-Arnauth mengatakan bahwa hadis tentang anjuran memberi kelapangan bagi keluarga ketika Asyura adalah hadis buatan orang yang membenci Ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menunjukkan kegembiraan atas wafatnya Husain bin Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhuma.
Allahu a’lam.

Dijawab Oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel http://www.KonsultasiSyariah.com

HAKIKAT AJARAN SYI’AH (2)

image

  1. Orang Syiah Rafidhah Tidak Menggunakan Riwayat Ahlussunnah

Dengan kata lain, Syiah tidak menggunakan hadis-hadis Ahlussunnah –yang merupakan referensi kedua setelah Alquran– dalam membangun agama mereka. Ini merupakan konsekuensi yang timbul dari poin kedua karena mereka mengafirkan para sahabat yang menjadi periwayat as-sunnah/al-hadis. Ini adalah satu kenyataan yang tidak akan ditolak kecuali mereka yang (maaf) bodoh terhadap agama Syiah dengan kebodohan yang teramat sangat, atau mereka yang sedang menjalankan strategi taqiyyah. Mungkinkah mereka (Syiah) akan mengambil riwayat dari orang yang telah mereka katakan murtad (sahabat nabi) dari agamanya?!

Syiah mempunyai sumber-sumber hadis tersendiri seperti Al-Kaafi, Man La Yahdhuruh Al-Faqih, Tahdzib Al-Ahkam, Al-Istibshar, dan yang lainnya.

Jika mereka mengambil referensi ahlussunnah, maka itu hanyalah mereka lakukan ketika berbicara kepada Ahlussunnah, dan mereka ambil yang kira-kira dapat mendukung akidah mereka atau menghembuskan syubhat-syubhat kepada Ahlussunnah.

Mau dikemanakan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن عبد حبشي فإنه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا وإياكم ومحدثات الأمور فإنها ضلالة فمن أدرك ذلك منكم فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ

“Aku nasihatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat walaupun (yang memerintah kalian) seorang budak Habsyi. Orang yang hidup di antara kalian (sepeninggalku nanti) akan menjumpai banyak perselisihan. Waspadailah hal-hal yang baru, karena semua itu adalah kesesatan. Barangsiapa yang menjumpainya, maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh kepada sunahku dan sunah Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham.” (HR. Ahmad 4:126-127, Abu Dawud, no.4607, dan yang lainnya; shahih)?

  1. Orang Syiah telah berbuat ghuluw (melampaui batas) terhadap imam-imam mereka, dan bahkan sampai pada tingkat ‘menuhankan’ mereka.

Al-Kulaini membuat bab dalam kitab Al-Kaafi:

بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) إِذَا شَاءُوا أَنْ يَعْلَمُوا عُلِّمُوا

“Bab: Bahwasannya para imam (‘alaihissalam) apabila ingin mengetahui, maka mereka akan mengetahui.”

Terdapat tiga hadis/riwayat. Saya sebutkan satu di antaranya:

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْإِمَامَ إِذَا شَاءَ أَنْ يَعْلَمَ أُعْلِمَ

Dari Abu Abdillah (‘alaihissalam), ia berkata, “Sesungguhnya seorang imam jika ia ingin mengetahui, maka ia akan mengetahui.” (Al-Kaafi, 1:258).

Inilah riwayat dusta yang disandarkan kepada ahlul bait – dan ahlul bait berlepas diri dari riwayat dusta tersebut.

Bab yang lain dalam kitab Al-Kaafi:

بَابُ أَنَّ الْأَئِمَّةَ ( عليهم السلام ) يَعْلَمُونَ عِلْمَ مَا كَانَ وَ مَا يَكُونُ وَ أَنَّهُ لَا يَخْفَى عَلَيْهِمُ الشَّيْ‏ءُ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ

“Bab: Bahwasannya para imam (‘alaihissalam) mengetahui ilmu yang telah terjadi maupun yang sedang terjadi. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari mereka shalawatullah ‘alaihim.”

Pada bab ini terdapat enam hadis/riwayat, yang salah satunya adalah sebagai berikut:

عَنْ سَيْفٍ التَّمَّارِ قَالَ كُنَّا مَعَ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام )…… فَقَالَ وَ رَبِّ الْكَعْبَةِ وَ رَبِّ الْبَنِيَّةِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ لَوْ كُنْتُ بَيْنَ مُوسَى وَ الْخَضِرِ لَأَخْبَرْتُهُمَا أَنِّي أَعْلَمُ مِنْهُمَا وَ لَأَنْبَأْتُهُمَا بِمَا لَيْسَ فِي أَيْدِيهِمَا لِأَنَّ مُوسَى وَ الْخَضِرَ ( عليه السلام ) أُعْطِيَا عِلْمَ مَا كَانَ وَ لَمْ يُعْطَيَا عِلْمَ مَا يَكُونُ وَ مَا هُوَ كَائِنٌ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ وَ قَدْ وَرِثْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) وِرَاثَةً

Dari Saif At-Tammar, ia berkata, “Kami pernah bersama Abu Ja’far (‘alaihissalam), …..kemudian ia berkata, ‘Demi Rab Ka’bah dan Rab Baniyyah –tiga kali-, seandainya aku berada di antara Musa dan Khidlir, akan aku kabarkan kepada mereka berdua bahwasannya aku lebih mengetahui daripada mereka berdua. Dan akan aku beritahukan kepada mereka berdua sesuatu yang tidak mereka ketahui. Karena Musa dan Khidlir (‘alaihimassalam) diberikan ilmu tentang apa yang telah terjadi, namun tidak diberikan ilmu mengenai yang sedang terjadi dan akan terjadi hingga hari kiamat. Dan sungguh kami telah mewarisi pengetahuan ini dari Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam) dengan satu warisan.” (Al-Kaafi, 1:260-261).

Perhatikan penjelasan Dr. Al-Qazwini berikut:

Ia (Dr. Al-Qazwiini) pada menit 0:44–0:53 mengatakan, “Allah Ta’ala Maha Mengetahui segala isi hati. Dan imam dalam riwayat ini juga mengetahui segala isi hati. Ilmu imam berasal dari Allah….. [selesai].

Dimanakah posisi firman Allah Ta’ala,

قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ

“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. Al-An’aam: 50)?

Dan kalaupun Allah memberikan sebagian kabar gaib –baik yang telah lalu maupun yang kemudian– kepada para hamba-Nya dari kalangan manusia, maka itu Allah Ta’ala berikan kepada para Nabi dan Rasul-Nya,

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya.” (QS. Ali ‘Imran: 179).

Tidak ada dalam ayat di atas kata ‘imam’, akan tetapi menyebut kata ‘rasul’.[3]

Orang Syiah mengatakan bahwa imam lebih tinggi kedudukannya dari para Nabi (selain Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam).

Ayatullah Al-Udhmaa Ar-Ruhani –semoga Allah mengembalikannya kepada kebenaran– pernah ditanya sebagai berikut,

هل تعتقدون أن علياً كرم الله وجهه أفضل من الأنبياء؟

“Apakah engkau meyakini bahwasannya Ali karamallaahu wajhah lebih utama daripada para Nabi?”

Ia (Ar-Ruhani) menjawab,

اسمه جلت اسمائه

هذا من الامور القطعية الواضحة

“Dengan menyebut nama-Nya yang Maha Agung,…. Ini termasuk perkara-perkara yang pasti lagi jelas (yaitu Ali lebih utama daripada para Nabi)” (sumber: http://www.alrad.net/hiwar/olama/rohani/r16.htm).[4]

Bahkan seandainya seluruh Nabi berkumpul, niscaya mereka tidak akan mampu berkhutbah menandingi khutbah Ali radhiallaahu ‘anhu. Ini dikatakan oleh salah seorang ulama Syiah yang sangat tersohor Sayyid Kamal Al-Haidari:

Dasar riwayatnya (bahwa Ali lebih utama dibandingkan para Nabi, selain Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Bukankah ini merupakan penghinaan terhadap para Nabi dan para rasul? Apakah mereka sama sekali tidak menganggap firman Allah Ta’ala,

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ

“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. Al-Baqarah: 253)?

Pelampauan keutamaan sebagian Rasul (termasuk Nabi) hanya dilakukan oleh sebagian (Rasul) yang lain. Allah tidak mengatakan bahwa pelampauan itu dilakukan oleh orang yang bukan Nabi atau Rasul.

Artikel http://www.KonsultasiSyariah.com

HAKIKAT AJARAN SYI’AH (1)

image

Kasus pertikaian antara kelompok Sunni (Ahlussunnah wal Jama’ah) dan Syiah di Kabupaten Sampang, Madura, menjadi topik pembicaraan hangat tingkat nasional beberapa hari ini. Para tokoh-tokoh yang berafiliasi dengan kedua kelompok pun diundang ke stasiun-stasiun TV nasional sebagai narasumber. Rakyat dari berbagai kalangan pun turut memperhatikan berita ini, sebagian mereka berselancar di dunia maya bertanya kepada “mbah google” untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan.

Namun bagi beberapa kalangan informasi itu masih terasa bias dan sulit ditangkap, siapa sebenarnya pihak yang salah. Apakah ajaran Syiah benar-benar menyimpang? Lalu sejauh mana penyimpangannya? Ataukah Syiah hanya sekedar sebagai mahdzab alternatif dari empat mahdzab yang terkenal di kalangan Sunni.

Kali ini Konsultasi Syariah sengaja mengangkat tema yang panas ini, tetapi bukan untuk disikapi dengan emosional apalagi anarkis, hal ini semata-mata agar pembaca dapat mengambil sikap dan menilai sendiri. Kami berusaha mengangkat tema ini sebagai salah satu rujukan bagi pembaca sekalian di antara simpang siurnya informasi yang beredar di media nasional tentang hakikat ajaran Syiah. Kami berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat adil dan menyampaikan fakta-fakta yang ada tanpa rekayasa atau sentimen sektarian. Mudah-mudahan bermanfaat.

Ajaran Syiah merupakan ajaran yang sangat tua sekali umurnya. Ajaran ini telah muncul di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Namun cukup mengherankan, data-data mengenai ajaran Syiah sangat sulit diperoleh oleh sebagian pihak karena sifatnya yang tertutup. Kita sangat jarang menemui buku-buku induk ajaran Syiah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar dapat ditelaah oleh orang awam sekali pun. Demikian juga tokoh-tokoh Syiah di negeri ini, mereka lebih senang menyebarkan paham Syiah mereka dengan bertamengkan Ahlussunnah wal Jamaah, agar mudah diterima. Bagaimana sebenarnya akidah dari kelompok ini, sampai sebegitu tertutupnya mereka. Berikut ini akidah-akidah Syiah:

  1. Orang Syiah Rafidhah mengatakan Alquran yang ada di tangan kaum muslimin (baca: Ahlussunnah) berbeda dengan Alquran versi ahlul bait.
    Muhammad bin Murtadha Al-Kasyi –seseorang yang dianggap berilmu dan ahli hadis dari kalangan Syiah- mengatakan,

لم يبق لنا اعتماد على شيء من القران. اذ على هذا يحتمل كل اية منه أن يكون محرفاً ومغيراً ويكون على خلاف ما أنزل الله فلم يقب لنا في القران حجة أصلا فتنتفى فائدته وفائدة الأمر باتباعه والوصية بالتمسك به

“Tidaklah tersisa bagi kami untuk berpegang pada satu ayat pun dari Alquran. Hal ini disebabkan setiap ayat telah terjadi pengubahan sehingga berlawanan dengan yang diturunkan Allah. Dan tidaklah tersisa dari Alquran satu ayat pun sebagai argumentasi. Maka tidak ada lagi faedahnya, dan faedah untuk menyuruh dan berwasiat untuk mengikuti dan berpegang dengan Alquran ….” (Tafsir Ash-Shaafi, 1:33)

Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini –seorang yang dianggap ahli hadis dari kalangan Syiah– (w. 328/329 H) mengatakan,

عن أبي بصير عن أبي عبد الله عليه السلام قال : وَ إِنَّ عِنْدَنَا لَمُصْحَفَ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) وَ مَا يُدْرِيهِمْ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ قُلْتُ وَ مَا مُصْحَفُ فَاطِمَةَ ( عليها السلام ) قَالَ مُصْحَفٌ فِيهِ مِثْلُ قُرْآنِكُمْ هَذَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ وَ اللَّهِ مَا فِيهِ مِنْ قُرْآنِكُمْ حَرْفٌ وَاحِدٌ قَالَ قُلْتُ هَذَا وَ اللَّهِ الْعِلْمُ

Dari Abu Bashir, dari Abu Abdillah ‘alaihissalam ia berkata, “Sesungguhnya pada kami terdapat Mushhaf Fathimah ‘alaihassalam. Dan tidaklah mereka mengetahui apa itu Mushaf Fathimah.” Aku berkata, “Apakah itu Mushhaf Fathimah?” Abu Abdillah menjawab, “Mushhaf Fathimah itu, tiga kali lebih besar daripada Alquran kalian. Demi Allah, tidak ada di dalamnya satu huruf pun dari Alquran kalian.” Aku berkata, “Demi Allah, ini adalah ilmu.” (Al-Kaafi, 1:239).

عَنْ هِشَامِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ إِنَّ الْقُرْآنَ الَّذِي جَاءَ بِهِ جَبْرَئِيلُ ( عليه السلام ) إِلَى مُحَمَّدٍ ( صلى الله عليه وآله ) سَبْعَةَ عَشَرَ أَلْفَ آيَةٍ

Dari Hisyam bin Salim, dari Abu Abdillah ‘alaihissalam ia berkata, “Sesungguhnya Alquran yang diturunkan melalui perantaraan Jibril ‘alaihissalam kepada Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam terdiri dari 17.000 (tujuh belas ribu) ayat.” (Al-Kaafi, 2:634). Maksudnya teks Alquran sekarang banyak ayat-ayat yang dihapus oleh para sahabat, sehingga jumlah ayatnya hanya 6000an.

Muhammad Baqir Taqi bin Maqshud Al-Majlisi (w. 1111 H) ketika mengomentari hadis di atas,

موثق، وفي بعض النسخ عن هشام بن سالم موضع هارون ابن سالم، فالخبر صحيح ولا يخفى أن هذا الخبر وكثير من الأخبار في هذا الباب متواترة معنى، وطرح جميعها يوجب رفع الاعتماد عن الأخبار رأسا، بل ظني أن الأخبار في هذا الباب لا يقصر عن أخبار الامامة فكيف يثبتونها بالخبر ؟

”Shahih. Dalam sebagian naskah tertulis, ”Dari Hisyaam bin Salim” pada tempat rawi yang bernama Harun bin Saalim. Maka kabar/riwayat ini shahih dan tidak tersembunyi lagi bahwasannya riwayat ini dan banyak lagi yang lainnya dalam bab ini telah mencapai derajat mutawatir secara makna. Menolak keseluruhan riwayat ini (yang berbicara tentang perubahan Alquran) berkonsekuensi menolak semua riwayat (yang berasal dari ahlul bait). Aku kira, riwayat-riwayat dalam bab ini tidaklah lebih sedikit dibandingkan riwayat-riwayat tentang imamah. Nah, bagaimana masalah imamah itu bisa ditetapkan melalui riwayat? (Mir’atu Al-‘Uquul fii Syarhi Akhbari Alir-Rasul, 12:525).

Kemudian,…. inilah hal yang membuktikan validitas keyakinan Syiah bahwasanya Alquran sekarang telah berubah:

Di atas adalah perkataan Dr. Al-Qazwini, salah seorang ulama kontemporer Syiah yang cukup terkenal. Menurutnya firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” (QS. Ali ‘Imran: 33).
Menurutnya, yang benar adalah

إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ وَآلَ مُحَمَّدٍ عَلَى الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, keluarga Imran, dan keluarga Muhammad melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).”
Tambahan kalimat keluarga Muhammad ini dihilangkan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum –(dan ini adalah kedustaan yang sangat nyata!!).[1]

Lantas mau dikemanakan firman Allah Ta’ala,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9) ?

  1. Orang Syiah Rafidhah telah mengafirkan para sahabat, terutama Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma.
    Orang Syiah telah mendoakan laknat atas Abu Bakr dan Umar radhiallahu ‘anhuma – yang naasnya, doa itu dinisbatkan secara dusta kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu[2] – sebagai berikut,

اللهم صل على محمد، وآل محمد، اللهم العن صنمي قريش، وجبتيهما، وطاغوتيهما، وإفكيهما، وابنتيهما، اللذين خالفا أمرك، وأنكروا وحيك، وجحدوا إنعامك، وعصيا رسولك، وقلبا دينك، وحرّفا كتابك…..

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya Allah, laknat bagi dua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar pen.), Jibt dan Thaghut, kawan-kawan, serta putra-putri mereka berdua. Mereka berdua telah membangkang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu, menolak kenikmatan-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, menjungkir-balikkan agama-Mu, merubah kitab-Mu…..dst.”

Saksikan video berikut, bagaimana ulama Syiah, Yasir Habiib, melaknat Abu Bakr, Umar, dan para shahabat lain radhiallahu ‘anhum dalam shalatnya:

Dan mari kita lihat sumber ajaran Syiah dalam kitab mereka yang mengafirkan para sahabat,

عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ ( عليه السلام ) قَالَ كَانَ النَّاسُ أَهْلَ رِدَّةٍ بَعْدَ النَّبِيِّ ( صلى الله عليه وآله ) إِلَّا ثَلَاثَةً فَقُلْتُ وَ مَنِ الثَّلَاثَةُ فَقَالَ الْمِقْدَادُ بْنُ الْأَسْوَدِ وَ أَبُو ذَرٍّ الْغِفَارِيُّ وَ سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ رَحْمَةُ اللَّهِ وَ بَرَكَاتُهُ عَلَيْهِمْ

Dari Abu Ja’far ‘alaihis-salam, ia berkata, “Orang-orang (yaitu para shahabat pen.) menjadi murtad sepeninggal Nabi shallallaahu ‘alaihi wa alihi wa sallam kecuali tiga orang.” Aku (perawi) berkata, “Siapakah tiga orang tersebut?” Abu Ja’far menjawab, “Al-Miqdad, Abu Dzar Al-Ghiffari, dan Salman Al-Farisiy rahimahullah wa barakatuhu ‘alaihim…” (Al-Kaafi, 8:245; Al-Majlisi berkata, “hasan atau muwatstsaq”).

عَنْ أَبِي عبد الله عليه السلام قال: …….والله هلكوا إلا ثلاثة نفر: سلمان الفارسي، وأبو ذر، والمقداد ولحقهم عمار، وأبو ساسان الانصاري، وحذيفة، وأبو عمرة فصاروا سبعة

Dari Abu Abdillah ‘alaihissalam, ia berkata, “…….Demi Allah, mereka (para sahabat) telah binasa kecuali tiga orang: Salman Al-Farisiy, Abu Dzar, dan Al-Miqdad. Dan kemudian menyusul mereka ‘Ammar, Abu Sasan, Hudzaifah, dan Abu Amarah sehingga jumlah mereka menjadi tujuh orang.” (Al-Ikhtishash oleh Al-Mufiid, Hal.5, lihat: http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-hadis/ekhtesas/a1.html).

عَنْ أَبِي بَصِيرٍ عَنْ أَحَدِهِمَا عليهما السلامقَالَ إِنَّ أَهْلَ مَكَّةَ لَيَكْفُرُونَ بِاللَّهِ جَهْرَةً وَ إِنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَخْبَثُ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ أَخْبَثُ مِنْهُمْ سَبْعِينَ ضِعْفاً .

Dari Abu Bashir, dari salah seorang dari dua imam ‘alaihimassalam, ia berkata, “Sesungguhnya penduduk Mekah kafir kepada Allah secara terang-terangan. Dan penduduk Madinah lebih busuk/jelek daripada penduduk Mekah 70 kali.” (Al-Kaafi, 2:410; Al-Majlisi berkata : Muwatstsaq).

Riwayat yang semacam ini banyak tersebar di buku-buku Syiah.
Dimanakah posisi firman Allah Ta’ala,

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah: 100).

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29)?

bersambung…

Artikel http://www.KonsultasiSyariah.com

ISLAMISME BUKAN WAHABISME, TAK ADA YANG BARU KAWAN

Bismillah…

Kiyai itu menyebutku “WAHABI” …

King Abdul Aziz -rahimahullah- dalam khutbahnya di Makkah tahun 1347 H yang dimuat surat kabar Ummul-Qurra’ edisi Dzulhijjah 1347 H, Mei 1929 M mengatakan:

“Mereka menggelari kami dengan “Wahabiyyun” dan mengatakan madzhab kami adalah “Wahabi” yang merupakan madzhab ke lima.

Sungguh ini merupakan kesalahan yang fatal sebagai efek dari kabar bohong yang terus dipropagandakan oleh sebagian kalangan yang memiliki kepentingan.

Kami bukanlah pemeluk madzhab baru ataupun aqidah baru.

Muhammad Bin ‘Abdil-Wahab Rahimahullah tidak datang dengan ajaran baru.

Aqidah kami adalah aqidah salafush shalih sebagimana yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman salafush shalih.

Kami menghormati para imam empat, bagi kami tidak ada bedanya antara Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah.

Semuanya adalah orang-orang terhormat dalam pandangan kami”. Dalam masaalah fiqih, kami menerapkan madzhab Hambaly.

“Inilah aqidah yang di dakwahkan oleh Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdil Wahhab -rahimahullah-.
Inilah aqidah kami…
Aqidah yang dibangun di atas tauhid yang murni kepada Allah azza wa jalla, bersih dari segala noktah-noktah bid’ah.

Aqidah tauhid inilah yang kami dakwahkan…

Aqidah yang dengannya kita dapat menyelamatkan diri kita dari beragam ujian dan musibah”

Adapun pembaharuan yang coba dipropagandakan dengan cara memperdayai kita dengan klaim bahwa pembaharuan itu akan mengangkat kita dari keterpurukan, maka semua itu tidak akan pernah mencapai maksudnya serta tidak akan mendekatkan kita dengan kebahagiaan ukhrowi.

Kaum muslimin akan terus dalam kebaikan, selama mereka berada di atas petunjuk Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya.

Dan mereka tidak akan mampu meraih kebahagian dunia dan akhirat melainkan dengan ketauhidan yang murni.

Kami tidak menginginkan pembaharuan yang membuat kami kehilangan agama dan aqidah kami.

Yang kami inginkan adalah keridhaan Allah, maka cukuplah Dia, dan Dialah sebagai penolong (kami)

Kaum muslimin tidak akan mencapai kemuliaan dengan sekedar pembaharuan saja, namun yang akan membawa mereka pada kemuliaan adalah kembali pada apa yang menjadi pegangan salafussholeh.

Sungguh mereka (sebagian kaum muslimin) telah jauh dari merealisasikan apa yang dibawa oleh Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam.

Merekapun tenggelam dalam lembah kenistaan dan dosa, maka Allah pun menghinakan mereka, hingga mereka sampai pada apa yang mereka alami saat ini berupa kehinaan dan keterpurukan.

Andai mereka kembali berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya, maka mereka tidak akan ditimpa ujian dan malapetaka, serta kemuliaan dan keagungan mereka takkan pudar”

…………………

[lihat kitab: Tashih Khata’un Taarikhi Haula Al-Wahhabiyah (Meluruskan Sejarah Seputar Wahhabisme) hal : 132 dan Kitab: Islamiyyah Laa Wahabiyyah (Islamisme dan bukan wahabisme hal: 396, oleh Dr. Nashir ‘Abdil Karim Al-‘Aql]

Sumber Fb, Barokallohufyikum..!!!

JIHAD TERBESAR ADALAH JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU

Bismillah…

Allah Ta’ala berfirman :

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.”

(QS. Al-Ankabut: 69)

Allah Ta’ala mengaitkan hidayah dengan jihad. Maka manusia yang paling sempurna hidayahnya adalah yang paling besar jihadnya.

Dan jihad yang paling diwajibkan adalah :
1. Jihad melawan diri sendiri
2. Jihad melawan hawa nafsu
3. Jihad melawan setan dan
4. Jihad melawan godaan dunia

Barang siapa yang telah berjihad melawan keempat perkara tersebut karena Allah, maka Allah akan menunjukkan kepadanya jalan-jalan keridhaan-Nya yang bisa menyampaikan kepada surga-Nya.

Dan barang siapa yang meninggalkan jihad maka terluput darinya hidayah (petunjuk) sesuai dengan kadar pengabaiannya terhadap jihad.

Al-Junaid (wafat pada tahun 298 Hijriyah dan biografinya ada dalam Hilyah Al-Auliya’ (10/255)) mengatakan (tentang ayat di atas),

“Dan orang-orang yang berjihad melawan hawa nafsu mereka (untuk mencari keridhaan ) Kami dengan bertaubat benar-benar, akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan keikhlasan. Dan tidak akan mampu berjihad melawan musuhnya yang nyata (lahir) kecuali orang yang telah berjihad melawan musuhnya secara batin.

Sehingga barangsiapa yang mengalahkan hawa nafsunya maka dia akan mengalahkan musuhnya, dan barang siapa yang dikalahkan oleh hawa nafsunya maka dia akan dikalahkan oleh musuhnya.”

(Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah Rahimahullahu)

Semoga bermanfaat..

Barokallohufiykum…!!!

KALANGAN HABAIB SERUKAN UNTUK TIDAK MERAYAKAN MAULID NABI

image

      

Jajaran Ulama dari kalangan Habaib menyerukan Ahlul Bait Rasulullah untuk tidak memperturuti hawa nafsu mereka. Karena Perayaan yang mereka sebut dengan Maulid Nabi dengan dalih Cinta Rasul, dan berbagai acara yang menyelisih syari’at, yang secara khusus dimeriahkan/ diperingati oleh sebagian anak keturunan Nabi yang mulia ini jelas merupakan sebuah penyimpangan, dan tidak sesuai dengan Maqasidu asy-Syar’I al-Muthahhar (tujuan-tujuan syari’at yang suci) untuk menjadikan ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai standar utama yang dijadikan rujukan oleh seluruh manusia dalam segala sikap dan perbuatan (ibadah) mereka.

Dalam sebuah pernyataan yang dilansir ” Islam Today “, para Habaib berkata, “Bahwa Kewajiban Ahlul Bait (Keturunan Rasulullah) adalah hendaklah mereka menjadi orang yang paling yang mulia dalam mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengikuti petunjuknya, dan wajib atas mereka untuk merealisasikan cinta yang sebenarnya (terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, red.), serta menjadi manusia yang paling menjauhi hawa nafsu. Karena Syari’at Islam datang untuk menyelisihi penyeru hawa nafsu, sedangkan cinta yang hakiki pasti akan menyeru Ittiba’ yang benar.

Mereka (Para Habaib) menambahkan, “Di antara fenomena yang menyakitkan adalah terlibatnya sebagian anak-cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia (Ahlul Bait) dalam berbagai macam penyimpangan syari’at, dan pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar yang tidak pernah dibawa oleh al-Habib al-Mushtafa Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan di antara syiar-syiar tersebut adalah bid’ah peringatan Maulid Nabi dengan dalih cinta.

Para Habaib menekankan dalam pernyataannya, bahwa yang membuat perayaan tersebut sangat jauh dari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah karena hal itu dapat menyebabkan pengkultusan terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau sendiri tidak membolehkannya, bahkan tidak ridho dengan hal itu. Dan lainnya adalah bahwa peringatan tersebut dibangun di atas Hadits-hadits yang bathil dan aqidah-aqidah yang rusak. Telah valid dari Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wasallam akan pengingkaran terhadap sikap-sikap yang berlebihin seperti ini, dengan sabdanya:

Janganlah kalian mengkultuskan aku seperti pengkultusan orang-orang nasrani terhadap putra maryam. (HR. al-Bukhari)

Sedangkan seputar adanya preseden untuk perayaan-perayaan seperti itu pada as-Salafu ash-Shalih, Para Habaib tersebut mengatakan,

“Bahwa perayaan Maulid Nabi merupakan ibadah/ amalan yang tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak pernah pula dilakukan oleh seorangpun dari kalangan Ahlul Bait yang mulia, seperti Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Ja’far ash-Shadiq, serta tidak pernah pula diamalkan oleh para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam “Radhiyallahu ‘anhum ajma’in- begitu pula tidak pernah diamalkan oleh seorang pun dari para tabi’in.

Para Habaib tersebut mengatakan kepada Ahlul Bait, Wahai Tuan-tuanYang terhormat! Wahai sebaik-baiknya keturunan di muka bumi, sesungguhnya kemulian Asal usul (Nasab) merupakan kemulian yang diikuti dengan taklif (pembebanan), yakni melaksanakan sunnah Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berusaha untuk menyempurnakan amanahnya setelah sepeninggalnya dengan menjaga agama dan menyebarkan dakwah yang dibawanya. Dan karena mengikuti apa yang tidak dibolehkan oleh syari’at tidak mendatangkan kebenaran sedikitpun, bahkan merupakan amalan yang ditolak oleh Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk di dalamnya, maka ia tertolak. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Berikut ini adalah teks pernyataannya:
Risalah untuk Ahlul Bait (Anak-Cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) tentang Peringatan/ perayaan Maulid Nabi.

Di antara Prinsip-prinsip yang agung yang berpadu di atasnya hati-hati para ulama dan kaum Mukminin adalah meyakini (mengimani) bahwa petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, dan syari’at yang beliau bawa adalah syari’at yang paling sempurna, Allah Ta’ala berfirman:

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al maidah:3)

Dan meyakini (mengimani) bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan keyakinan atau tanda kesempurnaan iman seorang Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih dia cintai dari ayahnya, anaknya, dan semua manusia. (HR. al-Bukhari & Muslim)

Beliau adalah penutup para nabi, Imam orang-orang yang bertaqwa, Raja anak-cucu Adam, Imam Para Nabi jika mereka dikumpulkan, dan Khatib mereka jika mereka diutus, si empu Tempat yang Mulia, Telaga yang akan dikerumuni (oleh manusia), si empu bendera pujian, pemberi syafa’at manusia pada hari kiamat, dan orang yang telah menjadikan umatnya menjadi umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, Allah Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21)

Dan di antara kecintaan kepada beliau adalah mencintai keluarga beliau (Ahlul Bait/ Habaib), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Aku mengingatkan kalian kepada Allah pada Ahlu Bait (keluarga)ku. (HR. Muslim).

Maka Kewajiban keluarga Rasulullah (Ahlul Bait/ Habaib) adalah hendaklah mereka menjadi orang yang paling yang mulia dalam mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengikuti petunjuknya, dan wajib atas mereka untuk merealisasikan cinta yang sebenarnya (terhadap beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, red.), serta menjadi manusia yang paling menjauhi hawa nafsu. Karena Syari’at datang untuk menyelisihi penyeru hawa nafsu, Allah Ta’ala berfirman:

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa’: 65)

Sedangkan cinta yang hakiki pastilah akan menyeru Ittiba’ yang benar. Allah Ta’ala berfirman:

Katakanlah:”Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali ‘Imran: 31)

Tidak cukup hanya sekedar berafiliasi kepada beliau secara nasab, tetapi keluarga beliau (Ahlul bait) haruslah sesuai dengan al-haq (kebenaran yang beliau bawa) dalam segala hal, dan tidak menyalahi atau menyelisinya.

Dan di antara fenomena menyakitkan adalah orang yang diterangi oleh Allah Ta’ala pandangannya dengan cahaya ilmu, dan mengisi hatinya dengan cinta dan kasih sayang kepada keluarga NabiNya (ahlul bait), khususya jika dia termasuk keluarga beliau pula dari keturunan beliau yang mulia adalah terlibatnya sebagian anak-cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia (Ahlul Bait/ Habaib) dalam berbagai macam penyimpangan syari’at, dan pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar yang tidak pernah dibawa oleh al-Habib al-Mushtafa Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan di antara syi’ar-syi’ar yang diagungkan yang tidak berdasarkan petunjuk moyang kami Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah bid’ah peringatan Maulid Nabi dengan dalih cinta. Dan ini jelas merupakan sebuah penyimpangan terhadap prinsip yang agung, dan tidak sesuai dengan Maqasidu asy-Syar’I al-Muthahhar (tujuan-tujuan syari’at yang suci) untuk menjadikan ittiba’ (mengikuti) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai standar utama yang dijadikan rujukan oleh seluruh manusia dalam segala sikap dan perbuatan (ibadah) mereka.

Karena kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengharuskan ittiba’ (mengikuti) beliau Shallalllahu ‘alaihi wasallam secara lahir dan batin. Dan tidak ada pertentangan antara mencintai beliau dengan mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan mengikuti (ittiba’) kepada beliau merupakan inti/ puncak kecintaan kepadanya. Dan orang yang mengikuti beliau secara benar (Ahlul ittiba’) adalah komitmen dengan sunnahnya, mengikuti petunjuknya, membaca sirah (perjalanan hidup)nya, mengharumi majlis-majlis mereka dengan pujian-pujian terhadapnya tanpa membatasi hari, berlebihan dalam menyifatinya serta menentukan tata cara yang tidak berdasar dalam syari’at Islam.

Dan di antara yang membuat perayaan tersebut sangat jauh dari petunjuk Nabi adalah karena dapat menyebabkan pengkultusan terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau sendiri tidak membolehkannya, bahkan beliau tidak ridho dengan hal itu. Dan hal lainnya adalah bahwa peringatan tersebut dibangun di atas Hadits-hadits yang bathil dan aqidah-aqidah yang rusak. Telah valid dari Rasulullahu shallallahu ‘alaihi wasallam pengingkaran terhadap sikap-sikap yang berlebihan seperti ini, dengan sabdanya:

Janganlah kalian mengkultuskan aku seperti pengkultusan orang-orang nasrani terhadap putra maryam. (HR. al-Bukhari)

Maka bagaimana dengan faktanya, sebagian majlis dan puji-pujian dipenuhi dengan lafazh-lafazh bid’ah, dan istighatsah-istighatsah syirik.

Dan perayaan Maulid Nabi merupakan ibadah/ amalan yang tidak pernah dilakukan dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak pernah pula dilakukan oleh seorangpun dari kalangan Ahlul Bait yang mulia, seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Ja’far ash-Shadiq, serta tidak pernah pula diamalkan oleh para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam –Radhiyallahu ‘anhum ajma’in—begitu pula tidak pernah diamalkan oleh seorang pun dari para tabi’in, dan tidak pula Imam Madzhab yang empat, serta tidak seorangpun dari kaum muslimin pada periode-periode pertama yang diutamakan.

Jika ini tidak dikatakan bid’ah, lalu apa bid’ah itu sebenarnya? Dan Bagaimana pula apabila mereka bersenandung dengan memainkan rebana?, dan terkadang dilakukan di dalam masjid-masjid? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hal ini secara gamblang dan tanpa pengecualian di dalamnya:

Semua bid’ah itu sesat. (HR. Muslim).

Wahai Tuan-tuanYang terhormat! Wahai sebaik-baiknya keturunan di muka bumi, sesungguhnya kemulian Asal usul/ nasab merupakan kemulian yang diikuti dengan taklif (pembebanan), yakni melaksanakan sunnah Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berusaha untuk menyempurnakan amanahnya setelah sepeninggalnya, dengan menjaga agama, menyebarkan dakwah yang dibawanya.

Dan karena mengikuti apa yang tidak dibolehkan oleh syari’at tidak mendatangkan kebenaran sedikitpun, dan merupakan amalan yang ditolak oleh Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru di dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk di dalamnya, maka ia tertolak. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Demi Allah, demi Allah, wahai para habaib (Ahlu bait Nabi)! Jangan kalian diperdayakan oleh kesalahan orang yang melakukan kesalahan, dan kesesatan orang yang sesat, dan menjadi pemimpin- pemimpin yang tidak mengajarkan petunjuk beliau! Demi Allah, tidak seorangpun di muka bumi ini lebih kami cintai petunjuknya dari kalian, semata-mata karena kedekatan kalian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ini merupakan seruan dari hati-hati yang mencintai dan menginginkan kebaikan bagi kalian, dan menyeru kalian untuk selalu mengikuti sunnah lelulur kalian dengan meninggalkan bid’ah dan seluruh yang tidak diketahui oleh seseorang dengan yakin bahwa itu merupakan sunnah dan agama yang dibawanya, maka bersegeralah, Beliau bersabda:

Barang siapa yang lambat dalam amalnya, niscaya nasabnya tidak mempercepat amalnya tersebut. (HR. Muslim).

Yang menanda tangan risalah di atas yaitu:

  1. Habib Syaikh Abu Bakar bin Haddar al-Haddar (Ketua Yayasan Sosial Adhdhamir al-Khairiyah di Traim)
  2. Habib Syaikh Aiman bin Salim al-Aththos (Guru Ilmu Syari’ah di SMP dan Khatib di Abu ‘Uraisy)

  3. Habib Syaikh Hasan bin Ali al-Bar (Dosen Kebudayaan Islam Fakultas Teknologi di Damam dan Imam serta khatib di Zhahran.

  4. Habib Syaikh Husain bin Alawi al-Habsyi (Bendahara Umum ‘Muntada al-Ghail ats-Tsaqafi al-Ijtima’I di Ghail Bawazir)

  5. Habib Syaikh Shalih bin Bukhait Maula ad-Duwailah (Pembimbing al-Maktab at-Ta’awuni Li ad-Da’wah wal Irsyad wa Taujih al-Jaliyat, dan Imam serta Khatib di Kharj).

  6. Habib Syaikh Abdullah bin Faishal al-Ahdal (Ketua Yayasan ar-Rahmah al-Khairiyah, dan Imam serta Khatib Jami’ ar-Rahmah di Syahr).

  7. Habib Syaikh DR. ‘Ishom bin Hasyim al-Jufri (Act. Profesor Fakultas Syari’ah Jurusan Ekonomi Islam di Universitas Ummu al-Qurra’, Imam dan Khotib di Mekkah).

  8. Habib Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir as-Segaf (Pembina Umum Mauqi’ ad-Durar as-Saniyah)

  9. Habib Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Maqdi (Pembina Umum Mauqi’ ash-Shufiyah, Imam dan Khotib di Damam).

  10. Habib Syaikh Muhammad bin Muhsi al-Baiti (Ketua Yayasan al-Fajri al-Khoiriyah, Imam dan Khotib Jami’ ar-Rahman di al-Mukala).

  11. Habib Syaikh Muhammad Sami bin Abdullah Syihab (Dosen di LIPIA Jakarta)

  12. Habib Syaikh DR. Hasyim bin ‘Ali al-Ahdal (Prof di Universitas Ummul Qurra’ di Mekkah al-Mukarramah Pondok Ta’limu al-Lughah al-‘Arabiyah Li Ghairi an-Nathiqin Biha).

sumber: Milis As-Sunnah

sumber penukilan : http://moslemsunnah.wordpress.com/2009/04/10/kalangan-habaib-serukan-untuk-tidak-merayakan-maulid-nabi/

MENGENAL SEKTE MURJI’AH

image

Ada Yang Bertanya, Apa Sih Murji’ah Itu? Silahkan Baca Penjelasannya
      

Bismillah, walhamdu lillah, washolaatu wassalamu ‘ala rasulillah.

Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan di antara hal yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tentang berpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan; seluruhnya terancam masuk neraka kecuali satu, yaitu yang meniti jalan Rasulullah dan para sahabatnya.

Apa yang disampaikan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah omong kosong. Melainkan hal itu telah menjadi kenyataan sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan ia tidak berbicara dengan hawa nafsu. Namun itu adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)

Oleh sebab itu, sebagai seorang mukmin hendaknya kita juga mengetahui dan mengenali golongan-golongan yang menyimpang tersebut disamping mempelajari dan mengikuti golongan yang selamat. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Hudzaifah bin Yamanradhiyallahu ‘anhu,

“Orang-orang selalu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan. Sedangkan aku selalu bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir (kejelekan tersebut) akan menimpa diriku.”1

Dan insya Allah kali ini kita akan coba sedikit mengenal salah satu dari kelompok-kelompok dalam Islam yang telah muncul saat ini, yaitu Murji’ah.

Pengertian Murji’ah
Murji’ah merupakan isim fa’il dari kata al-irja’ yang memiliki dua makna:

Berarti : pengakhiran.
Berarti : memberikan harapan.
Secara istilah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad, Murji’ah ialah: orang-orang yang menganggap:

keimanan itu hanya sebatas pengucapan dengan lisan saja2, dan seluruh manusia tidak saling mengungguli dalam keimanan. Sehingga, keimanan mereka dengan keimanan para malaikat dan para nabi itu satu (sama dan setara).
Keimanan itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
Tidak ada istitsna’ (ucapan insya Allah) dalam hal keimanan3.
Dan siapa saja yang beriman dengan lisannya namun belum beramal, maka ia seorang mukmin yang hakiki.4
Sedangkan Syekh Abdul Aziz Ar-Rojihi mengatakan, “Murji’ah ialah mereka yang mengeluarkan amal perbuatan dari cakupan keimanan.”5

Sebab Mereka Dinamakan Murji’ah
Mereka disebut Murji’ah dikarenakan mereka mengeluarkan amal perbuatan dari cakupan keimanan. Mereka mengatakan bahwa kemaksiatan tidak memiliki pengaruh buruk pada keimanan )seseorang) sebagaimana ketaatannya tidak bermanfaat dalam kekufuran. Kemudian, dengan dasar ini mereka senantiasa memberikan harapan kepada pelaku maksiat berupa pahala dan ampunan Allah.6

Ada juga yang mengatakan bahwa mereka disebut Murji’ah karena senantiasa memberikan harapan atas pahala dan ampunan kepada para pelaku maksiat.

Perbedaan dasar antara murji’ah dan ahlus sunnah
Perbedaan yang paling mendasar antara Ahlus sunnah dan kelompok Murji’ah adalah pada masalah defenisi keimanan. Murji’ah mengatakan keimanan itu hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat disertai pembenaran dalam hati. Dan mereka tidak memasukkan amal perbuatan sebagai bagian dari keimanan.

Sedangkan Ahlus Sunnah mengatakan bahwa keimanan itu adalah:

Pengucapan dengan lisan. Yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Meyakini dengan hati.
Pengamalan dengan anggota badan.
Dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, serta berkurang dengan bermaksiat.
Kelompok-kelompok murji’ah
Para ulama yang menulis kitab-kitab firaq (sekte-sekte dalam Islam) berbeda-beda dalam mengklasifikasikan jenis-jenis Murji’ah. Berikut adalah pengklasifikasian Syaikhul islam ibnu Taimiyyah rahimahullah terhadap kelompok ini.

Kelompok yang mengatakan bahwa keimanan itu hanya sebatas apa yang ada dalam hati, berupa pengetahuan dan keyakinan. Diantara mereka ada yang memasukkan amalan hati ke dalam cakupan iman, dan ada juga yang tidak seperti Jahm bin Shofwan dan para pengikutnya.
Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu hanya sebatas ucapan dengan lisan. Dan ini merupakan perkataan Karromiyyah.
Kelompok yang mengatakan keimanan itu hanya pembenaran dengan hati dan ucapan (2 kalimat syahadat).7 Dan ini merupakan perkataan Murjiah fuqaha.8
Jenis yang ketiga ini merupakan yang paling dekat dengan Ahlus Sunnah, dan kelompok Murji’ah sering ditujukan untuk jenis yang ini.

Syaikh Abdul Aziz Ar-Rojihi juga mengklasifikasikan murji’ah menjadi 4 kelompok:

Jahmiyyah. Mereka mengatakan keimanan itu adalah pengenalan terhadap Rabb dengan hati. Sedangkan kekufuran itu kejahilan terhadap Rabb dalam hati. Mereka adalah orang-orang ekstrim; dan ini merupakan defenisi yang paling rusak tentang iman.
Karromiyah. Mereka mengatakan bahwa keimanan itu hanya sebatas ucapan dengan lisan. Jika seseorang telah mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka dia adalah seorang mukmin walaupun dalam hatinya berbohong.
Asy’ariyah dan Maturidiyah. Mereka mengatakan bahwa keimanan itu hanya pembenaran hati.
Murji’ah fuqoha. Mereka mengatakan bahwa keimanan itu perbuatan dan pembenaran hati serta pengucapan dengan lisan. Dan ini merupakan mazhab Imam Abu Hanifah dan para murid beliau.9
Dan penamaan murji’ah fuqaha dikarenakan mereka adalah dari kalangan para ahli fiqih dan ahli ibadah yang diakui oleh ahlus sunnah.

Diantara buah pemikiran kelompok murji’ah
Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa perbedaan dasar antara Murji’ah dan Ahlus Sunnah ialah dalam permasalahan iman. Dari sinilah muncul banyak pandangan mereka yang menyelisihi Ahlus Sunnnah. Diantaranya adalah:

Keimanan itu tidak bertambah dan tidak juga berkurang.10
Seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan telah meyakininya dengan hati disanggap sebagai seorang Mukmin yang sempurna imannya serta termasuk penghuni surga; walaupun ia meninggalkan salat, puasa, dan melakukan dosa-dosa besar lainnya.
Keimanan seorang mukmin sama seperti keimanan para malaikat dan juga para nabi. Karena keimanan itu tidak saling melebihi satu dengan yang lain.
Seseorang tidak boleh ber–istitsna dalam keimanan, yaitu mengatakan “saya mukmin insya Allah”. Karena hal itu menunjukkan menandakan keraguan dalam keimanan. Yaitu ashlul iman (pokok keimanan). Dan siapa yang ragu dalam keimanan, maka tidak bisa dikatakan sebagai seorang mukmin.11 . Kecuali berkata demikian dalam rangka khawatir terjerumus dalam men-tazkiyah diri sendiri, yaitu khawatir dianggap merasa imannya sudah sempurna, maka boleh berkata demikian. Namun bukan dalam rangka meragukan ashlul iman (pokok keimanan)12 .
Wallahu a’lam.


Referensi:
Al-Jami’ Ash-Shahih, Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari.
Mauqif ahlis Sunnah wal jama’ah min ahlil ahwaa’ wal bida’, DR. Ibrahim ibn ‘Aamir Ar-Ruhaili.
Majmu’ fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
Al-mukhtar fi ushulis sunnah, Abdul Aziz Ar-Rojihi.
Ushuluddin ‘indal imam Abi Hanifah, Muhammad ibn Abdirrahman Al-Khumais.
Catatan Kaki
1 HR. Bukhari no. 3606.

2 Maksudnya: keimanan itu hanya sebatas ucapan dua kalimat syahadat saja. Sehingga, seseorang sudah dianggap mukmin hanya dengan mengucapkan dua kalimat tersebut.

3 Maksudnya, seseorang mengatakan, “Saya mukmin insya Allah”.

4 Mauqif ahlis Sunnah wal jama’ah min ahlil ahwaa’ wal bida’ 1/152.

5 Al-mukhtar fi ushulis sunnah 1/265, syamilah.

6 Mauqif ahlis Sunnah wal jama’ah min ahlil ahwaa’ wal bida’ 1/152.

7 Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/354, Syamilah.

8 Majmu’ fatawa 111/223, syamilah.

9 Al-mukhtar fi ushulis sunnah 1/265, syamilah.

10 Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/389, Syamilah.

11 Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/415, Syamilah.

12 Simak penjelasan Syaikh Muhammad Ali Farkus di http://www.ferkous.com/site/rep/Ba12.php

Penulis: Muhammad Nurul Fahmi

Artikel Muslim.Or.Id

sumber : http://muslim.or.id/aqidah/mengenal-sekte-murjiah.html

EKSEKUSI MATI WARGA SAUDI KARENA MEMBUNUH WNI

image

Berikut terjemahannya :

“Kementerian Dalam Negeri kerajaan Arab Saudi mengeluarkan pernyataan hari ini tentang pelaksanaan aturan pembunuhan Qishos kepada salah satu pelaku di Abha, pernyataan berbunyi sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim

Allah ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Qs.Al Maidah 33).

Telah ditetapkan atas Saudara / Shaya’ bin Said bin Ali al-Qahtani (Warga negara Arab Saudi) yang telah membunuh pekerja rumah tangga / saudari ARMAL Asari (kebangsaan Indonesia) juga memukulnya dengan tongkat dan disiram dengan air panas serta melecehkannya secara seksual.

Dengan kasih karunia Allah pihak keamanan setempat berhasil meringkus pelaku yang disebut di atas.
Berdasarkan hukum Syariah dan ketentuan negara, maka pelaku kriminal akan di tegakkan Eksekusi mati karena telah melanggar perintah Allah dan mennghilangakn nyawa tanpa hak.

Pelaksanaan aturan eksekusi pelaku / Shaya bin Kata bin Ali al-Qahtani (kebangsaan Saudi) pada Selasa 1436/02/07 AH di distrik Abha, kabupaten Asir Arab saudi.

Kementerian Dalam Negeri, seperti yang diumumkan ini telah diperintahkan Raja sekaligus penjaga Dua Masjid Suci – semoga Allah melindungi dia – agar menegakkan keamanan dan keadilan serta pelaksanaan ketentuan Allah pada siapapun yang terbukti secara Syarii telah menumpahkan darah yang halal. “

Selesai.

Admin :

Mana media indonesia yang hanya menjelek jelekkan saudi sebagai negara yang tidak adil?

Atau dibayar berapa oleh kaum kafir dan syiah untuk menyebar fitnah kejelkan saudi ?

Apakah ada media yang berani menyebarkan keadilan di atas?

Berikut foto eksekusi pelaku.

http://www.3alyoum.com/

| ‪#‎MigrantCare‬ mana suaranya??

Sumber : Buletin Al-Minhaj

Barokallohufyik !!!

MENGUNGKAP AKUN FB AKHWAT SALAFI

image

Oleh: Fachriy Aboe Syazwiena

I. TENTANG FOTO

Apakah para wanita salafi (bermanhaj salaf) memajang fotonya? Memamerkan auratnya? Menampilkan wajahnya?

Mereka memajang foto makhluk non bernyawa sebagai profile ficture. Ada gambar pemandangan, bunga, buah, bangunan, pantai, dan lain-lain. Di dunia nyata umumnya mereka pakai cadar lho. Amat jarang ditemui mereka yang menampilkan fotonya walaupun hanya sekedar foto bercadar. Kalaupun ada diantara mereka yang tidak bercadar di dunia nyata, mereka tetap tidak akan menampilkan foto wajahnya di facebook.

Kenapa?

Pertama:

Mereka pemalu lho. Pemalu banget. Ngga percaya? Coba deh ngumpul ama mereka. Jangankan menampakkan aurat, jika wajah mereka terlihat oleh laki-laki maka ini akan membuat mereka malu banget. Wajah mereka tertunduk jika ada lelaki-lelaki.

Siapa teladan mereka? Pas ane nulis bagian ini, ane teringat apa yang dikatakan Asma’ binti Abu bakar radhiyallahu anhuma. Beliau (Asma’) berkata:

“Kami menutupi wajah-wajah kami dari pandangan kaum laki-laki dan kami menyisir rambut kami terlebih dahulu ketika hendak melakukan ihram.”[1]

Begitu pula apa yang dikatakan Aisyah radhiallahu ‘anha:

“Adalah para pengendara melewati kami sedangkan kami tengah berihram bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila para pengendara tersebut melewati kami, maka masing-masing dari kami menutupkan jilbabnya dari kepalanya agar menutupi wajahnya. Dan ketika mereka berlalu maka kami pun membukanya kembali.”[2]

Mereka paham kalau wajah adalah kumpulan titik-titik pesona yang mampu menyihir laki-laki. Luar biasa cara pandang mereka. Indah nian kepribadian ini. Malu yang ada di hati mampu menjadikan mereka seperti ini.

Coba deh liat saudari muslimah kita yang lain. Foto-foto mereka membanjir diupload. Dengan gaya inilah, gaya itulah, narsis gini, narsis gitu, buka aurat, de-el-el lah. Wah, yang seperti ini memang tak enak dipandang.

Kedua:

Penyebab kedua ini ada kaitannya dengan hukum bercadar apakah wajib atau sunnah dan hukum foto makhluk bernyawa yang berbentuk file. Namun disini tidak akan dibahas perbedaan ini.

Katakanlah sebagian kecil dari mereka memahami cadar sebagai suatu yang sunnah plus mengikuti kebolehan foto makhluk bernyawa dalam bentuk file.

Apakah ini memberikan kesempatan untuk menampilkan wajah mereka di Facebook? Bisa jadi namun kebanyakan dari mereka amat sangat jarang melakukan ini. Kenapa? Karena, selain rasa malu, mereka menilai tindakan ini tidak bermanfaat. Malah akan menjadi bulan-bulanan bagi laki-laki.

Apa sih manfaatnya cewek-cewek salafi kayak gitu?

Wah, ane kurang nyaman manggil dengan istilah ‘cewek’. Ane pakai istilah ‘akhwat’ aja ya. Mereka itu, akhwat salafi, dengan sikap baik mereka seperti itu punya kontribusi lho buat akhwat lainnya. Apa itu?

Pertama:

Mengurangi maksiat laki-laki. Coba deh kalau ada akun facebook wanita cantik buka aurat plus tidak berhijab syar’i, senyumannya menggoda, kulitnya bening, sering banget ngupload foto dengan berbagai fose, so pasti laki-laki akan berduyun-duyun nge-add tu cewek plus ngajak chat, nginbox plus surcribe bin langganan. Bukan begitu?

Bandingkan dengan akhwat-akhwat salafi yang jauh dari kesan kayak gitu. Jauh banget bedanya.

Mungkin ngga laki-laki berpikir untuk “menzinai” wanita walaupun hanya dalam dunia hayalnya pas melihat akun akhwat salafi yang fotonya pakai bunga, updates status Al-Quran dan penjelasan hadits, nggak pernah ngeluh, nggak pernah ngomong jorok/vulgar di status? Ngga mungkin lah.

Kedua:

Mereka memberikan teladan yang baik buat rekan-rekan muslimah yang lain. Nggak sedikit lho muslimah yang lainnya ikut “style” mereka. Muslimah yang lainnya pada “iri” begitu hebat akhwat salafi memegang teguh prinsip apalagi zaman sekarang yang katanya zaman buka-bukaan^.^

Ketiga:

Ini langkah aman lho yang bermanfaat untuk para istri yang suaminya suka lirik sana-sini apalagi keberadaan suami yang ‘lancar’ berselancar di FB. Dengan keberadaan akhwat salafi di FB dan akhwat-akwat lain yang ngikutin trend mereka maka jelas ini ngurangin kesempatan buat si hidung belang.

Keempat:

Jauh dari tabarruj. Inilah salah satu “kenyamanan” kalau kita lagi buka facebook. Tidak mengganggu mata, hati dan pikiran. Mengenakkan mata kalau para cewek (eh, akhwat) bisa meneladani ‘gaya’ mereka yang jauh dari tabarruj.

Para akhwat salafi paham kalau tidak ada udzur syar’i yang memperbolehkan hal itu.

Mereka tak mau menanggung dosa lelaki yang bermaksiat karena ulah mereka.

Mereka tahu bahwa banyak tangan jahil dan usil yang mengoleksi foto-foto wanita lalu menyebarkannya di dunia maya.

Mereka memahami bahwa sangat mungkin bagi laki-laki untuk menelanjangi mereka dalam dunia hayal.

Mereka sadar bahwa syaitan bangga dan terbahak-bahak nantinya.

Mereka sadar bahwa syaitan menghias mereka dengan begitu indahnya di pandangan mata laki-laki.

Mereka sadar bahwa syaitan akan menyesatkannya dan menyesatkan kaum laki-laki dengan ulah mereka jika mereka bertabarruj.

II. INTERAKSI LAWAN JENIS

Walaupun tidak semuanya, tak sedikit di antara mereka yang hanya berteman dengan sesama wanita. Mereka memahami kalau hati itu lemah apalagi jika berhadapan dengan badai fitnah lawan jenis. Mereka merasakan bahwa jiwa mereka didominasi oleh perasaan. Mereka merasa risih lho kalau ada laki-laki berada dalam akun mereka.

Ada pula yang tetap berkawan dengan laki-laki namun tetap menjaga adab-adab sebagai muslimah. Mereka tidak sembarang berteman dengan laki-laki. Barangkali akun laki-laki yang membagikan postingan-postingan bermanfaat yang akan mereka add.

III. GRUP KHUSUS AKHWAT

Mereka punya grup FB tersendiri lho khusus muslimah yang membahas tema-tema umum maupun agama terutama tema khusus wanita, misalnya bagaimana “membahagiakan” suami, tips masak, pakaian maupun perlengkapan khusus muslimah, ibu hamil, dan lain-lain.

IV. LIKE/SUKA

Mereka nge-like halaman/page yang nambah ilmu dan wawasan baik tentang islam maupun yang sifatnya keduniaan misalnya page tentang masakan, kesehatan, ibu hamil, dan lain-lain deh. Mereka ngga bakal like page artis/aktor korea lho kayak Lee Min Ho, Hyun Bin, Rain, Kim Bum, Kim Hyun Joong, Kim Joon maupun page lain yang jauh dari kesan bersahaja. []

Rabu, 15 Dzulhijjah 1433 H/31 Oktober 2012 M.

End Notes:

[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, ia berkata: “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Hal ini disepakati oleh Adz-Dzahabi.”

[2] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Daaruquthni dan Al-Bahaqi

Sumber : https://www.islampos.com/

Barokallohufyik !!!

KENAPA KITA HARUS MENGIKUTI ASSALAF ?

Penulis: Muhammad Naashiruddiin al Albaaniy rahimahullahu Ta`aala

Pertanyaan :

Kenapa harus dinamakan dengan as Salafiyyah?? Apakah dawah ini merupakan dawah hizbiyyah, atau dawah thooifiyyah atau dawah madzhabiyyah, atau dia ini merupakan satu golongan yang baru dalam Islam ini??

Jawaban :

Sesungguhnya kata kata “as Salaf” maruufun (sangat dikenal) dalam bahasaarab dan di dalam syariat ini, yang terpenting bagi kita disini adalah pembahasannya dari sisi syariat.

Sesungguhnya telah shohih dari pada Nabi Shollallahu alaihi wa Sallam, bahwasanya beliauAlaihi wa Sallam pernah berkata kepada anaknya Faathimah radhiallahu anha sebelum beliauAlaihi wa Sallam wafat :

((فاتقي الله واصبري، فإنه نعم السلف أنا لك……)). رواه مسلم (2450) (98).

Artinya : “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah, sesungguhnya sebaik baik “salaf” bagi kamu adalah saya…”[1]

Penggunaan kalimat ‘salaf” sangat maruf dikalangan paraulama salaf dan sulit sekali untuk dihitung dan diperkirakan, cukup bagi kita satu contoh dari sekian banyak contoh contoh yang digunakan oleh mereka dalam rangka untuk memerangi bidah bidah.

كل خير في اتباع من سلف وكل شر في ابتداع من خلف

Setiap kebajikan itu adalah dengan mengikuti orang salaf dan setiap kejelekan tersebut adalah yang diada adakan oleh orang khalaf”.

Ada sebahagian orang yang mendawakan memilikiilmu, mengingkari penisbahan kepada “salaf”, dengan dawaan bahwa nisbah ini tidak ada asalnya. Dia berkata : “Tidak boleh bagi seseorang muslim untuk mengatakan saya seorang “salafiy,” seolah olah dia mengatakan juga : “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan saya muslim yang mengikuti para “salafus shoolih” dengan apa apa mereka di atasnya dalam bentukaqidah, ibadat dan akhlaq.” Maka tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini kalau benar benar dia ingkari, sudah tentu diwajibkan juga bagi dia untuk berlepas diri dari Islam yang benar, yang telah dijalani oleh para “salafus shoolih”, Rasuulullahi Shollallahualaihi wa Sallam telah mengisyaratkan dalam hadist hadist yang mutawaatir diantaranya :

((خير أمتي قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم)).

Artinya : “Sebaik baik ummat saya adalah yang hidup sezaman dengan saya (sahabatku), kemudian orang orang yang mengikuti mereka (at Taabiuun), kemudian orang orang yang mengikuti mereka (at Baaut Taabi`iin)….”[2]

Maka tidak boleh bagi seorang muslim untuk berlepas diri dari penisbahan kepada as Salafus Shoolih, sebagaimana kalau seandainya berlepas diri juga dari penisbahan yang lainnya, tidak mungkin bagi seorang ahli `ilmu untuk menisbahkannya kepada kekufuran atau kefasikan.

Orang yang mengingkari penamaan seperti ini (nisbah kepada “salaf”). Apakah kamu tidak menyaksikan, bukankah dia menisbahkan dirinya kepada satu madzhab dari sekian madzhab yang ada?, apakah madzhab ini berhubungan dengan aqidah atau fiqh. Sesungguhnya dia mungkin Asyariy, Maaturiidiy dan mungkin juga dia dari kalangan ahlul hadist atau dia Hanafiy, Syaafiii, Maalikiy atau Hanbaliy diantara apa apa yang termasuk kedalam penamaan ahlus Sunnah wal Jamaaah, padahal seseorang yang menisbahkan dirinya kepada madzhab asyAriy atau kepada madzhab yang empat, sebenar dia telah menisbahkan dirinya kepada pribadi pribadi yang bukan masuum tanpa diragukan, walaupun diantara mereka ada juga para ulama yang benar, alangkah aneh dan sangat mengherankan sekali, kenapa dia tidak mengingkari penisbahan kepada pribadi yang tidak masuum ini???

Adapun seorang yang mengintisabkan dirinya kepada “as Salafus Shoolih”, sesungguhnya dia telah menyandarkan dirinya kepada seseorang yang masuum secara umum (yang dimaksud Nabi Muhammad Shollallahualaihi wa Sallam), Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa Sallam telah menyebutkan tentang tanda tanda “al Firqatun Naajiyyah” yaitu seseorang yang berpegang teguh dengan apa yang Rasulullah Shollallahualaihi wa Sallam dan para shohabatnya ada di atasnya, maka barang siapa yang berpegang teguh dengan jalan mereka secara yaqin, dia betul betul berada di atas petunjuk Robnya.

Nisbah kepada “as Salaf” ini merupakan nisbah yang akan memuliakan seseorang menisbahkan dirinya kepadanya, kemudian memudahkan baginya untuk mengikuti jalan kelompok orang yang selamat tersebut, tidak sama dengan seseorang yang menisbahkan dirinya kepada nisbah yang lain, karena penisbahan itu tidak akan terlepas dia diantara dua perkara :

Pertama, dia mungkin meng-intisabkan dirinya kepada seseorang yang bukan masuum, atau kepada orang orang yang mengikuti manhaj (methode) orang yang bukan masuum ini, yang tidak ada sifat suci baginya, berbeda dengan shahabat Nabi Shollallahu alaihi wa Sallam yang memang diperintahkan kita oleh Nabi Shollallahualaihi wa Sallam untuk berpegang teguh dengan sunnah (cara/methode)nya dan sunnah para shahabatnya setelah beliau wafat.

Dan kita akan terus menerus menganjurkan dan menerangkan agar pemahaman kita terhadap al Quraan dan as Sunnah benar benar sesuai dengan pemahaman para shahabatnya Shollallahu alaihi wa Sallam, supaya kita terjaga daripada berpaling dari kanan dan kekiri, juga terpelihara dari penyelewengan pemahaman yang khusus, sama sekali tidak ada dalil yang menunjukan atas pemahaman itu dari Kitaabullahi Subhaana wa Taaalaa dan Sunnah RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Kemudian, kenapa tidak cukup bagi kita untuk menisbahkan diri kepada al Quraan as Sunnah saja?

Jawabannya kembali kepada dua sebab :

Pertama : Berhubungan dengan nash nash syar`ii.

Kedua : Melihat kepada keadaan firqoh firqoh (golongan golongan) islaamiyah pada sa`at ini.

Ditinjau dari sebab yang pertama : kita menemukan dalil dalil syarii memerintahkan untuk mentaati sesuatu yang lain disandari kepada al Kitab dan as Sunnah, sebagaimana dikatakan oleh Allah Ta`aalaa :

((يأيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم….)) النساء (59).

Artinya : “Hai orang orang yang beriman, thaatilah Allah dan thaatilah RasulNya, dan ulil amri diantara kalian.” An Nisaa` (59).

Kalau seandainya ada waliyul amri yang dibaiat dikalangan kaum muslimin maka wajib untuk menthaatinya sebagaimana kewajiban menthaati al Kitab dan as Sunnah, bersamaan dengan demikian kadang kadang dia salam serta orang orang disekitarnya, namun tetap wajib menthaatinya dalam rangka mencegah kerusakan daripada perbedaan pandangan pandangan yang demikian dengan syarat yang ma`ruuf, demikian disebutkan dalam hadist yang shohih :

((لا طاعة في معصية إنما الطاعة في المعروف)).

Artinya : “Tidak ada kethaatan di dalam mashiat, sesungguhnya kethaatan itu hanya pada yang maruuf.”[3]

Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa berkata :

((ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا)). النساء:(115).

Artinya : “Barang siapa menyakiti (menyelisihi) as Rasul Shollallahu alaihi wa Sallam setelah sampai (jelas) kepadanya hudan (petunjuk), lalu dia mengikuti bukan jalan orang muminin (para shahabat), kami akan palingkan dia kemana sekira kira dia berpaling, lalu kami akan masukan dia keneraka jahannam yang merupakan sejelek jelek tempat baginya.” An Nisaa (115).

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Tinggi dan Maha Suci Dia dari sifat kesia sia-an, tidak diragukan dan disangsikan lagi bahwasanya penyebutan jalan orang muminiin pada ayat ini sudah tentu ada hikmah dan faedah yang sangat tepat, yaitu; bahwasanya ada kewajiban yang penting sekali tentang pengikutan kita kepada Kitaabullahi Subhaana wa Taaalaa dan Sunnah RasulNya Shollallahualaihi wa Sallam wajib untuk dicocokan dengan apa apa yang telah dijalani oleh orang muslimiin yang pertama dikalangan ummat ini, mereka adalah shahabat Rasul Shollallahu alaihi wa Sallam; kemudian orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, inilah yang selalu diserukan oleh ad Dawatus Salafiyyah, dan apa apa yang telah difokuskan dalam da`wah tentang asas asas dan tarbiyahnya.

Sesungguhnya “ad Dawatus Salafiyyah”-merupakan satu satunya dawah yang haq untuk menyatukan ummat ini, sementara apapun bentuk dawah yang lain hanya memecah belah ummat ini; AllahAzza wa Jalla berkata :

((وكونوا مع الصادقين)). التوبة (119).

Artinya : “Hendaklah kamu bersama orang orang yang benar.” At Taubah (119), dan barangsiapa yang membedakan diantara al Kitaab dan as Sunnah disatu sisi, dan antara “as Salafus Shoolih disisi yang lainnya dia bukan seorang yang jujur selama lamanya.

Ditinjau dari sebab yang kedua : Kelompok kelompok dan golongan golongan pada hari ini sama sekali tidak menghadap secara muthlaq untuk mengikuti jalan orang muminiin (jalan para shahabat radhiallahuanhum) seperti yang disebutkan pada ayat diatas, dan dipertegas lagi dengan sebahagian hadist hadist yang shohih diantaranya : hadist al firaq (mengenai perpecahan) menjadi tujuh puluh tiga gologan, yang keseluruhannya di neraka kecuali satu, Rasuulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menjelaskan tentang sifatnya bahwasanya dia :

“هي التي على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي.”

Artinya : “Dia (al Firqatun Naajiyyah) itu adalah sesuai dengan apa apa yang saya hari ini dan para shahabat saya.”[4]

Dan hadist ini serupa dengan ayat diatas menyebutkan jalan orang muminiin, diantaranya juga hadist alIrbaadh bin Saariyah radhiallahu `anhu :

“فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي”.

Artinya : “Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan Sunnah dan Sunnah al Khulafaaur Raasyidiin al Mahdiyiin setelah saya.”[5]

Jadi dihadist ini menunjukan dua Sunnah : Sunnatur Rasuul Shollallahu `alaihi wa Sallam dan Sunnatul Khulafaaur Raasyidiin.

Diwajibkan bagi kita-akhir ummat ini- untuk kembali kepada al Kitaab dan as Sunnah dan jalan orang muminiin (as Salafus Shoolih), tidak dibolehkan bagi kita mengatakan: kita akan memahami al Kitab dan as Sunnah secara bebas (merdeka) tanpa meruju kepada pemahaman “as Salafus Shoolih!!”

Dan wajib adanya penisbahan yang membedakan secara tepat pada zaman ini, maka tidak cukup kita katakan : saya muslim saja!, atau madzhab saya adalah al Islam!, padahal seluruh firqah firqah yang ada mengatakan demikian : ar raafidhiy (as Syii`ah) dan al ibaadhiy (al Khawaarij/Firqatut takfiir) dan al qadiyaaniy (Ahmadiyyah) dan selainnya dari firqah firqah yang ada!!, jadi apa yang membedakan kamu daripada mereka keseluruhannya??

Kalau kamu mengatakan : saya muslim mengikuti al Kitab dan as Sunnah juga belum cukup, karena pengikut pengikut firqah firqah yang sesat juga mengatakan demikian, baik al Asyaairah dan al Maaturiidiyyah dan kelompok kelompok yang lain- keseluruhan pengikut mereka juga mendawakan mengikuti yang dua ini (al Kitab dan as Sunnah).

Dan tidak diragukan lagi adanya wujud penisbahan yang jelas lagi terang yang betul betul membedakan secara nyata yaitu kita katakan : “Ana muslim mengikuti al Kitab dan as Sunnah di atas pemahaman “as Salafus Shoolih,” atau kita katakan dengan ringkas : “Ana Salafiy.”

Dan diatas inilah; sesungguhnya kebenaran yang tidak ada penyimpangan padanya bahwasanya tidak cukup bersandarkan kepada al Kitab dan as Sunnah saja tanpa menyandarkan kepada methode pemahaman “as Salaf” sebagai penjelas terhadap keduanya dalam sisi pemahaman dan gambaran, al ilmu dan alamal, ad Da`wah serta al Jihad.

Kita mengetahui bahwasanya mereka-radhiallahu anhum- tidak pernah fanatik kepada madzhab tertentu atau kepada pribadi tertentu, tidak terdapat dikalangan mereka ada mengatakan : “Bakriy (pengikut Abu Bakr),Umariy (pengikut Umar),Utsmaaniy (pengikut Utsman),Alawiy (pengikuti Ali) radhiallahuanhum ajmaiin, bahkan salah seorang dari kalangan mereka apabila memudahkan baginya untuk bertanya kepada Abu Bakr atauUmar atau Abu Hurairah dia akan bertanya; yang demikian itu dikarenakan mereka betul betul yaqin bahwasanya tidak dibolehkan meng-ikhlashkan “ittibaa” (pengikutan) kecuali pada seorang saja, ketahuilah dia adalah Rasulullahi Shollallahualaihi wa Sallam; dimana beliau tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya melainkan wahyu yang diwahyukan padanya.

Kalau kita terima bantahan para pengeritik ini bahwasanya kita hanya menamakan diri kita “kami orang muslim”, tanpa menisbahkan kepada “as Salafiyyah”-padahal nisbah itu merupakan nisbah yang mulia dan benar-, apakah mereka (para pengeritik) akan melepaskan dari penamaan dengan golongan golongan mereka, atau madzhab madzhab mereka, atau thoriiqah thoriiqah mereka- yang padahal penisbahan dan penyadaran itu bukan disyari`atkan dan tidak benar?!!

فحسبكم هذا التفاوت بيننا

وكل إناء بما فيه ينضح.

Artinya : “Cukuplah bagi kalian perbedaan ini diantara kita

Dan setiap bejana akan menuangkan apa apa yang ada padanya.

Dan Allah Tabaaraka wa Taaalaa yang Menunjuki kita ke jalan yang lurus, dan Dia-Subhaana wa Taaalaa- Yang Maha Penolong.

Diterjemahkan oleh Abul Mundzir-Dzul Akmal as Salafiy

Dari Majallah as Ashoolah (no.9/86-90), dengan judul : “Masaail wa Ajwibatuha.”

Sumber: http://www.darussalaf.or.id Penulis: Al Muhaddist al Allaamah Muhammad Naashiruddiin al Albaaniy rahimahullahu Taaala Judul: Kenapa kita harus mengikuti as Salaf?

ISTERI YANG KUFUR NIKMAT

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anha, ia bercerita bahwa :

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda :

“Wanita mana saja yang meninggal sedang suaminya meridhainya maka akan masuk surga”

(HR.Ibnu Majah,Tirmidzi, dan Hakim, Dan Al-Hakim mengatakan bahwa isnad hadits ini shahih)

Kemudian Sabda Beliau yang lainnya:

“Apabila seorang wanita telah menunaikan shalat lima waktu, dan berpuasa bulan Ramadhan, senantiasa mentaati suaminya, menjaga kemaluannya, niscaya akan dikatakan kepadanya,”masuklah kamu kedalam surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki”

(HR.Imam Ahmad dan Nasa’i. Semua perawi hadits ini tsiqah)

Oleh Karena itu tidak boleh hilang dari benak kita bahwa memahami ajaran agama yang lurus ini dengan kesadaran dan ketaatan kepada suami merupakan bagian yang dapat memasukkan seorang wanita muslimah ke dalam surga.

Akan tetapi kita dapati kenyataan pada masa ini sedikit sekali seorang istri yang taat kepada suaminya dan mensyukuri pemberian suami kepada dirinya (kecuali yang dirahmati Allah). Selalu saja merasa kurang dan tidak cukup..

Sehingga suami yang sudah lelah bekerja seharian jarang disambut dengan senyuman mesra karena kecilnya penghasilan sang suami..

Kadang pula Dia tidak sadar telah menjerumuskan dirinya dalam bahaya besar yaitu Allah tidak sudi memandang dirinya akibat dari  ketidak peduliannya terhadap rasa  syukurnya  atas apa yang diberikan suami kepadanya baik nafkah ataupun yang lainnya.

Sebagaimana hal ini, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda :

“Allah tidak akan memandang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal ia butuh kepadanya”

(HR.Al-Hakim dalam Mustadraknya, beliau mengatakan isnad hadits ini adalah shahih)

Jadi dengn demikian Hendaklah seorang istri mengingat hadits diatas dengan baik dalam pikirannya agar ketika ia lupa mengucapkan syukur (terima kasih) kepada suaminya segera beristighfar kepada Allahu Ta’ala dan segera mengucapkan ucapan syukur kepada suaminya untuk menghindarkan dirinya dari kemurkaan Allah. Yang demikian itu karena wanita muslimah yang telah dibekali dengan ilmu agama sadar dan selalu menepati janji dan tidak mengenal kufur terhadap nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya karena dia mendapatkan petunjuk dari agamanya yang menyelamatkan dirinya dari keburukan moral akhlak wanita-wanita kafir yang tidak pernah mengakui kebaikan-kebaikan yang suami mereka berikan..

Kadang Ironisnya wanita-wanita muslimah dewasa ini diantara mereka ada yang berperilaku demikian..

Oleh karnA Mungkin hadits dibawah ini patut untuk dicamkan :

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:

“Pernah diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata kebanyakan dari penghuninya adalah wanita yang suka berbuat kufur. Ditanyakan kepada beliau,”Apakah mereka berbuat kufur terhadap Allah? Beliau menjawab,”Mereka berbuat kufur terhadap keluarga  dan kufur terhadap kebaikan.Apabila engkau senantiasa berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka lalu mendapatkan perlakuan buruk darimu, niscaya akan mengatakan,”Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu”

(Hadits Muttafaq Alaih)

Barokallohufyikum !!!

6 DOSA SUAMI TERHADAP ISTERI

SUAMI juga manusia, bisa berbuat salah. Namun, kesalahan sikap bisa diperbaiki. Yang paling penting, ketika menikah, suami tidak boleh melakukan kesalahan syar’i kepada istri. Ada beberapa kesalahan suami terhadap istrinya dan ini sangat mendasar. Apa saja?

  1. Tidak mengajar agama dan hukum syariat kepada Isteri.

Betapa sukarnya untuk menjadikan seorang isteri yang benar-benar solehah. Malah, istri menjadi satu ujian besar bagi seorang lelaki untuk mencari dan membentuk pasangan menjadi seorang isteri yang mempunyai sifat yang terpuji dan kriteria pegangan agama yang kuat.
Berbahaya jika ada di antara isteri masih tidak tahu bagaimana untuk menunaikan solat dengan betul, hukum haid dan nifas, melayani suami dan mendidik anak mengikuti Islam.

  1. Mencari-cari kekurangan dan kesalahan isteri.

Jika seorang suami terus mencari kekurangan dan kelemahan istrinya, dikhuatirkan akan menimbulkan perasaan kurang senang pada isterinya. Dan barang siapa mencari aib saudaranya sendiri, Allah juga akan mencari aibnya. Maka, hendaklah seorang suami itu bersabar dan menahan diri dari kekurangan yang ada pada isterinya.

  1. Menghukum tidak sesuai kesalahan.

Hal ini termasuk kezaliman terhadap isteri. Di antara bentuk hukuman yang zalim itu adalah:
– Memukul di tahap awal pemberian hukuman. Padahal Allah SWT telah berfirman,“Wanita-wanita yang kamu khuatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka.”( An Nisa’:34)
– Mengusir isteri dari rumah tanpa ada sebab secara syar’i. Allah SWT berfirman yang artinya: “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang .” (Ath Thalaq:1)
– Memukul wajah, mencela dan menghina. Ada seseorang yang datang bertanya kepada Rasulullah, apakah hak isteri ke atas suaminya? Baginda menjawab, “Dia (suami) memberinya makan jika dia makan, memberinya pakaian jika dia berpakaian, tidak memukul wajah, tidak memburuk-burukkan dan tidak memboikot kecuali di dalam rumah.” (Riwayat Ibnu Majah, disahihkan oleh Al Albani)

  1. Pelit memberi nafkah.

Sesungguhnya kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada isteri, sepertimana yang ditetapkan di dalam al-Quran. Isteri berhak mendapat nafkah, kerana dia telah menjadi halal untuk disenangi, dia telah menaati suaminya, tinggal di rumahnya, mengatur rumahnya, mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

  1. Sikap keras, dan kasar.

Rasulullah SAW bersabda: “Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isteri-isterinya.” (Riwayat Tirmidzi, disahihkan al Albani). Maka hendaknya seorang suami itu berakhlak baik terhadap isterinya, dengan bersikap lembut, dan menjauhi sikap kasar. Di antara bentuk sikap lembut seorang suami itu adalah, bergurau senda, menyuapkannya makan dan memanggilnya dengan panggilan yang mesra.

  1. Berpoligami mengikut nafsu

Memang tidak dinafikan, menikah untuk kali kedua, ketiga dan keempat merupakan satu perkara yang disyariatkan. Akan tetapi ramai di kalangan lelaki yang mengamalkan poligami tidak memenuhi kewajipan-kewajiban terhadap isteri dengan benar. Terutamanya isteri yang pertama dan anak-anaknya. Padahal Allah SWT telah berfirman, “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kahwinilah) seorang saja.” (An Nisa: 3). Suami boleh bernikah lagi tetapi sekiranya ia tidak mampu untuk berlaku adil, dan tidak boleh memikul tanggungjawab, lebih baik melupakan niat untuk menikah lagi demi kebahagiaan bersama. [majalah-i]

Sumber : https://www.islampos.com/6-dosa-suami-terhadap-istri-150505/

PENGERTIAN AKIDAH

Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang berarti tidak ada lagi keraguan sedikit pun bagi orang yang telah meyakininya.

Jadi, Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid ( Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat Allah)..

Dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih..

(Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th. 1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql).

Barokallohufyikum !!!

ISTERI SHOLIHAH

Tentunya seorang isteri sangat ingin dijuluki sebagai simpanan yang paling baik diatas muka bumi ini,  sebagaimana yang Rasulullah sabdakan :

“Ingatlah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu simpanan yang paling baik bagi seseorang? Yaitu wanita shalihah, jika suami memandangnya, maka dia membuatnya senang, jika suami menyuruhnya maka dia menaatinya dan jika suami tidak ada disisinya maka dia menjaganya “

(HR.Abu Dawud)

Oleh karna itu, Alangkah berbahagianya seorang suami bila mendapati istrinya termasuk seorang wanita shalihah karena ia adalah sebaik-baik perhiasan diatas muka bumi..

Dan juga betapa bahagianya sang istri  bila mendapati suaminya yang ia cintai senang terhadap dirinya dan meredhainya karena dengan keridhoan suaminya itu maka apabila ia mati tidak ada balasan yang terbaik baginya melainkan surga Allah yang seluas langit dan bumi dimana ia bisa memasukinya dari pintu manapun yang ia kehendakinya.

Barokallohufyikum !!!

KEUTAMAAN : ADAB SERTA AMALAN DI HARI JUMAT SESUAI SUNNAH NABI SHALALLOHU ALAYHI WA SALLAM

Hari Jumat adalah hari yang mulia, dan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia memuliakannya. Keutamaan yang besar tersebut menuntut umat Islam untuk mempelajari petunjuk Rasulullah dan sahabatnya, bagaimana seharusnya msenyambut hari tersebut agar amal kita tidak sia-sia dan mendapatkan pahala dari Allah ta’ala.

Keutamaan Hari Jum’at

  1. Hari paling utama di dunia

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقَوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَة .

“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at; pada hari ini Adam q diciptakan, pada hari ini (Adam Alaihissalam) dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari ini pula ia dikeluarkan dari surga. Dan tidaklah kiamat akan terjadi kecuali pada hari ini.

[HR Muslim, no. 854]

Dalam riwayat Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dengan lafal:

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ قُبِضَ، وَفِيْهِ النَّفْخَةُ، وَفِيْهِ الصَّعِقَةُ …….

“Sesungguhnya seutama-utama hari kalian adalah hari Jum’at ; pada hari ini Adam Alaihissalam diciptakan, pada hari ini pula ia dimatikan, pada hari ini ditiupkan sangkakala (tanda kiamat), dan pada hari ini pula hari kebangkitan”

[HR Abu Dawud, no. 1047; An Nasa’I, no. 1374 dan Ibnu Majah, no. 1085]

  1. Hari bagi kaum muslimin

Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umt Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.

Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا، فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ اْلأَحَدِ

Allah telah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jum’at, maka umat Yahudi memperoleh hari Sabtu, umat Nasrani memperoleh hari Ahad.

فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ فَجَعَلَ الْجُمُعَةَ وَالسَّبْتَ وَاْلأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

. Lalu Allah mendatangkan kita dan memberi kita hidayah untuk memperoleh hari Jum’at. Maka Allah menjadikan hari Jum’at, Sabtu dan Ahad, dan mereka (umat sebelum kita) berada di belakang kita pada hari kiamat.

نَحْنُ اْلآخِرُوْنَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا وَاْلأَوَّلُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمَقْضِيَّ لَهُمْ قَبْلَ الْخَلاَئِقِ.

Kita datang paling akhir di dunia, tetapi paling awal datang di hari kiamat yang telah ditetapkan untuk mereka sebelum diciptakan seluruh makhluk”

[HR Muslim, no. 856]

Bahkan hari jum’at adalah hari rayanya kaum muslimiin!

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini (yaitu hari jum’at) adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Maka mandilah dan hendaklah kalian bersiwak”

(HR Thabraniy dalam Mu’jam Ash-Shaghir, dan dinilai shahiih oleh Syaikh Al-Albani)

Dari Anas bin Maalik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

أَتَانِي جِبْرِيلُ وَفِي يَدِهِ كَالْمِرْآةِ الْبَيْضَاءِ فِيهَا كَالنُّكْتَةِ السَّوْدَاءِ

Jibril pernah mendatangiku, dan di tangannya ada sesuatu seperti kaca putih. Di dalam kaca itu, ada titik hitam.

فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيلُ مَا هَذِهِ ؟ ، قَالَ : هَذِهِ الْجُمُعَةُ

Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, ini apa?” Beliau menjawab, “Ini hari Jumat.”

قال : قُلْتُ : وَمَا الْجُمُعَةُ ؟ ، قَالَ : لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

Saya bertanya lagi, “Apa maksudnya hari Jumat?” Jibril mengatakan, “Kalian mendapatkan kebaikan di dalamnya.”

قَالَ : قُلْتُ : وَمَا لَنَا فِيهَا ؟ ، قَالَ : يَكُونُ عِيدًا لَكَ وَلِقَوْمِكَ مِنْ بَعْدِكَ ، وَيَكُونُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى تَبَعًا لَكَ

Saya bertanya, “Apa yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Hari jumat menjadi hari raya bagimu dan bagi kaummu setelahmu. Sementara, orang Yahudi dan Nasrani mengikutimu (hari raya Sabtu–Ahad).”

قَالَ : قُلْتُ : وَمَا لَنَا فِيهَا ؟ ، قَالَ : لَكُمْ فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا مِنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ هُوَ لَهُ قَسْمٌ إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ ، أَوْ لَيْسَ لَهُ بِقَسْمٍ إلَّا ادَّخَرَ لَهُ عِنْدَهُ مَا هُوَ أَفْضَلُ مِنْهُ ، أَوْ يَتَعَوَّذُ بِهِ مِنْ شَرٍّ هُوَ عَلَيْهِ مَكْتُوبٌ إلَّا صَرَفَ عَنْهُ مِنَ الْبَلَاءِ مَا هُوَ أَعْظَمُ مِنْهُ

Aku bertanya, “Apa lagi yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Di dalamnya, ada satu kesempatan waktu; jika ada seorang hamba muslim berdoa bertepatan dengan waktu tersebut, untuk urusan dunia serta akhiratnya, dan itu menjadi jatahnya di dunia, maka pasti Allah kabulkan doanya. Jika itu bukan jatahnya maka Allah simpan untuknya dengan wujud yang lebih baik dari perkara yang dia minta, atau dia dilindungi dan dihindarkan dari keburukan yang ditakdirkan untuk menimpanya, yang nilainya lebih besar dibandingkan doanya.”

قَالَ : قُلْتُ لَهُ : وَمَا هَذِهِ النُّكْتَةُ فِيهَا ، قَالَ : هِيَ السَّاعَةُ وَهِيَ تَقُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهُوَ عِنْدَنَا سَيِّدُ الْأَيَّامِ الَّتِي اخْتَارَهَا ، وَنَحْنُ نَدْعُوهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَوْمَ الْمَزِيدِ

Aku bertanya lagi, “Apa titik hitam ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah kiamat, yang akan terjadi di hari Jumat. Hari ini merupakan pemimpin hari yang lain menurut kami. Kami menyebutnya sebagai “yaumul mazid”, hari tambahan pada hari kiamat.”

قَالَ : قُلْتُ : مِمَّ ذَاكَ ؟

Aku bertanya, “Apa sebabnya?”

قَالَ : لِأَنَّ رَبَّكَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اتَّخَذَ فِي الْجَنَّةِ وَادِيًا مِنْ مِسْكٍ أَبْيَضَ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ هَبَطَ مِنْ عِلِّيِّينَ عَلَى كُرْسِيِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ثُمَّ حُفَّ الْكُرْسِيُّ بِمَنَابِرَ مِنْ ذَهَبٍ مُكَلَّلَةٍ بِالْجَوَاهِرِ

Jibril menjawab, “Karena Rabbmu, Allah, menjadikan satu lembah dari minyak wangi putih. Apabila hari Jumat datang, Dia Dzat yang Mahasuci turun dari illiyin di atas kursi-Nya. Kemudian, kursi itu dikelilingi emas yang dihiasi dengan berbagai perhiasan.

ثُمَّ يَجِيءُ النَّبِيُّونَ حَتَّى يَجْلِسُوا عَلَيْهَا وَيَنْزِلُ أَهْلُ الْغُرَفِ حَتَّى يَجْلِسُوا عَلَى ذَلِكَ الْكَثِيبِ

Kemudian, datanglah para nabi, dan mereka duduk di atas mimbar tersebut. Kemudian, datanglah para penghuni surga dari kamar mereka, lalu duduk di atas bukit pasir.

ثُمَّ يَتَجَلَّى لَهُمْ رَبُّهُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، ثُمَّ يَقُولُ : سَلُونِي أُعْطِكُمْ ، قَالَ : فَيَسْأَلُونَهُ الرِّضَا ، فَيَقُولُ : رِضَائِي أُحِلُّكُمْ دَارِي وَأُنِيلُكُمْ كَرَامَتِي فَسَلُونِي أُعْطِكُمْ ، قَالَ : فَيَسْأَلُونَهُ الرِّضَا ، قَالَ : فَيُشْهِدُهُمْ أَنَّهُ قَدْ رَضِيَ عَنْهُمْ

Kemudian, Rabbmu, Allah, Dzat yang Mahasuci lagi Mahatinggi, menampakkan diri-Nya kepada mereka, dan berfirman, “Mintalah, pasti Aku beri kalian!” Maka mereka meminta ridha-Nya. Allah pun berfirman, “Ridha-Ku adalah Aku halalkan untuk kalian rumah-Ku, dan Aku jadikan kalian berkumpul di kursi-kursi-Ku. Karena itu, mintalah, pasti Aku beri!” Mereka pun meminta kepada-Nya. Kemudian Allah bersaksi kepada mereka bahwa Allah telah meridhai mereka.

قَالَ : فَيُفْتَحُ لَهُمْ مَا لَمْ تَرَ عَيْنٌ ، وَلَمْ تَسْمَعْ أُذُنٌ ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، قَالَ : وَذَلِكُمْ مِقْدَارُ انْصِرَافِكُمْ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

Akhirnya, dibukakanlah sesuatu untuk mereka, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati seseorang. Dan itu terjadi selama kegiatan kalian di hari jumat

ثُمَّ يَصْعَدُ عَلَى كُرْسِيِّهِ ، وَيَصْعَدُ مَعَهُ الصِّدِّيقُونَ وَالشُّهَدَاءُ ، وَيَرْجِعُ أَهْلُ الْغُرَفِ إِلَى غُرَفِهِمْ دُرَّةٌ بَيْضَاءُ لا فَصْمٌ فِيهِ وَلا نَظْمٌ ، أَوْ يَاقُوتَةٌ حَمْرَاءُ ، أَوْ زَبَرْجَدَةٌ خَضَرَاءُ فِيهَا غُرَفُهَا وَأَبْوَابُهَا ، مُطَّرِدَةٌ فِيهَا أَنْهَارُهَا ، مُتَذَلِّلَةٌ فِيهَا أَثْمَارُهَا ، فِيهَا أَزْوَاجُهَا وَخَدَمُهَا

Kemudian (Allah) naik ke atas kursiNya, lalu naiklah para syuhadaa’ dan shiddiqin. dan para penghuni kamar-kamar surga kembali ke kamar-kamar mereka yang terbuat dair mutiara putih, tanpa ada keretakan dan aib, atau dari permata yaqut merah atay zamrud hijau. Kamar dan pintunya terbuat darinya. Sungai-sungai tak henti-hentinya mengalir dan buah-buahannya bergelatungan, dan didalamnya terdapat para istri dan pelayang.

قَالَ : فَلَيْسُوا إلَى شَيْءٍ أَحْوَجَ مِنْهُمْ إلَى يَوْمِ الْجُمُعَةِ لِيَزْدَادُوا إلَى رَبِّهِمْ نَظَرًا ، وَلِيَزْدَادُوا مِنْهُ كَرَامَةً

sehingga tidak ada yang lebih mereka nantikan, melebihi hari Jumat, agar mereka bisa semakin sering melihat Rabb mereka dan mendapatkan tambahan kenikmatan dari-Nya

(H.r. Ibnu Abi Syaibah, Thabrani dalam Al-Ausath, Abu Ya’la dalam Al-Musnad, dikatakan syaikh al-albaaniy sanadnya “hasan li ghayrihi” dalam Shahiih at targhiib wat tarhiib no. 3761)

  1. Shalat paling utama disisi Allah adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjama’ah

إن أفضل الصلاة عند الله صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة.

“Sesungguhnya seafdhal-afdhal shalat disisi Allah, adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjama’ah”

(HR Abu Nu’aym, dishahihkan al Albani rahimahullah dalam Silsilatul Ahaadits Shahiihah, no.1566 (4/91) dan Shahiih Jaami’ ash-Shaghir no.1999.)

  1. Waktu yang mustajab untuk berdo’a ada pada hari jum’at

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ خَيْراً إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ: وَهِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ.

“Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.”

Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.

(HR. Bukhari Muslim)

Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:

a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at

Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya,

“Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?”

Lalu Abu Burdah mengatakan,

“Aku mendengar Rasulullah bersabda,

‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’”

(HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.

b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوْجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئاً إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ، فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.

“Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.”

(HR. Abu Dawud)

Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa,

“Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”

  1. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:

“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.”

(HR. Bukhari)

Adab hari jum’at sesuai sunnah Råsulullåh (ﷺ)

Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat.

  1. Memperbanyak Sholawat Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku“

Para sahabat berkata:

‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’

Nabi bersabda:

‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”

(Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)

Shalawat yang syar’i yaitu:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad an nabiyyil ummiyyi.

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi]”

(Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 60. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa hadits ini shohih)

atau

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid”

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]

atau

اللّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Allåhumma shålli ‘alaa muhammad wa ‘alaa ali muhammad,

كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

kamaa shålayta ‘alaa ibråhiim wa ‘alaa ali ibråhiim innaka hamidum majiid,

اللهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

Allåhumma baarik ‘alaa muhammad wa ‘alaa ali muhammad,

كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

kamaa baaråkta ‘alaa ibrohiim wa ‘alaa ali ibråhiim innaka hamidum majiid

artinya:

“Ya, Allah curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

“Ya Allah, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

(HR. Al Bukhari dan Muslim)

  1. Mandi Jumat

Mandi jum’at adalah termasuk sesuatu yang disyari’atkan, dan memiliki keutamaan yang besar.

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rosulullah shalllaahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ غُسْلَ اْلجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنمَّاَ قَرَّبَ بَدَنَةً وَ مَنْ رَاحَ فىِ السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنمَّاَ قَرَّبَ بَقَرَةً وَ مَنْ رَاحَ فىِ السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنمَّاَ قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَ مَنْ رَاحَ فىِ السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنمَّاَ قَرَّبَ دَجَاجَةً وَ مَنْ رَاحَ فىِ السَّاعَةِ اْلخَامِسَةِ فَكَأَنمَّاَ قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَامُ حَضَرَتِ اْلمـَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ

“barangsiapa MANDI hari jum’at seperti mandi janabat kemudian berangkat maka seolah-olah ia berkurban seekor unta. Barangsiapa yang berangkat pada saat yang kedua maka seolah-olah ia berkurban seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada saat yang ketiga maka seolah-olah ia berkurban seekor kambing yang dewasa. Barangsiapa yang berangkat pada waktu yang keempat maka seolah-olah ia berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang berangkat pada saat yang kelima maka seolah-olah ia berkurban sebutir telur. Maka apabila imam telah keluar maka para malaikat hadir untuk mendengarkan khutbah”.

[Telah mengeluarkan hadits ini al-Bukhaariy dan selainnya].

Dari Abu Dzarr, dari Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ غُسْلَهُ وَ تَطَهَّرَ فَأَحْسَنَ طَهُوْرَهُ وَ لَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ وَ مَسَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ مِنْ طِيْبِ أَهْلِهِ ثُمَّ أَتَى اْلجُمُعَةَ وَ لَمْ يَلْغُ وَ لَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ غُفِرَ لَهُ مِنْ بَيْنِهِ وَ بَيْنَ اْلجُمُعَةِ اْلأُخْرَى

“Barangsiapa MANDI pada hari jum’at lalu ia membaguskan mandinya, bersuci lalu ia membaguskan bersucinya, memakai dari pakaian yang terbagusnya, menggunakan wewangian keluarganya yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya. Kemudian ia mendatangi jum’at, tidak berbicara dan tidak pula memisahkan antara dua orang (yang sedang duduk) maka diampuni baginya (dosa-dosanya) antaranya dan antara jum’at berikutnya”.

[Hadits Hasan, diriwayatkan Ibnu Majah, dihasankan Syaikh al Albaaniy].

Dari Salman al-Farisiiy, ia berkata, “telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam:

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ وَ يَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَ يَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ طِيْبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يُخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اْلجُمُعَةِ اْلأُخْرَى

Tidaklah seseorang MANDI pada hari jum’at, bersuci apa yang ia sanggupi dari bersuci, menyemprotkan wewangian dari wewangiannya atau menggunakan harum-haruman rumahnya kemudian ia keluar serta tidak memisahkan antara dua orang lalu ia sholat apa yang telah ditetapkan untuknya kemudian ia diam ketika imam berbicara (berkhutbah)… melainkan diampuni baginya apa yang di antaranya dan antara jum’at berikutnya”.

[Telah mengeluarkan hadits ini al-Bukhoriy: 883, 910. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Mukhtashor Shahiih al-Imaam al-Bukhooriy: 473, Shahiih al-Jaami’ ash-Shahiir: 7736, Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib: 689 dan Misykaah al-Mashoobiih: 1381].

Dari Aus bin Aus ats-Tsaqofiy, ia berkata, ”aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ وَ اغْتَسَلَ وَ بَكَّرَ وَ ابْتَكَرَ وَ مَشَى وَ لَمْ يَرْكَبْ وَ دَنَا مِنَ اْلإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَ لَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَ قِيَامِهَا

”barangsiapa menjimak (istrinya)* pada hari jum’at dan MANDI (dari sebabnya), bersegera datang dan bergegas, berjalan dan tidak berkendaraan, menyimak dan tidak berbicara maka baginya setiap langkahnya sebanding dengan amalan setahun pahala shoum dan menegakkannya”.

[HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Tirmidizy, dan selainnya, dishahiihkan syaikh al albaaniy].

  • [Perkataan غسّل yaitu menjimak istrinya lalu ia membutuhkan mandi. Yang demikian itu agar lebih menjaga (pandangan) di dalam perjalanannya apabila ia keluar menuju jum’at dan mandi setelah berjimak. Dan بكّر yaitu mendatangi sholat di awal waktunya dan ابتكر (bergegas) untuk mendapatkan awal khutbah. Catatan kaki dari Misykaah al-Mashoobiih: I: 437 dan Shahiih at-Targhiib wa at-Tarhiib: I: 290. Baca pula Bahjah an-Naazhiriin: II: 318]

Adapun hukumnya, maka ia adalah SUNNAH MU’AKKADAH bagi setiap muslim pria yang telah baligh, yang diwajibkan shalat jum’at padanya. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat.

Dalil-dalilnya adalah:

dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barangsiapa berwudhu’, lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum’at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum’atnya.” (HR. Muslim)

Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya menyebutkan wudhu’ dan hanya menfokuskan padanya, tidak pada mandi, lalu menilainya sah sekaligus menyebutkan pahala yang diperoleh dari hal tersebut. Dengan demikian, hal itu menunjukkan wudlu’ saja sudah cukup dan tidak perlu mandi. Dan bahwasanya mandi itu bukan sesuatu yang wajib, tetapi Sunnah Mu’akkadah.

Imam al Nawawi rahimahullah, dalam Syarh Shahih Muslim, ketika memberikan syarah hadits, “siapa yang mandi kemudian mendatangi Jum’at, lalu shalat sebagainya yang dia mampu, lalu memperhatikan khutbah hingga selesai, lalu shalat bersama Imam, maka diberi ampunan untuknya pada hari itu sampai dengan hari Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya,” beliau menyitir riwayat di atas. Kemudian berkata, “di dalam hadits (pertama) terdapat keutamaan mandi. Dan itu bukan hal yang wajib berdasarkan riwayat kedua. Di dalamnya terdapat anjuran berwudlu’ dan memperbagusnya.”

Dari Samurah bin Jundub berkata, ”Rosulullah shallalaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اْلجُمُعَةَ فَبِهَا وَ نِعْمَتْ وَ مَنِ اغْتَسَلَ فَاْلغُسْلُ أَفْضَلُ

”barangsiapa berwudlu pada hari jum’at maka ia telah mendapatkan sunnah dan juga kebaikannya. Dan barangsiapa yang mandi maka mandi itu lebih utama”.

[Telah mengeluarkan hadits ini at-Tirmidziy: Abu Dawud, an Nasaa-iy, Ibnu Maajah, Ahmad, dan selainnya; dishahiihkan syaikh al albaaniy].

Ibnu Hajar mencantumkan hadits ini dalam Bulughul Maram sesudah hadits yang menunjukkan wajibnya mandi Jum’at. Dan berdasarkan hadits ini, Jumhur mendasarkan pendapat mereka.

Imam al Shan’ani dalam Subul al-Salam berkata, “hadits ini menjadi dalil tidak wajibnya mandi.”

Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al Kiram berkata, “hadits ini menguatkan pendapat Jumhur bahwa mandi hari Jum’at tidak wajib.”

Dari Aisyah, bahwasanya ia berkata, “Manusia datang menghadiri jum’at dari rumah-rumah mereka yaitu dari al-Awaliy*. Mereka datang dengan mengenakan mantel dan debu juga menimpa mereka. Maka keluarlah bebauan dari mereka. Datanglah salah seorang dari mereka kepada Rosulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam, sedangkan Beliau ada di sisiku. Maka beliau bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَطَهَّرْتُمْ لِيَوْمِكُمْ هَذَا

”andaikan kalian bersuci (mandi) untuk hari kalian ini”.

[Telah mengeluarkan hadits ini Bukhaariy, dan selainnya].

*al-Awaliy adalah nama suatu tempat yang berjarak sekitar empat mill atau lebih dari kota Madinah. [Fath al-Baariy: II: 386]

Lafadz hadits ini memberikan pengertian bahwa mandi hari Jum’at itu bukan suatu yang wajib. Pengertian dari sabda beliau di atas adalah, “niscaya akan lebih baik dan lebih sempurna.” (Syarh Shahih Muslim: IV/382)

Rasuulullaah bersabda:

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

“Mandi hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang bermimpi. Begitu pula dengan bersiwak dan memakai wewangian jika mampu melaksanaknnya (jika ada).”

(Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari no. 880 dan Muslim no. 846)

Lahiriyah hadits ini menunjukkan bahwa memakai siwak dan wewangian adalah wajib. Padahal menurut kesepakatan yang ada tidak demikian. Hal itu menunjukkan bahwa sabda beliau “wajib” itu bukan makna yang sebenarnya. Namun, maksudnya adalah sunnah mu’akkadah. Sebab tidak dibenarkan penggabungan sesuatu yang wajib dan sesuatu yang tidak wajib dalam satu kata sambung wawu (artinya: dan). Wallaahu a’lam

(lihat al Mufhim Limaa Asykala Talkhiish Kitab Muslim, Imam al Qurtubi: II/479-480 ; Fathul Baari, Ibnul Hajar: II/356-364 ; dan Zaad al Ma’ad, Ibnul Qayyim: I/376-377)

Ibnu Qudamah berkata,

“tidak ada perbedaan mengenai disunnahkannya hal tersebut. Dalam hal itu terdapat banyak atsar shahih sehingga hal itu bukanlah sesuatu yang wajib menurut pendapat mayoritas ulama. Itu merupakan pendapat al Auza’i, al-Tsauri, Malik, al-Syafi’i, Ibnul Mundzir, dan Ashabul Ra’yi. Ada yang berpendapat yang demikian itu adalah ijma.”

(al Mughni, Ibnu Qudamah: III/225)

Imam Ibnu ‘Abdil Barr berkata,

“para ulama telah bersepakat bahwa mandi hari Jum’at bukan suatu yang wajib, kecuali satu kelompok dari penganut paham al-Dzahiriyah. Mereka mewajibkan dan bersikap keras dalam hal itu. Sedangkan di kalangan ulama dan fuqaha’ terdapat dua pendapat: salah satunya menyebut sunnah dan yang lainnya mustahab. Bahwasanya perintah mandi Jum’at itu karena suatu alasan sehingga ketika alasan itu sudah ditangani, gugurlah perintah tersebut. Sesungguhnya pemakaian wangi-wangian sudah cukup memadai.”

(al-Tamhiid: XIV/151-152)

Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa, mandi hari Jum’at sunnah, bukan wajib. Telah diriwayatkan dari Umar, Utsman, Ibnu Mas’ud, ‘Aisyah, dan sahabat-sahabat lainnya. hal ini juga yang telah disampaikan Jumhur Fuqaha’ seperti al-Tsauri, al-Auza’i, Abu Hanifah, al-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Selain itu juga diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Malik. Maka perintah mandi diartikan sebagai sesuatu yang sunnah.

(Fath al Baari, Ibnu Rajab: (VIII/78-82)

Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah juga berpendapat bahwa mandi hari Jum’at hukumnya sunnah mu’akkadah. Beliau berkata,

“mandi hari Jum’at itu sunnah mu’akkadah, yang senantiasa harus dijaga seorang muslim dalam rangka keluar dari orang yang mewajibkannya. . . .

Yang benar adalah bahwa bahwa mandi hari Jum’at itu sunnah mu’akkadah.

Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Mandi Hari Jum’at itu wajib bagi setiap yang telah baligh,” maknanya menurut mayoritas ulama sudah sangat jelas sebagaimana ungkapan orang Arab: “janji itu hutang dan wajib bagiku untuk melunasinya.” Sebagian mereka mengemukakan: “Aku wajib memenuhi hak anda,” dan itu berarti penekanan.

Hal tersebut juga ditunjukkan oleh kebijakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sudah cukup dengan hanya memerintahkan berwudlu’ saja dalam beberapa hadits. Demikian halnya dengan memakai wewangian, bersiwak, mengenakan pakain terbagus, dan segera berangkat ke tempat pelaksanaan Jum’at (masjid). Semua itu merupakan hal yang sunah, memang dianjurkan, dan bukan suatu yang wajib.”

(disarikan dari fatwa-fatwa Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz. Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh bin Bazz (XII/404), al-Fataawa al-Islaamiyyah (I/419). DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al Qahthani dalam Shalatul Mukmin, mennuturkan keterangan Syaikh bin Bazz ini didengarnya beberapa kali saat mengupas Shahih Bukhari no. 818 dan seterusnya.)

Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa.

Rasulullah bersabda:

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ

“Barang siapa mandi Jumat, (–hendaklah mandi seperti–) mandi janabah.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Menggunakan Pakaian Terbagus dan Minyak Wangi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاسْتَاكَ وَمَسّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ ثُمَّ خَرَجَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمَسْجِدَ فَلَمْ يَتَخَطَّ رِقَابَ النَّاسِ ثُمَّ رَكَعَ مَا شَاءَ أَنْ يَرْكَعَ ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الَّتِي قَبْلَهَا

““Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, memakai pakaiannya yang terbagus dan memakai wewangian jika punya, kemudian mendatangi (shalat) Jum’at tanpa melangkahi orang-orang (yang sedang duduk), kemudian shalat (sunnah mutlak) sekuat kemampuan (yang Allah berikan padanya), kemudian diam seksama apabila imamnya datang (untuk berkhuthbah) sampai selesai shalatnya, maka itu menjadi penghapus dosa-dosa antara hari Jum’at tersebut dengan Jum’at yang sebelumnya.””

(HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian Abu Hurrayrah berkata:

“Dan itu masih ditambah dengan tiga hari, sesungguhnya Allah membalas satu kebaikan dengan sepuluh kebaikan yang semisal.”

  1. Bersiwak

Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya membuat Bab khusus tentang ditekankannya bersiwak pada hari Jum’at yaitu dalam dalam Kitabul Jumu’ati Bab Ath-Thibbi Lil Jumu’ati, no. 880 dan Bab As-Siwaki Yaumul Jumu’ati, no.hadits 887, 888, dan 889.

  1. Tidak melakukan tahalluq (membuat halaqah-halaqah) atau pertemuan pengajian sebelum shalat Jum’at.

Didasarkan pada hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن الشراء والبيع في المسجد، وأن تُنشد فيه الضالة، وأن ينشد فيه الشِّعر، ونهى عن التحلق مثل الصلاة يوم الجمعة.

“Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli di dalam masjid, mengumumkan barang yang hilang, melantunkan syair, dan beliau juga melarang mengadakan halaqah-halaqah sebelum shalat Jum’at”.

[Shahih; diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1079 dan yang lainnya. ]

Tahalluq di sini mempunyai dua makna, yaitu secara lughawiy (bahasa) dan syar’iy (syari’at). Makna secara lughawiy dari tahalluq adalah : sekumpulan orang yang duduk melingkar seperti lingkaran pintu. Sedangkan tahalluq adalah bentuk aktif dari kata halaqah yang artinya sengaja melakukan hal itu.

Sedangkan istilah syar’iy : berkumpul untuk satu pelajaran (pengajian) walaupun ia tidak duduk secara melingkar. Dan kedua arti ini masuk dalam larangan hadits. [Lihat : Al-Lum’ah fii Hukmil-Ijtimaa’ li-Darsi Qablal-Jum’ah oleh Muhammad Musa Nashr.]

  1. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid dan istirahat siang setelahnya

Abu Huråiråh rådhiyallåhu ‘anhu berkata bahwa,

“Nabi (ﷺ) bersabda,

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ

“Apabila hari Jum’at telah tiba, para Malaikat berdiri di setiap pintu Masjid, mencatat orang yang pertama-tama datang dan seterusnya.

فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

Apabila Imam telah datang (naik mimbar), maka mereka pun menutup shuhuf (buku catatan) dan bersegera untuk mendengarkan khutbah.

وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي الْبَدَنَةَ

Perumpamaan orang yang pertama-tama datang adalah seperti berkorban dengan seekor unta.

ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً

Kemudian orang yang datang sesudah itu, seperti orang yang berkurban dengan seekor lembu.

ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْكَبْشَ

Kemudian seperti orang yang berkurban kibas.

ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الدَّجَاجَةَ

Kemudian seperti orang yang berkurban dengan seekor ayam.

ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْبَيْضَةَ

Dan kemudian seperti orang yang berkurban dengan sebutir telur.”

(HR. Muslim)

Anas bin Malik berkata,

“Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.”

(HR. Bukhari).

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,

“Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.”

(Lihat Fathul Bari II/388)

  1. Berjalan kaki ke masjid, kecuali jika ada hajat

Dari Aus bin Aus, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

من اغتسل يوم الجمعة وغسَّل، وغدا وابتكر، ومشى ثم لم يركب، ودنا من الإمام، وأنصت ولم يلغ : كان له بكل خطوة عمل سنة صيامها وقيامها

“Barangsiapa yang mandi dan keramas pada hari Jum’at, bersegera pergi (menuju masjid) dengan berjalan kaki tanpa berkendaraan, mendekat kepada imam, diam dan tidak berkata-kata sia-sia : maka baginya pada setiap langkahnya itu pahala amal setahun, (yaitu) puasa dan shalat malamnya”.

[Shahih; diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 496, An-Nasa’iy (3/95), Abu Dawud no. 345, dan Ibnu Majah no. 1087; terdapat dalam shahiihul jaami’ no. 6405]

*untuk pertimbangan pengamalan hadits ini, semoga artikel berikut bermanfaat: “Panduan dalam memilih masjid”

Dari ‘Ubaayah bin Rifaa’ah, ia berkata : “Abu ‘Absin pernah mendapatiku ketika aku hendak pergi menuju shalat Jum’at. Maka ia berkata : “Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

‘Barangsiapa yang kakinya berdebu di jalan Allah, niscaya Allah akan haramkan baginya api neraka”

[Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 907]

  1. Tidak tergesa-gesa ketika datang ke masjid

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ

“Jika shalat sudak ditegakkan (iqamatnya) janganlah kalian mendatnginya dengan tergesa-gesa. Datangilah dengan berjalan tenang.”

[HR. Bukhariy]

Dalam riwayat Abu Dawud,

إِذَا سَمِعْتُمُ اْلإِقَامَةَ فَامْشُوْا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَالْوَقَارِ.

“Jika kalian mendengar iqamat, maka berjalanlah menuju shalat dengan tenang dan perlahan-lahan (tidak terburu-buru.”

[HR Abu Dawud, no. 343. Lihat Shahih Al Jami’, no. 6066]

  1. Shalat sunnah tahiyatul masjid

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ

“Jika seorang dari kalian masuk masjid, maka shalatlah dua raka’at sebelum ia duduk.”

(Bukhåriy-Muslim)

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا.

“Jika seorang dari kalian datang (untuk) pada hari Jum’at sementara imam sedang berkhuthbah, maka shalatlah dua raka’at, dan ringankanlah shalatnya tersebut.”

(Bukhåriy-Muslim)

  1. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau Khatib

Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَخْلُوَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى وَفَضْلُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ.

“Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.”

(HR. Muslim)

  1. Tidak ada qabliyah jum’at

Syaikh Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. berkata:

“Di antara kaum muslimin ada yang setelah mendengar adzan pertama, langsung berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat sebagai shalat sunnah Qabliyah Jum’at.

Dalam hal ini perlu saya katakan, saudaraku yang mulia, shalat Jum’at itu tidak memiliki shalat sunnah Qabliyah, tetapi yang ada adalah shalat Ba’diyah Jum’at.”

(kemudian beliau mengutip perkataaan Syaikh al-Albaniy):

Al-Albani rahimahullah mengatakan:

“Semua hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak ada yang shahih sama sekali, yang sebagian lebih dha’if dari sebagian yang lain” [Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 232)]

[Disalin ALMANHAJ dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa’ asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at; Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

  1. Mendekati khåtib untuk mendengarkan khutbah

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

احْضُرُوا الذِّكْرَ وَادْنُوْا مِنَ اْلإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لاَ يَزَالُ يَتَبَاعَدُ حَتَّى يُؤَخَّرُ فِي الْجَنَّةِ وَإِنْ دَخَلَهَا.

“Hadirilah khutbah dan mendekatlah kepada imam (khatib), karena seseorang yang terus menjauh (dari imam), sehingga dia akan diakhirkan (masuk) ke dalam surga meskipun ia (akan) memasukinya.”

(Shåhiyh, HR. Abu Dawud)

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barangsiapa berwudhu’ lalu dia melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian dia mendatangi shalat Jum’at, dilanjutkan dengan mendengar (dan memperhatikan) khutbah tanpa berkata-kata (diam), maka dia akan diberikan ampunan atas dosa yang dilakukan antara hari itu sampai pada hari Jum’at berikutnya dan ditambah dengan tiga hari. Dan barangsiapa yang memegang-megang batu kerikil, maka ia telah berbuat kesia-siaan”

(HR. Muslim)

  1. Diam ketika mendengarkan khutbah (tidak berbicara dan tidak berbuat sia-sia)

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Jika kamu berkata kepada temanmu “diam” ketika imam berkhutbah, maka kamu telah berbuat sia-sia (yakni rusak pahala Jum’atnya).”

(HR. Bukhåriy-Muslim)

Dari Jabir bin ‘Abdullah, Dia berkata,

‘Abdullah bin Mas’ud pernah memasuki masjid ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah berkhutbah. Lalu ia duduk di samping Ubay bin Ka’ab. Kemudian dia bertanya kepada Ubay tentang sesuatu atau mengajaknya berbicara tentang sesuatu, tetapi Ubay tidak menjawabnya. Ibnu Mas’ud mengira Ubay marah.

Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai menunaikan shalatnya, Ibnu Mas’ud berkata,

“Wahai Ubay, apa yang menghalangimu untuk memberi jawaban kepadaku?”

Dia menjawab, “Sesungguhnya engkau tidak menghadiri shalat Jum’at bersama kami.”

“Memangnya kenapa?”, tanya Ibnu Mas’ud.

Ubay menjawab, “Engkau telah berbicara sementara Nabi tengah berkhutbah.”

Maka Ibnu Mas’ud berdiri dan masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menceritakan hal tersebut kepada beliau, maka beliau pun bersabda, “Ubay benar, Ubay benar, taatilah Ubay.”

(Hasan, HR. Abu Ya’la)

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda,

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah lengah (berbuat sia-sia)”

(HR. Muslim)

Perbuatan sia-sia disini bermakna umum, tidak hanya khusus bermain-main dengan kerikil saja. Syaikh Wahid bin ‘Abdis Salam Baali bahkan mengatakan bahwa banyak kaum muslimin perbuatan sia-sia pada saat khutbah, seperti bersiwak dan bersalaman dengan orang disebelahnya (baca: almanhaj.or.id)

  1. Menghadapkan wajah pada imam saat menyampaikan khutbah.

Disunnahkan bagi makmum untuk menghadapkan wajahnya kepada imam saat menyampaikan khutbah. Tidak ada riwayat shahih marfu’ yang menjadi dasar, namun telah tsabit dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma :

“Bahwasannya ketika imam tidak sedang duduk, maka ia (Ibnu ‘Umar) menghadapkan wajah kepadanya.”

[Hasan; diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 5391, dan dari jalan Ibnul-Mundzir (4/74), serta dan Al-Baihaqi (3/199)]

Dari Anas bahwasannya ketika ia datang (ke masjid) pada hari Jum’at, maka ia bersandar ke sebuah tiang menghadap kepada imam”.

At-Tirmidzi berkata (2/283) :

“Para ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya mengamalkan hadits ini, yaitu menyukai untuk menghadap imam ketika ia sedang berkhutbah”

  1. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah

Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil memeluk lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.

(Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

  1. Bergeser dari tempat duduk bila mengantuk.

Dari Ibnu ‘Umar ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى غَيْرِهِ

“Apabila salah seorang di antara kalian mengantuk (di tempat duduknya pada hari Jum’at), hendaklah ia bergeser dari tempt duduknya itu (ke tempat yang lain)”.

[Hasan dengan keseluruhan jalannya; diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1119, At-Tirmidzi no. 526, Ahmad (2/22), dan yang lainnya.]

Hikmah yang terkandung pada perintah bergeser/pindah dari tempatnya semula adalah bahwa dengan bergerak akan menghilangkan rasa kantuk. Atau mungkin hikmahnya adalah berpindah dari tempat yang membuatnya lalai dengan kantuknya tersebut. Hal itu apabila ia tidak merasa berat untuk melakukannya.[Nailul-Authaar (3/298]]

  1. Tidak melangkahi pundak-pundak kaum muslimin

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

ومن لغا وتخطَّى رقاب الناس، كانت له ظهرًا

“Barangsiapa lengah dan melangkahi pundak orang-orang, maka baginya shalat Zhuhur.”

(Hasan, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaymah)

Telah berkata al-Imam an-Nawawi,

“Orang yang masuk masjid, baik pada hari Jum’at atau selainnya dilarang melangkahi tengkuk saudaranya, kecuali jika sangat terpaksa (darurat).” (al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab 4/546)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga mengatakan,

“Tidak boleh bagi siapa saja melangkahi pundak seorang muslim untuk mendapatkan shaf pertama jika di dekatnya tidak ada celah yang dapat diisi baik pada hari Jum’at atau lainnya. Karena hal itu merupakan perbuatan zhalim dan kedurhakaan kepada Allahsubhanahu wata’ala (al-Ikhtiyarat hal 87).

Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan Hafizhahullah berkata,

“Sebagian ulama mengatakan makruh perbuatan ini, dan sebagian yang lain mengharamkannya sebagaimana dikatakan al-Imam an-Nawawi dan Syaikhul Islam. Namun keharaman ini dikecualikan jika orang yang datang lebih dahulu tidak menempati shaf awal, dan membiarkan shaf depan ada celah. Maka dalam hal ini boleh seseorang melangkahi pundak dalam rangka menyempurnakan shaf dan menutup celah yang kosong. Wallahu a’lam.

  1. Tidak Mendesak Orang Lain ketika Shalat

Tidak diragukan lagi bahwa terlalu berdesakan ketika shalat menyebabkan hilang atau berkurangnya kekhusyu’an. Pemandangan seperti ini terjadi khususnya pada hari Jum’at, ketika malam bulan Ramadhan dan semisalnya. Kesalahan ini biasanya dilakukan oleh orang yang datang terlambat namun ingin berada di shaf depan, bahkan tak segan-segan menerobos shaf dengan menggunakan kekuatan ototnya.

Terlalu berdesakan akan menyebabkan orang tidak dapat meletakkan kedua tangannya di dada dengan baik ketika shalat, dan menyebabkan saling berhimpitan terutama ketika sedang duduk atau tahiyat. Dan yang jelas sikap nylonong atau menerobos shaf yang sudah rapat adalah perbuatan merebut hak orang lain dan tidak menghormati jama’ah yang datang lebih awal. Memang benar shaf awal adalah sangat utama, namun mengganggu sesama muslim adalah perbuatan haram. Dan meninggalkan yang haram harus didahulukan daripada mengejar keutamaan.

Yang dituntut bagi seorang muslim adalah hendaknya melapangkan shaf untuk orang lain apabila memungkinkan. Jangan sampai mangambil tempat melebihi dari kebutuhannya dan merasa berat untuk memberi tempat kepada saudaranya padahal masih memungkinkan. Namun bagi yang datang lebih belakang atau terlambat juga harus bersikap toleran dan lemah lembut kepada saudaranya. Hendaknya jangan membuat sempit tempat saudaranya jika shaf tersebut memang sudah tidak mungkin lagi untuk diisi. Islam mengajarkan agar seseorang duduk di belakang atau tempat mana saja yang kosong apabila sudah tidak ada tempat lagi untuk diduduki.

  1. Tidak membuat orang berdiri kemudian duduk di tempatnya.

Dari Jaabir, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

لا يقيمن أحدكم أخاه يوم الجمعة ثم يخالف إلى مقعده فيقعد فيه، ولكن يقول : أفسحوا

“Janganlah salah seorang di antara kalian membuat berdiri saudaranya pada hari Jum’at, kemudian ia menggantikannya duduk di tempat duduknya. Namun hendaknya ia mengatakan : ‘Bergeserlah…”.

[Shahih; diriwayatkan oleh Muslim no. 2177 dan Ahmad (3/295). Dan yang semisal dengannya terdapat dalam Shahihain dari hadits Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma]

Perkataan beliau : “bergeserlah” dilakukan selama imam belum berbicara (dalam khutbahnya). Namun jika sudah berbicara, maka ia memberikan isyarat kepadanya.

  1. Tidak Membaca al-Qur’an dengan Suara Keras

Membaca al-Qur’an di dalam masjid dengan suara keras, selain mengganggu orang yang sedang shalat juga mengganggu orang lain yang sedang membaca al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang perbuatan itu melalui sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhudia berkata,

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamberi’tikaf di dalam masjid, beliau mendengar para shahabat membaca al-Qur’an dengan suara keras, maka beliau bersabda,



ان المصلي يناجي ربه، فلينظر بما يناجيه به . ولا يجحربعضكم على بعض بالقران


Sesungguhnya (orang yang) shålat itu sedang bermunajat kepad Råbbnya. Maka hendaklah ia memperhatikan munajatnya. Dan janganlah satu sama lain (saling) mengeraskan bacaan qur-aan-nya.

(HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)

Syaikhul Islam berkata,

“Tidak boleh bagi siapa pun mengeraskan suara ketika membaca baik di dalam shalat maupun di luar shalat, terutama ketika di dalam masjid karena hal itu dapat mengganggu orang lain.”

Dan ketika ditanya tentang mengeraskan bacaan al-Qur’an di dalam masjid, beliau menjawab,

“Segala perbuatan yang bisa mengganggu orang yang berada di dalam masjid atau yang mengarah pada perbuatan itu maka hal itu terlarang, wallahu a’lam.”

(al-Fatawa 23/61)

Adapun membaca dengan bersuara namun tidak terlalu keras dan tidak mengganggu orang lain maka hal itu dibolehkan sebagaimana banyak tersebut di dalam hadits. Terutama jika yang bersangkutan merasa aman dari perbuatan riya’. Bahkan bisa jadi merupakan keharusan apabila dalam rangka belajar al-Qur’an. Karena tidak diragukan lagi bahwa mengeraskan bacaan dalam kondisi ini akan menggugah hati, menambah semangat dan memberikan manfaat bagi orang lain yang mendengarkannya.

(at-Tibyan, an-Nawawi hal 71)

Dalam shalat malam juga diboleh- kan mengeraskan bacaan selagi dapat menjaga diri dari riya’. Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seseorang membaca sebuah surat dari al-Qur’an pada suatu malam, beliau bersabda,

رَحِمَهُ اللَّهُ لَقَدْ ذَكَّرَنِي آيَةً كُنْتُ أُنْسِيتُهَا

“Semoga Allah memberinya rahmat. Dia telah mengingatkanku akan suatu ayat, yang aku telah dilupakan daripadanya.”

(HR.al-Bukhari dan Muslim).

  1. Tidak Lewat di Depan Orang Shalat

Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzah berkata,

“Berjalan di depan orang shalat di antara dia dan sutrah (pembatas)nya adalah perbuatan haram, karena mengganggu dan mengacaukan konsentrasinya dalam bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Perbuatan ini dilarang dengan keras dan pelakunya mendapatkan ancaman yang sangat berat, sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan bahwa berdiri selama empat puluh (hari atau bulan atau tahun, perawi tidak tahu persis-red) adalah lebih baik daripada lewat di hadapan orang yang sedang shalat.

Oleh karena itu dibolehkan bagi yang sedang shalat untuk mencegah orang yang akan melewatinya, jika sekiranya masih ada jalan lain yang memungkinkan untuk dilewati. Karena dalam sebuah hadits yang bersumber dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya,

“Jika salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah (yang menghalangi) orang (untuk lewat), lalu ada seseorang yang mau melewatinya maka tahanlah dia. Apabila menolak maka lawanlah dia karena dia adalah syetan.”

(HR.al-Bukhari dan Muslim)

  1. Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari – rahimahullah – (no. 1165) dan Muslim – rahimahullah (no. 729) dari hadits Ibnu ’Umar radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata :

“Aku pernah melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dua raka’at sebelum shalat Dhuhur, dua raka’at setelah shalat Dhuhur, dua raka’at setelah shalat Jum’at, dua raka’at setelah shalat Maghrib, dan dua raka’at setelah shalat ‘Isya’”.

Diriwayatkan oleh Muslim (no. 882)

ari hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

إذا صلى أحدكم الْجُمعة؛ فليصل بعدها أربعًا

“Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat.”

Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata,

“Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.”

(HR. Muslim, Tirmidzi)

Diriwayatkan oleh Muslim (no. 882) dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa :

“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melaksanakan shalat (sunnah) setelah shalat Jum’at hingga ia beranjak dari tempatnya. Maka beliau melaksanakan shalat (sunnah) dua raka’at di rumahnya”.

(HR. Muslim)

Maka shalat ba’diyah jum’at ada beberapa cara:

– Empat raka’at di mesjid (baik dengan sekali salam, maupun dua salam)
– Dua raka’at di mesjid + dua raka’at di rumah
– Dua raka’at di mesjid atau dirumah (dan dirumah lebih utama)

  1. Membaca Surat al-Kahfi

Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya

“Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.”

(HR. Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya)

Adapun tentang membaca surat yaasin, maka hadits-haditsnya dhaif. Simak penjelasannya disini

Demikianlah sekelumit etika yang seharusnya diperhatikan bagi setiap muslim yang hendak menghidupkan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di hari Jumat. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa di atas sunnah Nabi-Nya dan selalu istiqomah di atas jalan-Nya. aamiin.

Wallahu a’lam bish shåwwab


Maraji’:

– Kitab Do’a dan Wirid, al-Ustadz Yazid bin ‘Abdil Qadir Jawwas Hafizhåhullåh, Pustaka Imam Asy-Syafi’i

– Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu, Pustaka Al-Kautsar

– Amalan dan Waktu yang Diberkahi, Pustaka Ibnu Katsir

– al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa’ asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, dari almanhaj.or.id

– Majalah Al Furqon edisi 8 tahun II oleh Abu Abdirrohman Bambang Wahono

– Majalah al-Furqan edisi 2 tahun VII oleh al-Ustadz Arief Syarifuddin, Lc; dari almanhaj.or.id

– Dan Artikel http://www.muslim.or.id dan http://www.muslimah.or.id

– “Ahkam Hudhur al-Masajid”, Abdullah bin Shalih al-Fauzan, edisi Indonesia “Adab Masuk Masjid” Pustaka Azzam(hal 161-168) dengan penyesuaian bahasa. (Abu Ahmad); dari Blog-nya Ibnu Ja’far

– Yang Seharusnya Dilakukan Makmum Dari Keluar Rumah Saat Hendak Menunaikan Shalat Jum’at Hingga Khutbah Disampaikan oleh al-Akh Abul Jauzaa’

– “JUM’AT : HAKIKAT, KEUTAMAAN DAN SYARI’AT”, Oleh: Ustadz Arief Syarifuddin Lc Hafizhahullah, Disalin almanhaj.or.id dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun VIII/1425H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.

Artikel abuzuhriy.com

Barokallohufyikum !!!

SURAT CINTA BUAT PARA PEMBENCI NEGERI SAUDI ARABIA

Negeri saudi arabia bukanlah khilafah di zaman para Sahabat radhiallahu anhum dan rajanya juga bukanlah Mu’awiyyah bin Abu Sufyan-radhiallahu anhuma demikian juga ulamanya bukanlah Ibnul Musayyib, bukan pula Ibnu Sirin ataupun Sulaiman bin Yasar bahkan tidak pula mendekati derajat Al Imam Asy Syafi’i ataupun Al Imam Al Auzai rahimahumullah.

Kalau kalian mencari-cari kesalahannya niscaya kalian pasti akan mendapatinya sangat banyak, bahkan bukankah kesalahan-kesalahan sudah menjadi tabi’at manusia?

Jika engkau terus-menerus mencari-cari kesalahan saudaramu sama saja jika engkau memaksanya menjadi malaikat, sesuatu yang mustahil bukan?

Wahai Saudaraku…

Negeri Saudi Arabia bukanlah Khilafah di zaman para Sahabat radhiallahu anhum dan rajanya juga bukanlah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah demikian juga ulamanya bukanlah Urwah bin Zubair, bukan pula Al Hasan Al Bashri ataupun Muhammad bin Syihab bahkan tidak pula menghampiri derajat Al Imam Ahmad ataupun Imam Sufyan Ats Tsauri rahimahumullah.

Kalau kalian membandingkan negeri yang sempurna seperti negerinya Umar bin Al Khaththab atau pemimpin setegar Utsman bin Affan radhiallahu anhuma maka sungguh di mata kalian negeri Saudi Arabia saat ini hanyalah sampah.

Tapi wahai saudaraku…

Tunjukkan kepadaku negeri manakah yang saat ini lebih baik dari Kerajaan Saudi Arabia?

Di negeri tersebut Tauhid diserukan, Sunnah di da’wahkan, hukum Had ditegakkan, ketika adzan dikumandangkan pasar-pasar menjadi sepi, para pedagang meninggalkan dagangannya kemudian menyusun shaf menyambut panggilan Allah ‘Azza Wa Jalla.

Sungguh ini adalah miniatur sebuah negeri yang mencoba menegakkan Syariat Islam semampu mereka.

Sekali lagi wahai saudaraku…

Yang baik aku tekankan bahwa negeri Saudi Arabia bukanlah Khilafah di zaman para Sahabat radhiallahu anhum dan rajanya juga bukanlah Sulaiman bin Abdul Malik rahimahullah demikian juga ulamanya bukanlah Fudhail Ibnu Iyyadh, bukan pula Sa’id bin Jubair ataupun Atha’ bin Abi Rabah bahkan tidak pula menghampiri derajat Al Imam Al Bukhari ataupun Imam At Tirmidzi rahimahumullah.

Wahai Saudaraku…

Sangatlah mengherankanku ketika kalian mengatakan Saudi Arabia tidak peduli dengan kaum Muslimin, baik yang di Suriah, Palestina, Mesir maupun di belahan dunia yang lainnya.

Sungguh aku tak tahu apakah yang telah membutakan matamu sehingga tidak mampu melihat dan membaca berbagai penebaran kebaikan dan bantuan dari Pemerintah dan Rakyat Saudi Arabia di seluruh penjuru dunia.

Milyaran rupiah digelontorkan untuk pengungsi Suriah, bahkan Saudi memasok senjata, mortir maupun anti tank kepada kaum muslimin di Suriah yang sedang berperang dengan kaum kafir Syi’ah Raafidhah dan sekutunya.

Sangat mengherankan ketika dengan mudahnya kalian menemukan berbagai berita tapi kok bisa berita seperti ini terlewatkan, dari ketukan jarimu di atas tablet atau smartphone yang engkau pakai?

Wahai Saudaraku….

Sungguh sangat menakjubkan ketika engkau tidak tahu Milyaran rupiah yang dikucurkan Saudi kepada warga Palestina, sementara di saat yang sama engkau mampu mencari dan mengekspos kesalahan dan kejelekan pemerintah saudi.

Bahkan ketika bantuan itu berada di depan mata kalian, di negeri kita yang tercinta ini, Nusantara negeri seribu pulau, ketika Tsunami memporak-porandakan Aceh sembilan tahun yang lalu, ketika media masa ribut menggembor-gemborkan bantuan yang berupa pinjaman dengan bunga dari negeri-negeri kafir, diam-diam pemerintah dan rakyat saudi telah memberikan bantuan jutaan dolar dalam bentuk hibah alias gratis bin cuma-cuma.

Tertutupkah mata kalian dari itu semua, jika kalian melakukan celaan tersebut karena ketidaktahuan maka alangkah baiknya jika kita diam dari sesuatu yang kita tidak mengetahuinya.

Adapun jika celaan itu muncul karena dorongan kebencian maka sungguh aku hanya bisa meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar melembutkan hati-hati kita.

Wahai Saudaraku…

Sungguh kebaikan pemerintah negeri Haramain sangatlah banyak, bahkan yang menyedihkanku bahwa mereka orang-orang yang sangat keras permusuhan dan kebenciannya terhadap pemerintah Saudi.
Mereka berani menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan yang buruk.

Ternyata di saat yang sama di masa lalu mereka pernah menikmati fasilitas dan berbagai kebaikan dari pemerintah Saudi.

Tanyalah Sa’id Aqil Siraj berapa banyak uang dan bantuan Saudi yang masuk ke kantong dan perutnya? yang di saat dia mencela Saudi yang telah memberinya beasiswa bahkan gaji sehingga dia bisa bergelar doktor.

Sekarang dia justru membangga-banggakan negeri Iran, negerinya Ayatusy-syaithan Khomeini yang telah mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Dengan mengatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah gagal dalam mewujudkan keadilan, dia memuji Iran negerinya para kaum Syi’ah yang mencela Abu Bakar, ‘Umar dan Ibu kita Aisyah dan Hafshah radhiallahu anhum.

Wahai Saudaraku….

Tanyalah kepada para tokoh-tokoh PKS yang banyak kadernya serta saudaranya dari Ikhwanul Muslimin begitu membenci Saudi?

Tanyalah Hidayat Nur Wahid, Anis Matta dan lainnya berapa banyak duit dan bantuan dari Saudi yang mereka nikmati ketika bersekolah di Saudi Arabia atau ketika sekolah di LIPIA?

Demikian juga dengan orang-orang NU yang banyak mendapatkan bantuan dana dari Kerajaan Saudi Arabia?

Wahai Saudaraku…

Bukalah mata kalian terlebih mata hati kalian, kalian mendukung bahkan teriak-teriak memberi dukungan kepada para pejuang di Suriah yang memerangi Basyar Ashad tapi di saat yang sama kalian justru tidak berterima kasih bahkan mencela negeri Saudi Arabia yang jika bukan karena Allah ‘Azza Wa Jalla dan kemudian kesigapan Kerajaan Saudi Arabia mengirimkan bantuan Militer kepada Kerajaan Bahrain maka saat ini mungkin saja Bahrain telah dipimpin oleh orang yang beragama sama dengan Basyar Ashadsehingga tragedi Suriah bisa saja terulang di Bahrain.

Lihatlah wahai saudaraku, jika bukan karena Allah ‘Azza Wa Jalla kemudian dukungan dan fatwa para Ulama Saudi Arabia serta bantuan Dana dari pemerintah Kerajaan Saudi Arabia maka saat ini mungkin saja agama Ahmadiyyah Qadiyaniyyah telah menjadi agama resmi Negeri Pakistan.

Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla merahmati Asy Syaikh Tsanaullah Amru Tisri seorang Salafy yang telah membantah dan melayani Mirza Ghulam Ahmad untuk bermubahalah sehingga Mirza mati dalam keadaan mengenaskan sementara Asy Syaikh Tsanaullah masih hidup bertahun kemudian.

Apakah kalian tidak mengetahui hal itu? Kalau begitu itu sungguh sangat mengejutkan!

Wahai Saudaraku ….

Kesalahan pemerintah Saudi mungkin sangatlah banyak tapi kebaikannya juga sangatlah banyak.

Tak cukup surat singkat ini untuk membeberkan semuanya, maka mari mampir sejenak untuk membaca tulisan ini.

BANTUAN SAUDI ARABIA NEGERINYA WAHHABI KEPADA KAUM MUSLIMIN DI SELURUH DUNIA

Dan itu hanyalah sedikit dari banyaknya kebaikan negeri yang mulia dan penuh berkah ini yang sekali lagi aku katakan bahwa negeri ini juga punya banyak kesalahan, tapi syukurilah ni’mat ini karena masih ada negeri yang semisal Saudi Arabia.

Adapun kesalahannya perbaikilah sesuai dengan tuntunan Rasulullah -Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan mintakanlah ampun kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.

Syukurilah ni’mat ini bahwa masih ada negeri yang di dalamnya tegak hukum Had, Shalat berjama’ah ditegakkan, Rumah-rumah ibadah kaum kafir dilarang untuk didirikan, amar ma’ruf nahi mungkar dilaksanakan dan dianjurkan.

Syukurilah maka mungkin saja Allah ‘Azza Wa Jalla akan menganugerahkan kita ni’mat yang lebih besar yakni Khilafa di atas Minhaj Nubuwwah.

Adapun jika kita memngigkari ni’mat ini maka sungguh aku sangat mengkhawatirkan musibah akan terus menerus menghantam kita, dan terpecahbelahnya kekuatan kaum muslimin disaat ini adalah musibah yang sangat besar dan realita yang sedang terjadi.

Wahai Saudaraku ….

Tersisa pertanyaan untuk diriku dan untuk kalian, ketika kalian sibuk mencela Salafiyyun dengan mengatakannya tidak peduli dengan kaum muslimin, aku jadi ingin bertanya, “di manakah kalian berada ketika kaum Muslimin sedang dibantai di Ambon dan Poso dan apa yang kalian lakukan saat itu, atau jangan-jangan kalian justru bergabung dengan banser NU yang hendak menghalangi kaum muslimin salafiyyun yang hendak berangkat ke Ambon menolong kaum Muslimin di sana dengan bertaruh nyawa. Di mana kalian dan apa yang kalian lakukan saat itu?”

Di saat kalian mencela Negeri Haramain yang telah menggelontorkan dana milyaran dolar bagi kaum muslimin di seluruh dunia apa yang telah kalian sumbangkan untuk Islam dan Kaum Muslimin?

Berapa rupiah yang telah kalian sumbangkan ke penduduk Suriah?
Palestina dan lainnya?

Bahkan berapa rupiah yang telah kalian sumbangkan kepada Saudara-saudara kalian di Aceh? Yogyakarta?

Bahkan berapa rupiah yang kalian sumbangkan kepada sanak saudara kalian yang membutuhkan?

Bahkan berapa rupiah yang telah kalian sumbangkan untuk pembangunan Masjid di tempat kalian?

Atau jangan-jangan Masjid di tempat kalian pun ternyata adalah salah satu dari puluhan bahkan ratusan Masjid di Nusantara ini yang merupakan bantuan dari Negeri Haramain Saudi Arabia?

Jangan sampai doa pun kita lupa panjatkan buat saudara-saudara kita yang menderita dan tertindas di Palestina, Suriah, Somalia, dan Negeri lainnya.

Dan jangan sampai kitapun menjadi tong kosong yang nyaring bunyinya…

Sungguh Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut dihj seberang
lautan tampak…

Kita teriak-teriak bak pahlawan kesorean tapi ternyata sumbangsih kita untuk islam dan kaum muslimin adalah NOL BESAR…

Barokallohufiikum !

SEPULUH JURUS PENANGKAL KESESATAN SYI’AH

Alhamdulillahirabbil ‘alamin atas segala nikmat dan karunia Allah. Dengan segala nikmat-Nya kita senantiasa diberi petunjuk dan kekuatan untuk meniti jalan istiqamah, alhamdulillah. Tanpa karunia dan perlindungan Allah, kita tak ada apa-apanya.

Berikut ini adalah “10 Jurus Penangkal Kesesatan Syi’ah” yang berisi sepuluh logika dasar untuk mematahkan akidah sesat Syi’ah. Logika-logika ini bisa diajukan sebagai bahan diskusi ke kalangan Syi’ah dari level awam, sampai level ulama. Setidaknya, logika ini bisa dipakai sebagai “anti virus” untuk menangkal propaganda dai-dai Syi’ah yang ingin menyesatkan umat Islam dari jalan yang lurus.

Kalau Anda berbicara dengan orang Syi’ah, atau ingin mengajak orang Syi’ah bertaubat dari kesesatan, atau diajak berdebat oleh orang Syi’ah, atau Anda mulai dipengaruhi dai-dai Syi’ah; coba kemukakan 10 logika dasar di bawah ini. Tentu saja, kemukakan satu per satu. In sya Allah, kaum Syi’ah akan kesulitan menjawab logika-logika ini, sehingga kemudian kita bisa membuktikan, bahwa ajaran mereka sesat dan tidak boleh diikuti.

JURUS 1: “NABI DAN AHLUL BAIT”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda mencintai dan memuliakan Ahlul Bait Nabi?” Dia pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan mencintai Ahlul Bait merupakan pokok-pokok akidah kami.” Kemudian
tanyakan lagi: “Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul Bait Nabi?” Dia tentu akan menjawab: “Ya, demi Allah!”

Lalu katakan kepada dia: “Ahlul Bait Nabi adalah anggota keluarga Nabi. Kalau orang Syi’ah mengaku sangat mencintai Ahlul Bait Nabi, seharusnya mereka lebih mencintai sosok Nabi sendiri?
Bukankah sosok Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama daripada Ahlul Bait-nya? Mengapa kaum Syi’ah sering membawa-bawa nama Ahlul Bait, tetapi kemudian melupakan Nabi?”

Faktanya, ajaran Syi’ah sangat didominasi oleh perkataan-perkataan yang katanya bersumber dari Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak keturunan mereka. Kalau Syi’ah benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau. Syi’ah memuliakan Ahlul Bait karena mereka memiliki hubungan dekat dengan Nabi.
Kenyataan ini kalau digambarkan seperti: “Lebih memilih kulit rambutan daripada daging buahnya.”

JURUS 2: “AHLUL BAIT DAN ISTERI NABI”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Siapa saja yang termasuk golongan Ahlul Bait Nabi?” Nanti dia akan menjawab: “Ahlul Bait Nabi adalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.” Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana dengan isteri-isteri Nabi seperti Khadijah, Saudah, Aisyah, Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain? Mereka termasuk Ahlul Bait atau bukan?” Dia akan mengemukakan dalil, bahwa Ahlul Bait Nabi hanyalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak-cucu mereka.

Kemudian tanyakan kepada orang itu: “Bagaimana bisa Anda memasukkan keponakan Nabi (Ali) sebagai bagian dari Ahlul Bait, sementara istri-istri Nabi tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait, sementara istri-istri yang biasa tidur seranjang bersama Nabi tidak dianggap Ahlul Bait? Bagaimana bisa Fathimah lahir ke dunia, jika tidak melalui istri Nabi, yaitu Khadijah Radhiyallahu ‘Anha? Bagaimana bisa Hasan dan Husein lahir ke dunia, kalau tidak melalui istri Ali, yaitu Fathimah? Tanpa keberadaan para istri shalihah ini, tidak akan ada yang disebut Ahlul Bait Nabi.”

Faktanya, dalam Surat Al Ahzab ayat 33 disebutkan: “Innama yuridullahu li yudzhiba ‘ankumul rijsa ahlal baiti wa yuthah-hirakum that-hira” (bahwasanya Allah menginginkan menghilangkan dosa dari kalian, para ahlul bait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya). Dalam ayat ini istri-istri Nabi masuk kategori Ahlul Bait, menurut Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan selama hidupnya, mereka mendapat sebutan Ummul Mu’minin (ibunda orang-orang Mukmin) Radhiyallahu ‘Anhunna.

JURUS 3: “ISLAM DAN SAHABAT”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda beragama Islam?” Maka dia akan menjawab dengan penuh keyakinan: “Tentu saja, kami adalah Islam. Kami ini Muslim.” Lalu tanyakan lagi ke dia: “Bagaimana cara Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi seorang Muslim?” Maka orang itu akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari Rasulullah, lalu para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in, lalu dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu disebarkan oleh para dai ke seluruh dunia, hingga sampai kepada kita di Indonesia.”

Kemudian tanyakan ke dia: “Jika Anda mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda sangat membenci para Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara keji? Bukankah Anda mengaku Islam, sedangkan Islam diturunkan kepada kita melewati tangan para Shahabat itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa peranan Shahabat. Jika demikian, mengapa orang Syi’ah suka mengutuk, melaknat, dan mencaci-maki para Shahabat?”

Faktanya, kaum Syi’ah sangat membingungkan. Mereka mencaci-maki para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum dengan sangat keji. Tetapi di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci Shahabat, seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim. Sebuah adagium yang harus selalu diingat: “Tidak ada Islam, tanpa peranan para Shahabat!”

JURUS 4: “SEPUTAR IMAM SYI’AH”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda meyakini adanya imam dalam agama?” Dia pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan imamah menjadi salah satu rukun keimanan kami.” Lalu tanyakan lagi: “Siapa saja imam-imam yang Anda yakini sebagai panutan dalam agama?” Maka mereka akan menyebutkan nama-nama 12 imam Syi’ah. Ada juga yang menyebut 7 nama imam (versi Ja’fariyyah).

Lalu tanyakan kepada orang Syi’ah itu: “Mengapa dari ke-12 imam Syi’ah itu tidak tercantum nama Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali? Mengapa nama empat imam itu tidak masuk dalam deretan 12 imam Syi’ah? Apakah orang Syi’ah meragukan keilmuan empat imam mazhab tersebut? Apakah ilmu dan ketakwaan empat imam mazhab tidak sepadan dengan 12 imam Syi’ah?”

Faktanya, kaum Syi’ah tidak mengakui empat imam madzhab sebagai bagian dari imam-imam mereka. Kaum Syi’ah memiliki silsilah keimaman sendiri. Terkenal dengan sebutan “Imam 12” atau Imamah Itsna Asyari. Hal ini merupakan bukti besar, bahwa Syi’ah bukan Ahlus Sunnah. Semua Ahlus Sunnah di muka bumi sudah sepakat tentang keimaman empat Imam tersebut. Para ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut Al Imam Al Arba’ah, maka yang dimaksud adalah empat imam mazhab rahimahumullah.

JURUS 5: “ALLAH DAN IMAM SYI’AH”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Siapa yang lebih Anda taati, Allah Ta’ala atau imam Syi’ah?” Tentu dia akan menjawab: “Jelas kami lebih taat kepada Allah.” Lalu tanyakan lagi: “Mengapa Anda lebih taat kepada Allah?” Mungkin dia akan menjawab: “Allah adalah Tuhan kita, juga Tuhan imam-imam kita. Maka sudah sepantasnya kita mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan imam-imam itu.”

Kemudian tanyakan ke orang itu: “Mengapa dalam kehidupan orang Syi’ah, dalam kitab-kitab Syi’ah, dalam pengajian-pengajian Syi’ah; mengapa Anda lebih sering mengutip pendapat imam-imam daripada pendapat Allah (dari Al Qur’an)? Mengapa orang Syi’ah jarang mengutip dalil-dalil dari Kitab Allah? Mengapa orang Syi’ah lebih mengutamakan perkataan imam melebihi Al Qur’an?”

Faktanya, sikap ideologis kaum Syi’ah lebih dekat ke kemusyrikan, karena mereka lebih mengutamakan pendapat manusia (imam-imam Syi’ah) daripada ayat-ayat Allah. Padahal dalam Surat An Nisaa’ ayat 59 disebutkan, jika terjadi satu saja perselisihan, kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan melebihkan pendapat imam di atas perkataan Allah.

JURUS 6: “ALI DAN JABATAN KHALIFAH”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Menurut Anda, siapa yang lebih berhak mewarisi jabatan Khalifah setelah Rasulullah wafat?” Dia pasti akan menjawab: “Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi Khalifah.” Lalu tanyakan lagi: “Mengapa bukan Abu Bakar, Umar, dan Ustman?” Maka kemungkinan dia akan menjawab lagi: “Menurut riwayat saat peristiwa Ghadir Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali adalah pewaris sah Kekhalifahan.”

Kemudian katakan kepada orang Syi’ah itu: “Jika memang Ali bin Abi Thalib paling berhak atas jabatan Khalifah, mengapa selama hidupnya beliau tidak pernah menggugat kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman? Mengapa beliau tidak pernah menggalang kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah? Mengapa ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah menghujat Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman, padahal dia memiliki kekuasaan? Kalau menggugat jabatan Khalifah merupakan kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan menjadi orang pertama yang melakukan hal itu.”

Faktanya, sosok Husein bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma berani menggugat kepemimpinan Dinasti Umayyah di masa Yazid bin Muawiyah, sehingga kemudian terjadi Peristiwa Karbala. Kalau putra Ali berani memperjuangkan apa yang diyakininya benar, tentu Ali radhiyallahu ‘anhu lebih berani melakukan hal itu.

JURUS 7: “ALI DAN HUSEIN”

Tanyakan ke orang Syi’ah: “Menurut Anda, mana yang lebih utama, Ali atau Husein?” Maka dia akan menjawab: “Tentu saja Ali bin Abi Thalib lebih utama. Ali adalah ayah Husein, dia lebih dulu masuk Islam, terlibat dalam banyak perang di zaman Nabi, juga pernah menjadi Khalifah yang memimpin Ummat Islam.” Atau bisa saja, ada pendapat di kalangan Syi’ah bahwa kedudukan Ali sama tingginya dengan Husein.

Kemudian tanyakan ke dia: “Jika Ali memang dianggap lebih mulia, mengapa kaum Syi’ah membuat peringatan khusus untuk mengenang kematian Husein saat Hari Asyura pada setiap tanggal 10 Muharram? Mengapa mereka tidak membuat peringatan yang lebih megah untuk memperingati kematian Ali bin Abi Thalib? Bukankah Ali juga mati syahid di tangan manusia durjana? Bahkan beliau wafat saat mengemban tugas sebagai Khalifah.”

Faktanya, peringatan Hari Asyura sudah seperti “Idul Fithri” bagi kaum Syi’ah. Hal itu untuk memperingati kematian Husein bin Ali. Kalau orang Syi’ah konsisten, seharusnya mereka memperingati kematian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu lebih dahsyat lagi.

JURUS 8: “SYI’AH DAN WANITA”

Tanyakan ke orang Syi’ah: “Apakah dalam keyakinan Syi’ah diajarkan untuk memuliakan wanita?” Dia akan menjawab tanpa keraguan: “Tentu saja. Kami diajari memuliakan wanita, menghormati mereka, dan tidak menzalimi hak-hak mereka?” Lalu tanyakan lagi: “Benarkah ajaran Syi’ah memberi tempat terhormat bagi kaum wanita Muslimah?” Orang itu pasti akan menegaskan kembali.

Kemudian katakan ke orang Syi’ah itu: “Jika Syi’ah memuliakan wanita, mengapa mereka menghalalkan nikah mut’ah? Bukankah nikah mut’ah itu sangat menzalimi hak-hak wanita? Dalam nikah mut’ah, seorang wanita hanya dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia tidak diberi hak-hak nafkah secara baik. Dia tidak memiliki hak mewarisi harta suami. Bahkan kalau wanita itu hamil, dia tidak bisa menggugat suaminya jika ikatan kontraknya sudah habis. Posisi wanita dalam ajaran Syi’ah, lebih buruk dari posisi hewan ternak. Hewan ternak yang hamil dipelihara baik-baik oleh para peternak. Sedangkan wanita Syi’ah yang hamil setelah nikah mut’ah, disuruh memikul resiko sendiri.”

Faktanya, kaum Syi’ah sama sekali tidak memberi tempat terhormat bagi kaum wanita. Hal ini berbeda sekali dengan ajaran Sunni. Di negara-negara seperti Iran, Irak, Libanon, dll. praktik nikah mut’ah marak sebagai ganti seks bebas dan pelacuran. Padahal esensinya sama, yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita, dan menyebarkan pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama agama.Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

JURUS 9: “SYI’AH DAN POLITIK”

Tanyakan ke orang Syi’ah: “Dalam pandangan Anda, mana yang lebih utama, agama atau politik?” Tentu dia akan berkata: “Agama yang lebih penting. Politik hanya bagian dari agama.” Lalu tanyakan lagi: “Bagaimana kalau politik akhirnya mendominasi ajaran agama?” Mungkin dia akan menjawab: “Ya tidak bisa. Agama harus mendominasi politik, bukan politik mendominasi agama.”

Lalu katakan ke orang Syi’ah itu: “Kalau perkataan Anda benar, mengapa dalam ajaran Syi’ah tidak pernah sedikit pun melepaskan diri dari masalah hak Kekhalifahan Ali, tragedi yang menimpa Husein di Karbala, dan kebencian mutlak kepada Muawiyah dan anak-cucunya? Mengapa hal-hal itu sangat mendominasi akal orang Syi’ah, melebihi pentingnya urusan akidah, ibadah, fiqih, muamalah, akhlak, tazkiyatun nafs, ilmu, dll. yang merupakan pokok-pokok ajaran agama? Mengapa ajaran Syi’ah menjadikan masalah dendam politik sebagai menu utama akidah mereka melebihi keyakinan kepada Sifat-Sifat Allah?”

Faktanya, ajaran Syi’ah merupakan contoh telanjang ketika agama dicaplok (dianeksasi) oleh pemikiran-pemikiran politik. Bahkan substansi politiknya terfokus pada sikap kebencian mutlak kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas hak-hak imam Syi’ah. Dalam hal ini akidah Syi’ah mirip sekali dengan konsep Holocaust yang dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka memusuhi Nazi sampai ke akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana ada sisi-sisi kesamaan pemikiran).

JURUS 10: “SYI’AH DAN SUNNI”

Tanyakan kepada orang Syi’ah: “Mengapa kaum Syi’ah sangat memusuhi kaum Sunni? Mengapa kebencian kaum Syi’ah kepada Sunni, melebihi kebencian mereka kepada orang kafir (non Muslim)?” Dia tentu akan menjawab: “Tidak, tidak. Kami bersaudara dengan orang Sunni. Kami mencintai mereka dalam rangka Ukhuwah Islamiyah. Kita semua bersaudara, karena kita sama-sama mengerjakan Shalat menghadap Kiblat di Makkah. Kita ini sama-sama Ahlul Qiblat.”

Kemudian katakan ke dia: “Kalau Syi’ah benar-benar mau ukhuwah, mau bersaudara, mau bersatu dengan Sunni; mengapa mereka menyerang tokoh-tokoh panutan Ahlus Sunnah, seperti Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Utsman, istri-istri Nabi (khususnya Aisyah dan Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan lain-lain? Mencela, memaki, menghina, atau mengutuk tokoh-tokoh itu sama saja dengan memusuhi kaum Sunni. Tidak pernah ada ukhuwah atau perdamaian antara Sunni dan Syi’ah, sebelum Syi’ah berhenti menista para Shahabat Nabi, selaku panutan kaum Sunni.”

Fakta yang perlu disebut, banyak terjadi pembunuhan, pengusiran, dan kezaliman terhadap kaum Sunni di Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libanon, Pakistan, Afghanistan, dll. Hal itu menjadi bukti besar bahwa Syi’ah sangat memusuhi kaum Sunni. Hingga anak-anak Muslim asal Palestina yang mengungsi di Irak, mereka pun tidak luput dibunuhi kaum Syi’ah.

Hal ini pula yang membuat Syaikh Qaradhawi berubah pikiran tentang Syi’ah. Jika semula beliau bersikap lunak, akhirnya mengakui bahwa perbedaan antara Sunni dan Syi’ah sangat sulit disatukan.

Demikianlah “10 Jurus Dasar Penangkal Kesesatan Syi’ah” yang bisa kita gunakan untuk mematahkan pemikiran-pemikiran kaum Syi’ah.

Insya Allah tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis melindungi diri, keluarga, dan umat Islam dari propaganda-propaganda Syi’ah.

Sumber WhatsApp Group

Wallahu a’lam bis-shawaab.
Barokallohufiik !

KEBENCIAN HIZBUT TAHRIR KEPADA SAUDI, SEHINGGA KEDUSTAAN YANG DILONTARKANNYA, KHILAFAHNYA BELUM BERDIRI SAJA SUDAH SEPERTI INI ?

image

Ketauhilah saudariku, mengapa hisbut tahrir begitu membenci arab saudi ?

Segala cara digunakan kelompok sesat Hizbut Tahrir (HT), walau hanya bermodalkan prasangka-prasangka tak berdasar untuk menjelek-jelekan negeri Arab Saudi, negeri yang terdapat padanya kiblat kaum muslimin dan masjid Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, negeri yang memuliakan para ulama dan penuntut ilmu, negeri yang paling banyak diterapkan hukum-hukum Islam, negeri yang paling banyak membantu kaum muslimin di seluruh dunia, di saat Hizbut Tahrir sendiri tak punya negara yang menaungi dan menolong kaum muslimin, bahkan banyak tokoh-tokoh besarnya yang tinggal di negeri-negeri kafir. Ada apa dengan Hizbut Tahrir…?!

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

أقول- وأشهد الله تعالى على ما أقول وأشهدكم أيضاً – إنني لا أعلم أن في الأرض اليوم من يطبق من شريعة الله ما يطبقه هذا الوطن أعني المملكة العربية السعودية، وهذا بلا شك من نعمة الله علينا فلنكن محافظين على ما نحن عليه اليوم، بل ولنكنمستزيدين من شريعة الله- عز وجل- أكثر مما نحن عليه اليوم، لأنني لا أدّعي الكمال، وأننا في القمة بالنسبة لتطبيق شريعة الله لا شك أننا نخل بكثير منها، ولكننا خير والحمد لله مما نعلمه من البلاد الأخرى، ونحن إذا حافظنا على ما نحن عليه اليوم، ثم حاولنا الاستزادة من التمسك بدين الله- عز وجل- عقيدة ومنهاجًا فإن النصر يكون حليفنا ولو اجتمع علينا مَنْ بأقطارها، لأن الله- عز وجل- يقول وهو الذي بيده ملكوت السماوات والأرض: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ)

“Aku katakan –dan aku persaksikan kepada Allah dan kepada kalian terhadap ucapanku ini- bahwa sungguh aku tidak mengetahui di dunia ini pada masa ini yang menerapkan syari’at Allah seperti yang diterapkan negeri ini, maksudku Kerajaan Arab Saudi, dan tidak diragukan lagi ini termasuk nikmat Allah kepada kita, maka hendaklah kita menjaga nikmat yang kita rasakan hari ini, bahkan hendaklah kita menambah penerapan syari’at Allah ‘azza wa jalla lebih banyak lagi dari apa yang sudah kita terapkan hari ini, karena kita tidak boleh mengklaim sempurna (dalam penerapan syari’at), dan memang pada kenyataannya dalam penerapan syari’at kita masih banyak kekurangan, akan tetapi segala puji hanya bagi Allah sepanjang yang kami ketahui bahwa syari’at yang kita terapkan lebih baik dari negeri-negeri yang lain.

Dan apabila kita menjaga apa yang sudah kita capai hari ini, kemudian kita terus berusaha menambah kuat berpegang teguh dengan agama Allah ‘azza wa jalla, baik aqidah maupun manhaj, maka pertolongan Allah akan selalu bersama kita meski seluruh dunia bersatu untuk memusuhi kita, karena Allah ‘azza wa jalla yang di tangan-Nya kerajaan langit dan bumi telah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka.” (Muhammad: 7-8).” [Majmu’ Fatawa war Rosaail, 25/505-506]

Kebaikan Pemerintah Arab Saudi untuk Kaum Muslimin Dunia

Kita tidak menutup mata, layaknya manusia biasa, pemerintah dan ulama Saudi tentunya memiliki kesalahan dan kekhilafan. Akan tetapi, orang yang berbudi tentu tidak mudah melupakan kebaikan saudaranya, sedangkan orang yang tidak berbudi, alias tidak tahu balas budi, sulit bagi mereka mengingat kebaikan orang lain, prasangka buruk mereka telah menutupi semua kebaikan yang ada pada saudaranya, seperti kata penyair:

وعين الرضا عن كل عيب كليلة … ولكن عين السخط تبدي المساويا

“Pandangan simpati menutupi segala cela, Pandangan benci menampakkan segala cacat.”

Kebaikan pemerintah Saudi terhadap kaum muslimin dunia sudah tidak terhitung jumlahnya, termasuk Indonesia. Ratusan masjid dibangun oleh pemerintah maupun yayasan sosial yang mengumpulkan dana dari pemerintah dan masyarakat Saudi serta santunan fakir miskin dan pembuatan sumur-sumur sebenarnya sudah sangat banyak, hanya saja jarang diekspos oleh media.

Pemerintah Saudi juga membuka cabang universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud di Jakarta untuk kaum muslimin di Indonesia. Sampai saat ini saya tidak tahu ada sekolah di Indonesia yang dibangun oleh pemerintah mana pun di dunia ini dengan menyewa dua buah gedung besar dan mewah untuk kaum muslimin di Indonesia secara gratis. Bukan hanya itu, para mahasiswa juga digaji, buku-buku diberikan secara gratis, asrama juga gratis.

Cabang universitas Muhammad bin Su’ud ini juga terdapat di negeri-negeri lain. Di dalam negeri Saudi sendiri, saat ini ada ribuan pelajar muslim dari seluruh dunia, termasuk anak-anak bangsa Indonesia. Mereka belajar secara gratis plus digaji oleh pemerintah Saudi, bahkan di masa Pemerintahan Raja Salman bin Abdul Aziz hafizhahullah yang baru ini, beliau melipatgandakan gaji mereka di bulan ini.

Ketika terjadi Tsunami Aceh dan Sumatera Utara, negara-negara Barat gembar-gembor di media massa mengumumkan sumbangan-sumbangan mereka, padahal nilainya juga tidak terlalu besar, itupun ternyata sebagian besarnya berupa pinjaman. Diam-diam pemerintah Saudi, hampir tidak terekspos oleh media (entah sengaja atau tidak?!), telah mengirim pesawat-pesawatnya ke Aceh yang mengangkut berbagai macam bantuan. Beberapa media ketika itu menginfokan:

“Rakyat dan pemerintah Arab Saudi menyumbang US$530 juta (sekitar Rp. 4,8 triliun) untuk korban gempa dan gelombang tsunami di Aceh dan Sumatra Utara. Semua sumbangan itu berbentuk hibah. Dari total hibah itu, sebesar US$280 juta berupa uang tunai yang terdiri dari sumbangan masyarakat sebesar US$250 juta dan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebesar US$30 juta. Sementara US$250 juta sisanya berbentuk makanan, obat-obatan, selimut, dan alat-alat kedokteran.”

“Semua sumbangan itu merupakan hibah (pemberian), bukan utang yang harus dibayar. Sumbangan berupa hibah ini tentu saja lebih baik daripada sumbangan yang berupa utang. Karena utang ini di kemudian hari akan menjadi beban masyarakat Indonesia. Meskipun utang itu bersifat pinjaman lunak (soft loan), rakyat Indonesia tetap harus membayarnya,” ungkap salah seorang tokoh.

Adakah bantuan Saudi untuk Palestina? Apakah benar tuduhan dusta lagi keji yang dihembuskan orang-orang Syi’ah, bahwa Saudi bekerjasama dengan Inggris hingga Palestina berhasil dicaplok Yahudi? Jawabannya, kenyataan yang ada sangat bertolak belakang dengan tuduhan dusta tersebut. Ketika hizbiyyunmasih sibuk berdemo untuk Palestina dan mengkritik fatwa ulama Saudi akan haramnya demo, Pemerintah Saudi dan masyarakatnya telah mengumpulkan dana dalam jumlah yang sangat besar untuk Palestina. Media menginformasikan:

“Raja Arab Saudi pada Senin mengumumkan sumbangan senilai satu miliar dolar AS bagi pembangunan kembali Gaza yang digempur secara ofensif oleh Yahudi selama beberapa pekan. “Atas nama rakyat Saudi, saya umumkan sumbangan sebesar 1 miliar dolar bagi program pembangunan kembali Gaza,” kata Raja Saudi pada pembukaan konferensi tingkat tinggi Arab di Kuwait.”

Ketika Amerika Serikat menekan Saudi untuk memboikot pemerintahan Palestina dengan tidak memberi bantuan, media memberitakan:

“Arab Saudi menegaskan bahwa mereka akan tetap melanjutkan pemberian bantuan dana yang jumlahnya sekitar 15 juta dollar AS setiap bulannya untuk pemerintah Palestina.”

Media lain menginfokan sumbangan seorang pengusaha:

“Seorang pengusaha Saudi yang menolak untuk disebutkan identitasnya ini- pada hari senin, sumbangkan 25 juta Riyal untuk membantu rakyat Gaza.”

Catatan Asy-Syaikh Hamd Al-‘Utsman hafizhahullah:

Dalam beberapa tweet beliau menyebutkan diantaranya,

1)      Tidak Ada yang Mengingkari Bantuan Saudi untuk Kaum Muslimin Dunia, Kecuali…?

مواقف السعودية في نصرة قضايا الإسلام في كل أقطار الدنيا لا ينكرها إلا عدو نفسه،قال النبي ﷺ“لايشكر الله من لايشكر الناس“.

“Peran-peran Saudi dalam membantu permasalahan-permasalahan Islam di seluruh dunia tidak ada yang mengingkarinya kecuali musuh dirinya sendiri, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 416)

2)      Pembangunan Masjid-masjid dan Pusat-pusat Islam Hingga ke Kutub Utara:

غالبية المساجد والمراكز الإسلامية في الخارج بُنيت بدعم الدولة السعودية وتبرعات شعبه السخي،حتى بلغت مآذن المساجد القطب الشمالي.

“Banyak sekali masjid dan pusat-pusat dakwah Islam di luar Saudi, dibangun dengan dukungan Pemerintah Saudi dan bantuan dana masyarakatnya yang dermawan, hingga tempat-tempat berkumandang adzan dari masjid-masjid sampai ke Kutub Utara”.

3)      Peran Arab Saudi dalam Menyelamatkan Kuwait dari Pembantaian Partai Sosialis Komunis Ba’tsi Iraq dan Bahrain dari Serangan Syi’ah Iran:

لا ننسى نصرة السعودية للكويت في تحريرها من الاحتلال البعثي،كما لاننسى نصرتها للبحرين في منع الغزو الايراني لها،والوفاء شيمة المسلم.

“Jangan engkau lupa bantuan Saudi untuk Kuwait dalam membebaskannya dari penjajahan Partai Ba’ts, jangan pula engkau lupa dengan bantuan Saudi terhadap Bahrain dalam menghalau serangan pasukan Iran, dan menunaikan janji adalah sifat seorang muslim”.

4)      Peran Arab Saudi dalam Jihad Afghanistan:

السعودية دفعت أبناءها للدفاع عن أفغانستان من الاحتلال الروسي فضلا عن المليارات،وكافأنا جاحدالجميل بإقامة معسكرات تدريب هناك لغزونا.

“Saudi telah mengerahkan anak-anak negerinya untuk membela Afghanistan dari penjajahan Rusia, apalagi milyar-milyar dananya…”

5)      Peran Arab Saudi dalam Membantu Dunia Islam dan Pakistan Secara Khusus dalam Pengembangan Senjata Nuklir:

السعوديةدفعت المليارات لتنمية الدول الإسلامية لمنشآتهاالتعليميةوالصحيةوالعسكرية،والكهرباء والماءوالطرق،ودعمت باكستان في صناعة السلاح النووي.

“Saudi telah membantu milyar-milyar dananya untuk mengembangkan negeri-negeri Islam; untuk pembangunan dalam pendidikan, kesehatan, militer, listrik, air, jalan-jalan, dan membantu Pakistan dalam pengembangan senjata nuklir”.

6)      Peran Arab Saudi dalam Menyelamatkan Bosnia:

في الوقت الذي فرضت فيه الأمم المتحدة منعا لتوريد الأسلحة في حرب البلقان زودت السعودية البوسنة والهرسك بالأسلحة لدفع عدوان الصرب عليهم.

“Ketika PBB memboikot impor senjata dalam Perang Balkan, Saudi membekali Bosnia dan Herzegovina dengan senjata-senjata untuk membela diri dari kezaliman Serbia kepada mereka.”

7)      Peran Arab Saudi dalam Membantu Palestina:

سليم الزعنون رئيس المجلس الوطني الفلسطيني:السعودية فتحت لنا مخازن أسلحة جيشها وزودتنا بالأسلحة عام ١٩٧٨.

“Salim Az-Za’nun, Pemimpin Majelis Tanah Air Palestina berkata: Saudi telah membuka untuk kami gudang-gudang penyimpanan senjata tentaranya dan membekali kami dengan berbagai senjata sejak tahun 1978.”

Raja Salman bin Abdul Aziz hafizhahullah berkata,

فلسطين قضيتناالأولى

“Palestina adalah permasalahan kami yang pertama.”

Kebaikan Ulama Saudi untuk Kaum Muslimin Dunia

Bukan hanya pemerintahnya yang berusaha membantu Palestina, para ulama di Saudi pun mengeluarkan fatwa sebagai dorongan kepada masyarakat dan kaum muslimin di seluruh dunia untuk ikut membantu. Inilah fatwa ulama yang dituduh secara dusta dan keji oleh sebagian orang, bahwa mereka telah bersekongkol dengan Yahudi untuk merebut Palestina:

Fatwa Lembaga Resmi untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyah wal Ifta’

Tentang Masalah Palestina

“Segala puji hanyalah milik Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi dan rasul yang paling mulia, nabi kita Muhammad dan kepada keluarga beliau beserta para shahabatnya dan ummatnya yang setia mengikutinya sampai akhir zaman. Wa ba’da;

Sesungguhnya Lajnah Da’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa) di Kerajaan Saudi Arabia mengikuti (perkembangan yang terjadi) dengan penuh kegalauan dan kesedihan akan apa yang telah terjadi dan sedang terjadi yang menimpa saudara-saudara kita muslimin Palestina dan lebih khusus lagi di Jalur Gaza, dari angkara murka dan terbunuhnya anak-anak, kaum wanita dan orang-orang yang sudah renta, dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kehormatan, rumah-rumah serta bangunan-bangunan yang dihancurkan dan pengusiran penduduk. Tidak diragukan lagi ini adalah kejahatan dan kedzaliman terhadap penduduk Palestina.

Dan dalam menghadapi peristiwa yang menyakitkan ini wajib atas ummat Islam berdiri satu barisan bersama saudara-saudara mereka di Palestina dan bahu membahu dengan mereka, ikut membela dan membantu mereka serta bersungguh-sungguh dalam menepis kedzaliman yang menimpa mereka dengan sebab dan sarana apa pun yang mungkin dilakukan sebagai wujud dari persaudaraan seagama dan seikatan iman.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (Al-Hujurat: 10)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.” (At-Taubah: 71)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ

“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan yang saling menopang, lalu beliau menautkan antar jari-jemari (kedua tangannya).” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Beliau juga bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Beliau juga bersabda,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak mendzalimi saudaranya, tidak menipunya, tidak memperdayanya dan tidak meremehkannya.” (HR. Muslim)

Dan pembelaan bentuknya umum mencakup banyak aspek sesuai kemampuan sambil tetap memperhatikan keadaan, apakah dalam bentuk benda atau suatu yang abstrak dan apakah dari awam muslimin berupa harta, makanan, obat-obatan, pakaian, dan yang lain sebagainya. Atau dari pihak pemerintah Arab dan negeri-negeri Islam dengan mempermudah sampainya bantuan-bantuan kepada mereka dan mengambil posisi di belakang mereka dan membela kepentingan-kepentingan mereka di pertemuan-pertemuan, acara-acara, dan musyawarah-musyawarah antar negara dan dalam negeri. Semua itu termasuk ke dalam bekerjasama di atas kebajikan dan ketakwaan yang diperintahkan di dalam firman-Nya,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan bekerjasamalah kalian di atas kebajikan dan ketakwaan.” (Al Ma’idah: 2)

Dan termasuk dalam hal ini juga, menyampaikan nasihat kepada mereka dan menunjuki mereka kepada setiap kebaikan bagi mereka. Dan diantaranya yang paling besar, mendoakan mereka pada setiap waktu agar cobaan ini diangkat dari mereka dan agar bencana ini disingkap dari mereka dan mendoakan mereka agar Allah memulihkan keadaan mereka dan membimbing amalan dan ucapan mereka.

Dan sesungguhnya kami mewasiatkan kepada saudara-saudara kami kaum muslimin di Palestina untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya, sebagaimana kami mewasiatkan mereka agar bersatu di atas kebenaran dan meninggalkan perpecahan dan pertikaian, serta menutup celah bagi pihak musuh yang memanfaatkan kesempatan dan akan terus memanfaatkan (kondisi ini) dengan melakukan tindak kesewenang-wenangan dan pelecehan.

Dan kami menganjurkan kepada semua saudara-saudara kami untuk menempuh sebab-sebab agar terangkatnya kesewenang-wenangan terhadap negeri mereka sambil tetap menjaga keikhlasan dalam berbuat karena Allah Ta’ala dan mencari keridha’an-Nya dan mengambil bantuan dengan kesabaran dan shalat dan musyawarah dengan para ulama dan orang-orang yang berakal dan bijak disetiap urusan mereka, karena itu semua potensial kepada taufik dan benarnya langkah.

Sebagaimana kami juga mengajak kepada orang-orang yang berakal di setiap negeri dan masyarakat dunia seluruhnya untuk melihat kepada bencana ini dengan kacamata orang yang berakal dan sikap yang adil untuk memberikan kepada masyarakat Palestina hak-hak mereka dan mengangkat kedzaliman dari mereka agar mereka hidup dengan kehidupan yang mulia. Sekaligus kami juga berterima kasih kepada setiap pihak yang berlomba-lomba dalam membela dan membantu mereka dari negara-negara dan individu.

Kami mohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang husna dan sifat-sifat-Nya yang tinggi untuk menyingkap kesedihan dari ummat ini dan memuliakan agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya dan memenangkan para wali-Nya dan menghinakan musuh-musuh-Nya dan menjadikan tipu daya mereka boomerang bagi mereka dan menjaga ummat Islam dari kejahata-kejahatan mereka, sesungguhnya Dialah Penolong kita dalam hal ini dan Dzat Yang Maha Berkuasa.

Dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga serta shahabatnya dan ummatnya yang mengikuti beliau dengan baik sampai hari kiamat.”

Tertanda:

Mufti Saudi Kerajaan Arab Saudi dan Ketua Komite Ulama Besar: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Aalusy Syaikh hafizhahullah.

Dan Para Ulama Anggota Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi

[Sumber terjemahan dari website Ahlus Sunnah Jakarta dengan sedikit perubahan dan teks Asli dari website Sahab]

Bantuan kepada kaum muslimin di berbagai penjuru dunia, oleh ulama Saudi bukan sekedar fatwa belaka, namun benar-benar diamalkan oleh para ulama tersebut. Diantaranya dalam kisah-kisah berikut:

Keteladanan Mufti Saudi Arabia dan Ketua Umum Rabithah Al-‘Alam Al-Islami di masanya, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah

Ali bin Abdullah Ad-Darbi menceritakan, “Ada satu kisah yang sangat berkesan bagiku, pernah suatu saat berangkatlah empat orang dari salah satu lembaga sosial di Kerajaan Saudi Arabia ke pedalaman Afrika untuk mengantarkan bantuan dari pemerintah negeri yang penuh kebaikan ini, Kerajaan Saudi Arabia.

Setelah berjalan kaki selama empat jam dan merasa capek, mereka melewati seorang wanita tua yang tinggal di sebuah kemah dan mengucapkan salam kepadanya, lalu memberinya sebagian bantuan yang mereka bawa. Maka berkatalah sang wanita tua, “Dari mana asal kalian?”

Mereka menjawab, “Kami dari Kerajaan Saudi Arabia”. Wanita tua itu lalu berkata, “Sampaikan salamku kepada Syaikh Bin Baz”. Mereka berkata, “Semoga Allah merahmatimu, bagaimana Syaikh Bin Baz tahu tentang Anda di tempat terpencil seperti ini?” Wanita tua menjawab, “Demi Allah, Syaikh Bin Baz mengirimkan untukku 1000 Riyal setiap bulan, setelah aku mengirimkan kepadanya surat permohonan bantuan, setelah aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”.” [Koran Al-Madinah, no. 13182]

Salah seorang murid Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah bercerita, “Pada suatu malam, ketika Syaikh Bin Baz rahimahullah sedang shalat tahajjud, tiba-tiba terdengar suara orang melompat ke rumahnya, maka Syaikh pun membangunkan anak-anaknya untuk melihat apa yang terjadi, dan beliau tetap melanjutkan shalatnya, setelah beliau shalat barulah anak-anaknya mengabari bahwa telah ditangkap seorang pencuri, dia adalah seorang pekerja dari Pakistan, lalu Syaikh minta pencuri itu dihadirkan ke hadapannya. Pertama sekali yang beliau lakukan adalah membangunkan tukang masak dan memasakkan makanan untuknya, setelah si pencuri makan sampai kenyang, beliau memanggilnya dan berkata, “Kenapa engkau melakukan ini?” Pencuri menjawab, “Ibuku di Pakistan saat ini sedang dirawat di rumah sakit dan membutuhkan biaya 10.000 Riyal, sedang saya hanya memiliki 5.000 Riyal, maka saya hanya mau mencuri 5.000 Riyal.” Maka Syaikh menghubungi salah seorang muridnya yang berasal dari Pakistan untuk mencari kebenaran akan perkataan si pencuri. Pada hari berikutnya, Syaikh telah mendapatkan kebenaran atas pengakuan si pencuri, beliau pun memberikan kepadanya bantuan sebesar 5.000 Riyal dan menambah lagi 5.000 Riyal dengan anggapan kemungkinan dia membutuhkannya, maka total bantuan Syaikh kepadanya sebesar 10.000 Riyal. Singkat cerita, pencuri ini kemudian menjadi murid Syaikh dan selalu menyertai beliau sampai wafatnya.”[Disarikan dari ceramah, “Maqaathi’ Muatststsiroh; Ibnu Baz rahimahullah Ma’a As-Sariq.”]

Abdullah bin Muhammad Al-Mu’taz menceritakan: Asy-Syaikh Muhammad Hamid, Ketua PaguyubanAshabul Yaman di negara Eretria berkisah:

“Saya datang ke Riyad di malam hari yang dingin dalam keadaan tidak punya uang untuk menyewa hotel. Saya kemudian berpikir untuk datang ke rumah Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Saat itu waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi. Awalnya saya ragu, namun akhirnya saya putuskan untuk pergi ke rumah beliau. Saya tiba di rumah beliau yang sederhana dan bertemu dengan seseorang yang tidur di pintu pagar. Setelah terbangun, ia membukakan pintu untukku. Saya memberi salam padanya dengan pelan sekali supaya tidak ada orang lain yang mendengarnya karena hari begitu larut.

Beberapa saat kemudian aku melihat Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berjalan menuruni tangga sambil membawa semangkuk makanan. Beliau mengucapkan salam dan memberikan makanan itu kepada saya. Beliau berkata, “Saya mendengar suara anda kemudian saya ambil makanan ini karena saya berpikiran anda belum makan malam ini. Demi Allah, saya tidak bisa tidur malam itu, menangis karena telah mendapat perlakuan yang demikian baik.” [Untaian Mutiara Kehidupan Ulama Ahlus Sunnah, Abu Abdillah Alercon, dkk, hal. 27-28]

Subhanallah, inilah akhlak para ulama yang sangat dibenci oleh para pelaku syirik dan bid’ah. Inilah pemerintah yang dituduh ganas dan sadis oleh mereka yang membenci dakwah tauhid dan sunnah. Dan masih banyak lagi kebaikan pemerintah Saudi dan ulamanya untuk kaum muslimin dunia yang tidak mungkin kami ceritakan semuanya di sini.

فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” [Al-Hajj: 46]

Inikah Penyebab Hizbut Tahrir Membenci Arab Saudi…?!

Hizbut Tahrir adalah kelompok sesat yang banyak disingkap kesesatannya oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, khususnya para ulama di Arab Saudi secara umum dan dua kota suci Makkah dan Madinah secara khusus, dan berikut beberapa poin ringkasan penyimpangan Hizbut Tahrir yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdur Rahmman bin Muhammad Sa’id Ad-Dimaysqiyyah dalam kitab beliau “Ar-Roddu ‘ala Hizbit Tahrir”:

1) Kesibukan utama mereka adalah politik dan ajakan mendirikan khilafah, maka tidak akan engkau dapati mereka sibuk mengajak untuk membersihkan aqidah, menegakkan sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.

2) Hijrahnya banyak anggota dan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir ke negeri-negeri kafir Eropa.

3) Mereka tidak memiliki aqidah yang jelas, selain khilafah yang menurut aqidah mereka adalah prioritas, seakan-akan Allah menyatakan, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menegakkan khilafah”.

4) Menawarkan khilafah kepada tokoh Syi’ah Khomeini yang melakukan banyak kekafiran (sebagaimana disebutkan dalam majalah “Khilafah” mereka no. 18 tanggal 4-9-1989 M) dan mereka memuji kitab Khomeini yang berisi banyak kesyirikan dan kekafiran berjudul “Al-Hukumah Al-Islamiyah” dalam majalah mereka Al-Wa’i no. 26 tahun 1989 M, maka ini diantara yang menunjukkan rusaknya aqidah mereka.

5) Tidak memahami dan berusaha mengobati perkara-perkara yang menyebabkan runtuhnya khilafah kaum muslimin, yaitu kesyirikan, bid’ah dan maksiat. Mereka ingin Allah ta’ala merubah mereka namun mereka tidak berusaha merubah diri mereka.

6) Para penceramah mereka selalu berceramah hanya dengan mengandalkan emosi dan pembicaraan politik untuk menutupi kebodohan mereka terhadap ilmu agama, maka engkau tidak akan dapati tokoh-tokoh mereka memiliki halaqoh-halaqoh ilmu syar’i yang diprioritaskan.

7) Memusuhi aqidah tauhid dan bersikap lembek dalam mengamalkannya, disertai ajakan untuk bersatu bersama kelompok-kelompok syirik seperti Syi’ah, Shufiyyah dan lain-lain.

8) Membolehkan orang kafir menjadi anggota parlemen Islam atau menjadi kepala daerah dan pemimpin pasukan di negeri muslim (sebagaimana dalam buletin “Ajwibah wa Asilah” yang diterbitkan oleh Pendiri HT An-Nabhani bulan Rabi’uts Tsani 1390 H/5-6-1970 M)

9) Kondisi mereka menunjukkan bahwa tujuan dapat membenarkan segala cara.

10) Kekacauan aqidah mereka dalam masalah Al-Qodha dan Al-Qodar.

11) Akal menurut mereka termasuk sumber agama, dan ini adalah hasil adopsi dari Mu’tazilah.

12) Berjilbab lebar sesuai syari’at menurut mereka adalah kemerosotan moral sebagaimana diisyaratkan An-Nabhani dalam “An-Nizhom fil Islam” hal. 10 dan 128.

13) Tidak ada bedanya menurut mereka antara Sunni dan Syi’ah, padahal jelas sekali kekafiran Syi’ah.

14) Meniadakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar hingga tegak khilafah khayalan mereka, sebagaimana disebutkan dalam kitab mereka “Manhaj Hizbit Tahrir minat Taghyir” hal. 21.

15) Pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin dan tuduhan mereka bahwa negeri-negeri muslim adalah negeri-negeri kafir, sebagaimana dalam kitab mereka “Hizbut Tahrir” hal. 32, 103.

16) Bahkan menganggap Makkah dan Madinah bukan negeri Islam, sebagaimana dikatakan seorang tokoh Hizbut Tahrir dalam dialog bersama Asy-Syaikh Abdur Rahman Ad-Dimasyqiyyah.

17) Menolak hadits-hadits Ahad dalam aqidah, ini adalah kesesatan yang nyata.

18) Mengingkari azab kubur.

19) Mencela hadits-hadits tentang Imam Mahdi.

20) Fatwa-fatwa fiqh aneh Hizbut Tahrir:

Boleh berciuman dan berjabat tangan dengan wanita non mahram (Buletin Hizbut Tahrir “Jawaabus Suaal” 29-05-1970 M yang disebarkan An-Nabhani).

Boleh melihat gambar porno.

Boleh bagi wanita mengenakan wig dan celana “banthalun” dan boleh keluar mengikuti Pemilu meski dilarang suami (Buletin Hizbut Tahrir “Jawaabus Suaal” 17-02-1972 M yang disebarkan An-Nabhani)

Wanita boleh jadi anggota parlemen, sebagaimana dalam kitab mereka “Muqoddimatus Dustur” hal. 114 dan “Mitsaqul Ummah” hal. 72.

Boleh wanita menjadi qodhi, sebagaimana dalam kitab mereka “An-Nizhom Al-Ijtima’i fil Islam” hal. 89.

Boleh mengqishosh seorang muslim yang membunuh orang kafir, padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang.

Boleh taat kepada khalifah mereka meski menyelisihi ayat dan hadits yang jelas, sebagaimana dalam kitab mereka “Ad-Daulah Al-Islamiyah” hal. 108.

Dan masih banyak lagi yang dipaparkan Asy-Syaikh Abdur Rahman Ad-Dimasyqiyah secara detail dalam kitab beliau “Ar-Roddu ‘ala Hizbit Tahrir” silakan merujuk kitab tersebut.

PENEGASAN

Bagi yang mendalami dan memahami manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah insya Allah dengan mudah memahami analisa sebab kebencian Hizbut Tahrir terhadap Arab Saudi, yaitu karena negeri Arab Saudi, baik pemerintah dan ulamanya memiliki peran yang sangat besar dalam memperjuangkan tauhid dan sunnah serta berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai Pemahaman Salaf, yang sangat bertentangan dengan manhaj Hizbut Tahrir, bersamaan dengan itu para ulama Ahlus Sunnah baik yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Arab Saudi, merekalah yang menyingkap kesesatan Hizbut Tahrir, maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah penghalang terbesar bagi “khilafah” khayalan dan berbagai kesesatan Hizbut Tahrir yang lainnya, dan bukanlah ini suatu analisa yang baru, tapi sudah disebutkan ulama Salaf sejak dulu.

Al-Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata,

علامة أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر

“Tanda ahlul bid’ah adalah menjelek-jelekan Ahlul Atsar (Ahlus Sunnah).” [As Sunnah lil Laalakaai, 1/179]

Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata,

لَيْسَ مِنْ صَاحِبِ بِدْعَةٍ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخِلَافِ بِدْعَتِهِ بِحَدِيثٍ إِلَّا أَبْغَضَ الْحَدِيثَ

“Tidak ada satu pun pelaku bid’ah yang engkau sampaikan hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyelisihi bid’ahnya, kecuali ia akan membenci hadits tersebut.” [Syarafu Ashaabil Hadits: 149]

Al-Imam Ahmad bin Sinan Al-Qoththon rahimahullah berkata,

لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مُبْتَدِعٌ إِلَّا وَهُوَ يُبْغِضُ أَهْلَ الْحَدِيثِ فَإِذَا ابْتَدَعَ الرَّجُلُ نُزِعَ حَلَاوَةُ الْحَدِيثِ مِنْ قَلْبِهِ

“Tidak ada di dunia ini seorang ahlul bid’ah pun kecuali ia membenci Ahlul Hadits (Ahlus Sunnah), dan apabila seseorang berbuat bid’ah maka akan dihilangkan manisnya hadits dari hatinya.” [Syarafu Ashaabil Hadits: 150]

Al-Imam Abu Nashr bin Sallaam Al-Faqih rahimahullah berkata,

لَيْسَ شَيْءٌ أَثْقَلَ عَلَى أَهْلِ الْإِلْحَادِ، وَلَا أَبْغَضُ إِلَيْهِمْ مِنْ سَمَاعِ الْحَدِيثِ وَرِوَايَتِهِ بِإِسْنَادِه

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat atas orang-orang yang sesat dan lebih dibenci oleh mereka dari mendengar hadits dan meriwayatkannya dengan sanadnya.” [Syarafu Ashaabil Hadits: 151]

Al-Imam Abu ‘Utsman Ash-Shabuni rahimahullah berkata,

علامات البدع على أهلها بادية ظاهرة، وأظهر آياتهم وعلاماتهم: شدة معاداتهم لحملة أخبار النبي صلى الله عليه وسلم واحتقارهم واستخفافهم بهم

“Tanda-tanda ahlul bid’ah nampak jelas pada orang-orangnya, dan tanda mereka yang paling jelas adalah, kerasnya permusuhan, perendahan dan peremehan mereka terhadap para ulama pembawa hadits-hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.” [‘Aqidatus Salaf Ashhaabil Hadits: 101]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Sumber: http://sofyanruray.info/mengapa-hizbut-tahrir-membenci-arab-saudi/

Wollohu A’lam, Barokallohufiikum !

NASEHAT UNTUKMU REMAJA MUSLIM WANITA

Jangan kalian sia-siakan masa muda dan umur kalian dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, apalagi dengan perbuatan dosa dan maksiat…

Apalagi banyak dari kalian yang terjatuh pada pergaulan bebas…!!!

Wahai para wanita…!!!

perhatikanlah beberapa ayat dan hadits di bawah ini, semoga Allah memberikan hidayah kepada kalian…

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

“Dan hendaklah kalian (wahai para wanita) tetap di rumah kalian, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.”

al-Ahzab: 33

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat: (1) sebuah kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi, yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia, dan (2) para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan sambil berlenggak-lenggok (berjalan dengan menimbulkan godaan); kepala mereka seperti punuk unta yang miring; mereka tidak akan masuk surga dan tidak dapat mencium bau harum surga yang tercium dari jarak sekian-sekian.”

HR. Muslim no. 5704

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

al-Isra’: 32

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

“… Kemudian, kami pergi dan sampai pada suatu bangunan yang serupa dengan tungku api, yang terdengar darinya suara hiruk pikuk. Kami menengok ke dalamnya. Ternyata di dalam ada laki-laki dan perempuan dalam keadaan telanjang. Datang dari bawah mereka kobaran api, yang apabila kobaran api datang mengenai mereka, mereka berteriak (memekik). Aku bertanya, ‘Siapa mereka itu?’ … Mereka berdua menjawab, ‘Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang, yang berada di dalam bangunan serupa tungku api, adalah para pezina laki-laki dan perempuan’.”

HR. al-Bukhari no. 7047

Berkata al-Imam Ahmad tentang dosa zina :

“Saya tidak mengetahui sesuatu yang lebih besar dosanya—setelah dosa membunuh seseorang—daripada zina.”

ad-Da’ wad Dawa’ hlm. 230

Wallohu A’lam, Barokallohufiikum !!!

MENJAUHI PEMAHAMAN BARU YANG MENYIMPANG

Di dalam hadits Ibnu Mas’ud, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sebaik-baik generasi adalah generasiku. Kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi. Kemudian akan datang suatu kaum, kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”

[(Mutafaq ‘alaihi)]

[(Dan Lihat Ash-Shahihah oleh Al-Albany no. 700)]

Selain dalil di atas, perkara pokok ini (yaitu kewajiban mengikuti pemahaman Salaf) mempunyai dalil-dalil lain dari al-Kitab dan as-Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan dan Kami akan masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.

[(An-Nisa’ : 115)]

Dalil dalam ayat ini ada pada digabungkan sikap menjauhi jalan kaum mu’minin dengan penentangan kepada Rasul, hingga akhirnya berhak memperoleh ancaman yang dahsyat ini. Padahal hanya dengan penentangan kepada Rasul saja telah cukup untuk memperoleh ancaman tersebut berdasarkan firman Allah Ta’ala:

Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah serta menentang Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi madharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka.

[(Muhammad : 32)]

[(Dan Lihat Majmu’ul Fatawa oleh Ibnu Taimiyyah (19/194)]

Barokallohufiik !

DUNIA UNTUK BERAMAL AKHIRAT BALASAN NYA

Sebagaimana dalam firmannya :

Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).

[(An-Najm/53:31)]

Allah Taala juga telah membantu manusia untuk merealisasikan ibadah yang merupakan tujuan mereka diciptakan, dengan cara menundukkan makhluk-makhlukNya bagi manusia dan segala perantara kebaikan..

Dalam berfirmannya :

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.

[(Luqman/31:20)]

Dan juga dalam firman nya :

“Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.

[(Al-Jatsiyah/45:12-13)]

Oleh Karna itu Berfikirlah…..

Inilah Renungan Untuk Kita Bersama, Semoga Kita Semua Selalu Bersyukur Atas Nikmat Yang Di Karunianya, In Shaa Allah Aamiin…

Barokallohufiikum !

KETAATAN ISTRI KEPADA SUAMI ADALAH JAMINAN SURGANYA

Sebagaimana Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.”

[(HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)]

Jadi Suami adalah surga atau neraka bagi seorang istri. Karna Keridhoan suami menjadi keridhoan Allah.

Namun Istri yang tidak diridhoi suaminya karena tidak taat, dikatakan sebagai wanita yang durhaka dan kufur nikmat..

Sebagaimana Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa :

beliau melihat wanita adalah penghuni neraka terbanyak. Seorang wanita pun bertanya kepada beliau mengapa demikian? Rasulullah pun menjawab bahwa di antaranya karena wanita banyak yang durhaka kepada suaminya.

[(HR Bukhari Muslim)]

Wollohu A’lam, Barokallohufiikum !

MAUKAH KAMU BERSABAR ?

Sesungguhnya pengetahuan manusia, keinginan, dan watak mereka itu berbeda-beda meskipun mereka berasal dari bapak dan ibu yang sama (yaitu Nabi Adam dan Hawa). Dan sebenarnya ini merupakan ujian..

sebagaimana dalam Firmannya :

Dan kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.

[(al-Furqân/25:20)]

Namun Sebagian orang ada yang berkepribadian bijak, arif dan penuh toleran. Dia tidak mudah emosi dengan sedikit kalimat yang dia dengarnya..

Sebagian lagi, ada juga yang ceroboh, nekat, mudah tertipu, tidak sabar, mudah tersulut perkataan lalu berlaku konyol. Lisan dan tindak-tanduknya mendahului akalnya..

Wollohu A’lam, Barokallohufiikum !

UNTUKMU PARA REMAJA WANITA, KASIHANILAH DIRI KALIAN

Jangan kalian sia-siakan masa muda dan umur kalian dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, apalagi dengan perbuatan dosa dan maksiat…

Apalagi banyak dari kalian yang terjatuh pada pergaulan bebas…!!!

Wahai para wanita…!!!

perhatikanlah beberapa ayat dan hadits di bawah ini, semoga Allah memberikan hidayah kepada kalian…

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

“Dan hendaklah kalian (wahai para wanita) tetap di rumah kalian, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.”

al-Ahzab: 33

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat: (1) sebuah kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi, yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia, dan (2) para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan sambil berlenggak-lenggok (berjalan dengan menimbulkan godaan); kepala mereka seperti punuk unta yang miring; mereka tidak akan masuk surga dan tidak dapat mencium bau harum surga yang tercium dari jarak sekian-sekian.”

HR. Muslim no. 5704

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

al-Isra’: 32

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

“… Kemudian, kami pergi dan sampai pada suatu bangunan yang serupa dengan tungku api, yang terdengar darinya suara hiruk pikuk. Kami menengok ke dalamnya. Ternyata di dalam ada laki-laki dan perempuan dalam keadaan telanjang. Datang dari bawah mereka kobaran api, yang apabila kobaran api datang mengenai mereka, mereka berteriak (memekik). Aku bertanya, ‘Siapa mereka itu?’ … Mereka berdua menjawab, ‘Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang, yang berada di dalam bangunan serupa tungku api, adalah para pezina laki-laki dan perempuan’.”

HR. al-Bukhari no. 7047

Berkata al-Imam Ahmad tentang dosa zina :

“Saya tidak mengetahui sesuatu yang lebih besar dosanya—setelah dosa membunuh seseorang—daripada zina.”

ad-Da’ wad Dawa’ hlm. 230

Wallohu A’lam, Barokallohufiikum !!!

TAMPA GOLONGAN APAPUN

Mengikuti Al Qur’an Dan Al Hadits, Tampa Mengikuti Aliran Apapun…..
HANYA ITULAH YANG DI ANJURKAN !!!

Terdapat pembatasan zaman salaf, yaitu orang-orang yang tidak boleh diselisihi dengan mengada-adakan PEMAHAMAN BARU yang hal itu tidak mereka pahami…

Di dalam hadits Ibnu Mas’ud, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sebaik-baik generasi adalah generasiku. Kemudian generasi setelah mereka, kemudian setelah mereka lagi. Kemudian akan datang suatu kaum, kesaksian salah seorang mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya.”

[(Mutafaq ‘alaihi)]

[(Dan Lihat Ash-Shahihah oleh Al-Albany no. 700)]

Selain dalil di atas, perkara pokok ini (yaitu kewajiban mengikuti pemahaman Salaf) mempunyai dalil-dalil lain dari al-Kitab dan as-Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan dan Kami akan masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.

[(An-Nisa’ : 115)]

Dalil dalam ayat ini ada pada digabungkan sikap menjauhi jalan kaum mu’minin dengan penentangan kepada Rasul, hingga akhirnya berhak memperoleh ancaman yang dahsyat ini. Padahal hanya dengan penentangan kepada Rasul saja telah cukup untuk memperoleh ancaman tersebut berdasarkan firman Allah Ta’ala:

Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah serta menentang Rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi madharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka.

[(Muhammad : 32)]

[(Dan Lihat Majmu’ul Fatawa oleh Ibnu Taimiyyah (19/194)]

Barokallohufiik !

MENGOBATI SIFAT NGEYEL

Oleh: Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc.
ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ

Dinasehati malah marah-marah
Dinasehati malah menuduh yang
menasehati sombong, sok suci dsb.
Dinasehati malah mencaci maki

Saudaraku seiman…

Itulah tingkah laku sebagian orang yang susah menerima nasehat, bahkan ketika dibacakan Al Quran dan Hadits kepadanya, tidak bergeming sedikitpun untuk menerima nasehat tersebut.

Allah telah memberikan tips agar orang yang susah menerima nasehat, yang hatinya keras, bahkan mungkin lebih keras daripada batu!

Ketauhilah…,
semoga Anda dirahmati Allah…

Obat sifat ngeyel adalah:

MENGINGAT AKHIRAT!

Ingatlah bahwa ada hari kebangkitan,

pengumpulan manusia dipadang mahsyar dalam keadaan tdk memakai alas kaki, telanjang, sedangkan matahari di dekatkan hanya sekitar 1Mil…!!!

Ingatlah berjalan di atas shirath yang terbentang antara neraka jahannam, berjalan sesuai dengan amal perbuatan masing-masing.

Ingatlah buku catatan amal yang menyebutkan semua kelakuan dan ucapan.

Ingatlah Surga dan Neraka..!!!

Allah Taala berfirman:

ﺫَٰﻟِﻚَ ﻳُﻮﻋَﻆُ ﺑِﻪِ ﻣَﻦ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﻳُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ
ﺫَٰﻟِﻜُﻢْ ﺃَﺯْﻛَﻰٰ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻃْﻬَﺮُ

Artinya: “…Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci…” QS. An Nisa:232,

dan juga ayat yang sama pada QS. Ath Thalaq: 2.

NB: Faidah ini dari majelis ilmu Syaikh Saad Asy Syatsry hafizhahullah dalam penutupan kajian Islam Intensif membaca
kitab Ushulul Iman, di Masjidil Haram Mekkah Al Mukarramah.
Senin, 3 Jumadats Tsaniyah 1436H.

Sumber : facebook akun Azzam Asadulloh

FITNAH ISIS (Daulah Islam Iraq dan Syam) DAN KEJAHATANNYA

image

Nasehat Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Tentang ISIS dan Khilafah Khayalan Mereka

Oleh: Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr hafizhahullah

بسم الله الرحمن الرحيمالحمد لله وحده وصلى الله وسلم على من لا نبي بعده نبينا محمد وعلى آله وصحبه. أما بعد؛

Beberapa tahun lalu, di Iraq lahir sebuah kelompok yang menamakan diri mereka دولة الإسلام بالعراق والشام (dalam versi bahasa Inggris: Islamic State of Iraq and Sham; ISIS), dan dikenal juga dengan singkatan [داعش] yang diambil dari huruf-huruf awal nama daulah khayalan tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian pengamat yang mengikuti perkembangan mereka, munculnya daulah khayalan ini diikuti dengan munculnya sejumlah nama: Abu Fulan Al Fulani atau Abu Fulan bin Fulan, yaitu berupa kun-yah yang disertai penisbatan kepada suatu negeri atau kabilah. Inilah kebiasaan orang-orang majhul (orang yang tidak jelas) yang bersembunyi di balik kun-yah dan penisbatan.

Kemudian setelah beberapa waktu terjadinya peperangan di Suriah antara pemerintah dan para penentangnya, masuklah sekelompok orang dari ISIS ini ke Suriah. Bukan untuk membantu memerangi pemerintah Suriah, namun malah memerangi Ahlus Sunnah yang berjuang melawan pemerintah Suriah dan membantai Ahlus Sunnah. Dan sudah masyhur bahwa cara mereka membunuhi orang-orang yang ingin mereka bunuh seenaknya yaitu dengan menggunakan golok-golok yang merupakan cara terburuk dan tersadis.

Di awal bulan Ramadhan tahun ini (1435 H) mereka mengubah nama mereka menjadi الخلافة الإسلامية (Al-Khilafah Al-Islamiyah). Khalifahnya yang disebut dengan Abu Bakar Al Baghdadi berkhutbah di sebuah masjid jami’ di Mosul. Diantara yang ia katakan dalam khutbahnya: “Aku dijadikan pemimpin bagi kalian padahal aku bukan orang yang terbaik di antara kalian”. Sungguh ia telah berkata benar, bahwa ia bukanlah orang yang terbaik di antara mereka, karena ia telah membunuhi orang seenaknya dengan golok-golok. Apabila pembunuhan tersebut atas perintahnya, atau ia mengetahuinya atau ia menyetujuinya, maka justru ia adalah orang yang terburuk di antara mereka. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:

من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه، لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه، لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا

“Barangsiapa mengajak kepada jalan petunjuk, maka ia mendapatkan pahala semisal pahala orang yang mengikutinya. tanpa mengurangi pahala orang yang mengkutinya itu sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak keada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa semisal dosa orang yang mengikutinya. tanpa mengurangi dosa orang yang mengkutinya itu sedikitpun” (HR. Muslim, 6804)

Kalimat yang ia katakan tersebut dalam khutbahnya, sebenarnya adalah kalimat yang telah dikatakan oleh khalifah pertama umat Islam setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu wa ardhaah. Namun beliau adalah orang yang terbaik dari umat ini, dan umat ini adalah umat yang terbaik dari umat-umat yang ada. Beliau berkata demikian dalam rangka tawadhu’ (rendah hati) padahal beliau sendiri tahu dan para sahabat juga tahu bahwa beliau adalah orang yang terbaik di antara mereka berdasarkan dalil-dalil berupa ucapan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengenai hal tersebut. Maka sebaiknya firqah ini (ISIS) sadar diri dan kembali kepada jalan petunjuk sebelum daulah mereka hilang dihembus angin sebagaimana daulah-daulah yang telah ada semisalnya di berbagai zaman.

Dan suatu hal yang disayangkan, fitnah (musibah) khilafah khayalan yang lahir beberapa waktu yang lalu ini, diterima dan disambut oleh sebagian pemuda di negeri Al-Haramain. Mereka bahagia dan senang terhadap khilafah khayalan ini sebagaimana senangnya orang yang haus ketika mendapatkan minuman. Dan diantara mereka juga ada yang mengaku telah berbai’at kepada khalifah majhul tersebut! Bagaimana mungkin bisa diharapkan kebaikan dari orang-orang yang memiliki pemahaman takfir (serampangan memvonis kafir) dan taqtil (serampangan membunuh orang) dengan cara membunuh yang paling kejam dan sadis?

Maka yang menjadi kewajiban atas para pemuda tersebut untuk melepaskan diri mereka dari pengaruh para provokator, dan hendaklah mereka ruju’kepada apa yang datang dari Allah ‘Azza Wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam dalam setiap tindak-tanduk mereka. Karena pada keduanya ada keterjagaan, keselamatan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Dan hendaknya mereka juga ruju’ kepada para ulama yang senantiasa menasihati mereka dan kaum muslimin. Diantara contoh keselamatan dari kesesatan karena ruju’ kepada para ulama adalah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (191) dari Yazid Al Faqir, ia berkata:

كنتُ قد شَغَفَنِي رأيٌ من رأي الخوارج، فخرجنا في عِصابةٍ ذوي عدد نريد أن نحجَّ، ثمَّ نخرجَ على الناس، قال: فمررنا على المدينة فإذا جابر بن عبد الله يُحدِّث القومَ ـ جالسٌ إلى ساريةٍ ـ عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: فإذا هو قد ذكر الجهنَّميِّين، قال: فقلتُ له: يا صاحبَ رسول الله! ما هذا الذي تُحدِّثون؟ والله يقول: {إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ}، و {كُلَّمَا أَرَادُوا أَن يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا}، فما هذا الذي تقولون؟ قال: فقال: أتقرأُ القرآنَ؟ قلتُ: نعم! قال: فهل سمعت بمقام محمد عليه السلام، يعني الذي يبعثه فيه؟ قلتُ: نعم! قال: فإنَّه مقام محمد صلى الله عليه وسلم المحمود الذي يُخرج اللهُ به مَن يُخرج. قال: ثمَّ نعتَ وضعَ الصِّراط ومرَّ الناس عليه، قال: وأخاف أن لا أكون أحفظ ذاك. قال: غير أنَّه قد زعم أنَّ قوماً يَخرجون من النار بعد أن يكونوا فيها، قال: يعني فيخرجون كأنَّهم عيدان السماسم، قال: فيدخلون نهراً من أنهار الجنَّة فيغتسلون فيه، فيخرجون كأنَّهم القراطيس. فرجعنا، قلنا: وَيْحَكم! أَتَروْنَ الشيخَ يَكذِبُ على رسول الله صلى الله عليه وسلم؟! فرجعنا، فلا ـ والله! ـ ما خرج منَّا غيرُ رَجل واحد، أو كما قال أبو نعيم

“Dulu aku pernah terpengaruh dan begitu menyukai suatu pemikiran dari pemikiran Khawarij, lalu kami keluar bersama sekelompok orang banyak untuk berhaji. Kami pun keluar bersama orang-orang. Kemudian tatkala kami melewati Madinah, kami mendapati Jabir bin ‘Abdillah tengah duduk di tengah para musafir untuk mengajarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau menyebutkan tentang Al Jahannamiyun (orang-orang yang dikeluarkan dari neraka). Aku pun berkata kepada Jabir bin ‘Abdillah, ‘Wahai shahabat Rasulullah, apa yang sedang kau katakan ini? Bukankah Allah berfirman (yang artinya): Wahai Rabb kami, sesungguhnya siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan dia” (QS. Ali ‘Imran: 192). Allah juga berfirman (yang artinya): “Setiap kali mereka (para penghuni neraka) hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya” (QS. As-Sajdah: 20). Lalu apa yang kalian katakan ini?”. Maka Jabir bin ‘Abdillah pun berkata, “Apakah kau membaca Al Quran?”. Aku menjawab, “Ya”. Jabir berkata, “Lantas apakah kau mendengar tentang kedudukan Muhammad ‘alaihis salam? Yakni kedudukan yang beliau diutus kepadanya?”. Aku menjawab, “Ya”. Jabir “Maka sesungguhnya itulah kedudukan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang terpuji, yang dengan sebabnya lah Allah mengeluarkan orang yang dikeluarkan dari neraka”. Kemudian Jabir menjelaskan tentang letak shirath dan bagaimana manusia melintasinya. Aku khawatir tidak menghafalnya semua penjelasannya. Hanya saja Jabir mengatakan bahwa ada orang-orang yang dikeluarkan dari neraka setelah mereka berada di dalamnya, dia mengatakan, “Lalu mereka dikeluarkan (dari neraka) seakan-akan mereka itu potongan kayu dan biji-bijian kering yang telah dijemur, lalu mereka dimasukkan ke sebuah sungai dari sungai-sungai surga dan mereka mereka dicuci di situ, lalu dikeluarkan lagi seakan-akan mereka itu kertas yang putih”. Lalu kami pun ruju’, kami mengatakan kepada sesama kami, “Celakalah kalian! Apakah kalian pikir Syaikh (yaitu Jabir bin ‘Abdillah) telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Dan kami pun ruju’, dan demi Allah, tidaklah ada yang keluar dari kelompok kami kecuali seorang lelaki saja. Atau kira-kira demikian yang dikatakan oleh Abu Nu’aim” (HR. Muslim)

Abu Nu’aim di sini adalah Al Fadhl bin Dukain, ia adalah salah seorang perawi hadits ini. Hadits ini menunjukkan bahwa kelompok yang disebutkan di dalamnya telah mengagumi pemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan pelaku dosa besar dan meyakini mereka kekal di neraka. Namun dengan bertemunya mereka dengan Jabir radhiyallahu’anhu dan dengan penjelasan beliau, akhirnya mereka kemudian mengikuti bimbingan Jabir kepada mereka lalu meninggalkan kebatilan yang mereka pahami. Mereka juga tidak jadi melancarkan pemberontakan yang sudah mereka rencanakan akan dilakukan setelah haji. Inilah faidah terbesar yang akan didapatkan oleh seorang Muslim jika ia ruju’ kepada ulama.

Bahaya ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama dan menyimpang dari kebenaran serta menyelisihi pendapat ahlussunnah wal jama’ah juga ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berikut ini, dari hadits Hudzaifah radhiyallahu’anhu,

إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي

“Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kalian adalah orang yang membaca Al-Qur’an, yaitu ketika telah terlihat cahaya dalam dirinya dan menjadi benteng bagi Islam, ia pun berlepas diri dari Al Qur’an dan membuangnya di belakang punggungnya. Lalu ia berusaha memerangi tetangganya dengan pedang dan ia menuduh tetangganya itu telah syirik. Aku (Hudzaifah) berkata: ‘Wahai Nabi Allah, (dalam keadaan ini) siapakah yang berbuat syirik, apakah yang menuduh atau yang tertuduh?’. Beliau bersabda: ‘yang menuduh’” (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar, lihat Silsilah Ash Shahihah karya Al-Albani no. 3201).

Masih belianya usia, merupakan sumber buruknya pemahaman. Ini ditunjukkan oleh hadits yang di riwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya (4495) dengan sanadnya dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya bahwa ia berkata:

قلت لعائشة زوج النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم وأنا يومئذ حديث السنِّ: أرأيتِ قول الله تبارك وتعالى: {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا} ، فما أرى على أحد شيئاً أن لا يطوَّف بهما، فقالت عائشة: كلاَّ! لو كانت كما تقول كانت: فلا جناح عليه أن لا يطوَّف بهما، إنَّما أنزلت هذه الآية في الأنصار، كانوا يُهلُّون لِمناة، وكانت مناة حذو قديد، وكانوا يتحرَّجون أن يطوَّفوا بين الصفا والمروة، فلمَّا جاء الإسلام سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك، فأنزل الله  {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا

“Aku berkata kepada Aisyah istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan aku ketika itu masih berumur muda: Apa pendapatmu tentang firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke Ka’bah atau Umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf pada keduanya”. Maka aku berpendapat bahwa tidak mengapa seseorang tidak melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah?. Aisyah berkata: Tidak, andaikan seperti yang engkau katakan maka ayatnya akan berbunyi, “Maka tidak ada dosa baginya untuk ‘tidak’ thawaf pada keduanya”. Hanyalah ayat ini turun ada sebabnya, yaitu tentang kaum Anshar, dulu mereka berihram untuk Manat, dan Manat terletak di Qudaid. Dahulu mereka merasa berdosa untuk melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah. Ketika datang Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang itu, lalu Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke Ka’bah atau Umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf pada keduanya”” (HR. Al Bukhari)

‘Urwah bin Az-Zubair termasuk orang yang utama dari kalangan tabi’in, salah seorang dari 7 fuqoha Madinah di masa tabi’in. Beliau telah menyiapkan‘udzur-nya pada kesalahan pemahaman beliau, yaitu usia beliau yang masih muda ketika bertanya pada Aisyah. Maka jelaslah dari sini bahwa belianya usia meupakan sumber buruknya pemahaman dan bahwa kembali kepada ulama adalah sumber kebaikan dan keselamatan. Dalam Shahih Al Bukhari(7152) dari Jundab bin Abdillah, ia berkata:

إنَّ أوَّل ما ينتن من الإنسان بطنُه، فمَن استطاع أن لا يأكل إلاَّ طيِّباً فليفعل، ومَن استطاع أن لا يُحال بينه وبين الجنَّة بملء كفٍّ من دم هراقه فليفعل

“Sesungguhnya bagian tubuh manusia yang pertama kali membusuk adalah perutnya, maka siapa yang mampu untuk tidak makan kecuali dari yang baik hendaknya ia lakukan. Barangsiapa yang mampu untuk tidak dihalangi antara dirinya dan surga dengan setangkup darah yang ia tumpahkan, hendaknya ia lakukan” (HR. Al Bukhari)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (13/130) : “Diriwayatkan juga secara marfu’ oleh Ath-Thabrani dari jalan Ismail bin Muslim, dari Al Hasan, dari Jundab dengan lafadz: kalian tahu bahwa aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

تعلمون أنِّي سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:  لا يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه بغير حلِّه

‘Janganlah terhalangi sampai salah seorang dari kalian dengan surga karena setangkup darah seorang muslim yang ia tumpahkan tanpa alasan yang benar, padahal ia sudah melihat surga’

Hadits ini walaupun tidak secara tegas marfu’ kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam namun dihukumi marfu’ karena tidak mungkin dikatakan berdasarkan pendapat. Sebab di dalamnya ada ancaman yang keras terhadap dosa membunuh seorang muslim tanpa hak” [selesai perkataan Ibnu Hajar].

Sebagian hadits-hadits dan atsar-atsar ini telah aku sebutkan dalam tulisanku berjudul Biayyi ‘Aqlin wa Diinin Yakuunut Tafjiir wat Tadmiir Jihaadan. Di dalamnya juga terdapat banyak hadits dan atsar yang menjelaskan haramnya bunuh diri dan haramnya membunuh orang lain tanpa hak. Tulisan ini telah dicetak secara tersendiri pada tahun 1424 H, dan dicetak pada tahun 1428 H bersama tulisan lain yang berjudul Badzalun Nush-hi wat Tadzkiir li Baqaayal Maftuuniin bit Takfiir wat Tafjiir yang termasuk dalam Majmu’ Kutub war Rasail milikku (6/225/276).

Dan kepada para pemuda yang sudah ikut-ikutan mendukung ISIS ini, hendaklah mereka ruju‘ dan kembali kepada jalan yang benar. Dan jangan terfikir sama sekali untuk bergabung bersama mereka, yang akan menyebabkan kalian keluar dari kehidupan ini lewat bom bunuh diri yang mereka pakaikan atau disembelih dengan golok-golok yang sudah jadi ciri khas kelompok ini. Dan (kepada para pemuda Saudi) hendaknya mereka tetap mendengar dan taat kepada pemerintah Arab Saudi yang mereka hidup di bawah kekuasaannya. Demikian pula bapak-bapak dan kakek-kakek juga mereka hidup di negeri ini dalam keadaan aman dan damai. Sungguh negeri ini adalah negeri yang terbaik di dunia ini, dengan segala kekurangannya. Dan diantara sebab kekurangan tersebut fitnah (musibah) para pengikut budaya Barat di negeri ini yang terengah-engah dalam taqlid terhadap negeri Barat dalam perkara yang mengandung mudharat.

Aku memohon kepada Allah ‘Azza Wa Jalla agar Ia senantiasa memperbaiki kondisi kaum muslimin di manapun berada. Dan semoga Allah memberi hidayah kepada para pemuda kaum Muslimin baik laki-laki maupun wanita kepada setiap kebaikan, semoga Allah menjaga negeri Al Haramain baik pemerintah maupun masyarakatnya dari setiap kejelekan, semoga Allah memberi taufiq kepada setiap kebaikan dan melindungi dari kejahatan orang-orang jahat dan tipu daya orang-orang fajir. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه.

Sumber: http://al-abbaad.com/index.php/articles/125-1435-09-28

Penerjemah: tim penerjemah Muslim.Or.Id

SITUS RESMI JABHAH NUSHRAH TERBARU UNGKAP KERUSAKAN DAN KEDZOLIMAN ISIS KHAWARIJ

image

ALEPPO – Komite Media Jabhah Nushrah di Wilayah Timur merilis sebuah situs yang didedikasikan sebagai penjelasan tentang kesesatan Daulah (ISIS) pada Senin (17/2/2015). Materi tersebut bertajuk “Daulah Islam: Sebuah kekhalifahan Dzalim dan Rusak”. Website tersebut mengupload 4,5 GB (220 file) video, foto, dokumen, dan rekaman suara yang mengungkapkan betapa bahaya dan sesatnya Daulah (ISIS), sebagaimana dilaporkan Opensyria dalam Muqawamah, Kamis (26/2).

“Dia (ISIS) bekerja secara intelektual dan politik; sehingga kita harus menghadapinya dengan senjata yang sama,” demikian bunyi bagian pendahuluan situs tersebut.

Rilis situs tersebut merupakan bagian dari strategi Jabhah Nushrah guna menciptakan jalinan emosional dan meluruskan pemahaman warga Suriah, kondisi yang dianggap penting untuk membangun Imarah Islam di Suriah.

Materi dari website tersebut, menurut muqadimahnya, merupakan “pesan yang kami telah putuskan untuk dikirim ke seluruh umat.” Di dalamnya termasuk video dan foto-foto eksekusi tentara Daulah terhadap warga sipil, serta kesaksian dari orang-orang dari dalam Daulah. Situs itu juga menyajikan rekaman suara petinggi Daulah (ISIS) yang menyebut Syaikh Usamah Bin Laden (rahimahullah), Amir Imarah Islam (Taliban) Mullah Muhammad Umar (hafidzahullah), dan pejuang Jabhah Nushrah sebagai murtadin (orang yang keluar dari Islam).

Semua rekaman video, suara, dan pernyataan dalam situs tersebut secara resmi tertanda oleh Jabhah Nushrah dan para petinggi Al-Qaeda pusat, serta anggota Dewan Syura, termasuk Syaikh Ayman Az-Zawahiri (hafidhahullah), Syaikh Abu Muhammad Al-Jaulani (hafidhahullah), dan Syaikh Abu Abdullah Al-Shami (hafidhahullah). Jabhah Nushrah secara tegas menuntut diakhirinya pertikaian antara faksi-faksi jihad, dan [mengakhhiri] kesalahpahaman dalam komunikasi, serta menyeru [Muslimin] untuk bersatu di bawah kesatuan atau Imarah Islam.

Dalam sebuah dokumen audio, Syaikh Ayman Az-Zawahiri dan Syaikh Abu Muhmmad Al-Jaulani menatakan kepada rakyat Suriah, menyerukan penghancuran rezim Assad, mengutuk persengkataan, faksi pemberontak yang rusak (pelaku kriminal), dan menyerukan sebuah ikatan Islami, menyatukan umat, yang ianya lebih kuat daripada politik, Hizbiyyah, atau ikatan Ashobiyyah.

Pernyataan ini sekaligus mendefinisikan peran organisasi jihad sebagai garda terdepan dan pembela revolusi yang sebenarnya, dan yang terakhir bertindak sebagai perpanjangan kehendak umat Islam.

  1. Muqadimah Website

Jabhah Nushrah dalam muqadimahnya berusaha untuk mengekspos penyimpangan Daulah (ISIS). Hal ini dilakukan agar umat Islam dan Mujahidin menyadari siapa sebenarnya Daulah (ISIS). Pada banner website tersebut, JN mengatakan bahwa ini merupakan “rilis terbesar di kancah jihad untuk mengungkap hakikat Khawarij modern: ‘Tandhim Daulah Al-Baghdadi’”.
muqadimah website Jabhah Nushrah disertai banner yang tegas

caption muqadimah website Jabhah Nushrah disertai banner yang tegas

Dengan nama Allah, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam; dan tidak ada permusuhan kecuali pada para penindas (Zalim), dan sungguh akibat yang baik bagi orang-orang yang bertaqwa, Sholawat dan Salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.

Umat Islam harus tahu realitas apa yang terjadi di Suriah, dari penindasan, kekejaman, dan agresi dari Jamaah Daulah terhadap kaum Muslimin pada umumnya, dan Mujahidin khususnya. Dengan beberapa pengecualian kekejaman serupa belum terulang dalam sejarah. Namun banyak yang masih bingung dan ragu-ragu, terutama ketika terpengaruh oleh media mereka (Daulah) yang penuh dengan kebohongan. Dan untuk alasan ini, kami, “Komite Media Jabhah Nushrah di Wilayah Timur,” telah memutuskan untuk mengungkap hakikat dan kebohongan para Ghullat (ekstremis) yang berselubung di balik jubah agama; maka kami bekerja dan mengumpulkan materi-materi yang terkait dengan peristiwa-peristiwa (di Suriah), serta penjelasan dari para ulama, dan kami menyusunnya semua itu dalam format yang mudah untuk dicari; sehingga kebenaran itu sampai pada mereka yang ingin untuk mencari tahu.

Website ini datang sebagai sanggahan; pengajaran dan nasihat kepada umat; sebagai pedoman untuk mereka yang bodoh; sebagai klarifikasi kepada mereka yang membabi buta; sebagai dakwah untuk mereka yang terdelusi dan ditipu; dan sebagai tekanan kepada penindas.

Website ini, yang kami mohon kepada Allah agar bermanfaat bagi kami, adalah pesan yang telah kami putuskan untuk menyampaikannya ke seluruh umat. Kami melihat mereka tersebar di kanan dan kiri (kebingungan), meraba-raba dalam gelap mencari jalan. Sungguh proyek Jamaah Daulah berbahaya di setiap tingkatan. Dia dipersenjatai dengan pikiran hitam dan bergerak secara intelektual, militer dan politik; sehingga kita harus menghadapinya dengan senjata yang sama.

Jadi ini adalah upaya kami, kami memohon pengampunan dari Tuhan kami (agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata (pula); kita menaruh (fakta) ini di tangan mereka yang menginginkan kebenaran, bersama harapan kami kepada Allah Azza wa Jalla agar (upaya kami) tidak mencair bagai lembah, atau tertiup bagai debu. Kami memohon kepada Azza wa Jalla agar pekerjaan kami ini membantu kemenangan kaum tertindas, dan menjadi penghalang bagi penindas, karena Allah ada di belakang kami, dan Dia-lah yang membimbing ke jalan yang lurus.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam

Setelah Mukadimah website, daftar isi membagi situs menjadi 17 bagian:

Fadilatus Syaikh Dr. Ayman Az-Zawahiri – Hafidhahullah
Fadilatus Syaikh Al-Fatih Abu Muhammad Al-Jaulani – Hafidhahullah
Fadilatus Syaikh Abu Mariah Al-Qahtani – Hafidhahullah
Mubahalah, dan kesaksian sebelum akhir waktu Mubahalah
Serial hukum Imarah, oleh Syaikh Harith An-Nadhari – Taqabbalahullah
Serial masalah-masalah penting seputar Imamah hak umat, oleh Syaikh Abu Abdullah As-Shami- Hafidhahullah.
Ulama dan Da’I : Mereka memutuskan dengan kebenaran, dan membongkar hakikat Daulah
Tulisan dan pernyataan (Ini adalah pernyataan kepada manusia, sebagai bimbingan dan nasihat untuk orang yang bertaqwa)
Dokumentasi bergambar.. Membongkar hakikat aqidah mereka dan takfir mereka kepada Mujahidin.
Dokumentasi kejahatan.. Mereka membunuh orang-orang Islam dan meninggalkan orang-orang musyrik.
Daulah Khawarij berkata : Rekaman suara mengungkap kerusakan aqidah mereka
Dan bersaksilah seseorang dari mereka : Kesaksian tentang Jamaah Daulah dari dalam
Syubuhat dan Tanggapan: Tanggapan para ulama dan da’i mengenai syubuhat ekstrimis Khawarij
Muhajirin di bawah pengepungan : Serial perkataan Muhajirin yang dikepung oleh Khawarij dan Nushairiyyah di Deir Ez-Zor
Kaum Zindiq dan kafir memuji Daulah Islam atas pembunuhan mereka terhadap orang-orang Islam di Suriah
Pengalaman Aljazair : Alasan kegagalan Jihad Aljazair dan perbandingan dengan peristiwa di Syam
Khilafah yang kami inginkan, oleh Syaikh Dr. Ayman Az-Zawahiri – Hafidhahullah

  1. Detail Bagian : Kejahatan Perang dan Rekaman yang Bocor

Di sini kami hanya mengambil satu dari banyak contoh kejahatan Daulah terhadap kaum Muslimin. Hal ini diungkapkan dalam bagian 10. Dokumentasi kejahatan.. Mereka membunuh orang-orang Islam dan meninggalkan orang-orang musyrik.

2.1 Prajurit asing Daulah melakukan eksekusi terhadap orang tua dan anak-anak di Aleppo

Jabhah Nushrah menampilkan video sejumlah prajurit Daulah mengeksekusi setidaknya tujuh warga sipil di Aleppo pada tahun 2013. Tidak jelas siapa yang memproduksi dan mengupload video yang berjudul “Kebenaran tentang Abu Assad Al-Uzbeki, penjahat dalam pembantaian di Aleppo,” ke YouTube pada April 2014.

Dalam video pembantaian tersebut, setidaknya satu anak ditembak mati. Setelah eksekusi, komandan satuan (Abu Assad) berjalan sepanjang orang yang tewas dan berbicara dalam bahasa Slavia.
video pembantaian yang dilakukan ISIS

video caption pembantaian yang dilakukan ISIS

Pada detik ke 49, seorang warga yang menunggu untuk dieksekusi mengatakan, “dia hanya seorang anak kecil.” Namun prajurit Daulah tetap membunuh anak itu tanpa ampun. Sumber: “ISIS melakukan eksekusi massal di Suriah +21.” Tahrir Souri. 7 Maret 2014.
video pembantaian yang dilakukan ISIS

video caption pembantaian yang dilakukan ISIS

Pada menit 01:55, komandan satuan berbicara dalam bahasa yang terdengar seperti bahasa Slavia. Sumber: “ISIS melakukan eksekusi massal di Suriah +21.” Tahrir Souri. 7 Maret 2014.

Jabhah Nushrah membandingkan frame video dari komandan satuan yang terlihat dalam video pembantaian, dengan foto seorang pejuang asing dari video resmi Jamaah Al-Baghdadi. Nama pria itu adalah Abu Assad Al-Uzbeki, “menyajikan perbandingan titik-demi-titik kedua gambar.
Abu Assad al-Uzbeki

Pada: detik ke 29, terlihat jelas foto Abu Assad Al-Uzbeki dengan video pembantaian sangat mirip dengan foto dalam video rilisan Daulah. Tulisan di gambar : “Dan ini yang dikenal sebagai Abu Assad Al-Uzbeki.” Sumber: “Kebenaran tentang Abu Assad Al-Uzbeki, penjahat dalam pembantaian di Aleppo.”

Pada menit ke 02:37, Jabhah Nushrah coba membandingkan antara kedua gambar. Tutup kepala dan ukurannya, hidung dan bentuk wajahnya, sabuk amunisi, lingkar tubuh, sarung tangan dan jenggot semuanya memiliki kesamaan. Sumber: “Kebenaran tentang Abu Assad Al-Uzbeki, penjahat dalam pembantain di Aleppo.”

Setelah analisis video, Jabhah Nushrah menyajikan pernyataan video oleh Mujahid Syaikh Atiatullah Al-Libi, seorang anggota Dewan Syura Al-Qaeda. Al-Libi pertama menyatakan “adalah tugas kita, sebgai seorang yang memiliki kemampuan, untuk menyelamatkan dan melindungi [masyarakat Muslim] yang tertindas.” Beliu kemudian mengutuk kebrutalan kekejaman dan mencela tindakan seperti itu, beliau mengatakan “mereka tidak ada bedanya dengan geng-geng kriminal (Shabihah) Assad, atau tentara bayaran murtad.”
pesan Dewan Syura Al-Qaeda

pesan Dewan Syura Al-Qaeda

Pada 2:40, Anggota Dewan Syura Al-Qaeda Syaikh Atiatullah Al-Libi mencela kekejaman, dan mendesak untuk membela kaum Muslimin yang tertindas di mana-mana. Sumber: “Kebenaran tentang Abu Assad Al-Uzbeki, penjahat dalam pembantain di Aleppo.”

2.2 Rekaman suara ‘ulama’ Daulah yang mengkafirkan Syaikh Usamah Bin Laden

Abu Muhammad Al-Tunisi, Syar’I Daulah yang berbasis di Hasakah, Abu Mus’ab Al-Tunisi, Syar’I Daulah di Deir Ez-Zor, dan Abu Usamah Al-Iraki, gubernur Hasakah, membahas mengenai apakah pantas mengkafirkan Taliban di Afghanistan, dan terlebih lagi, Syaikh Usamah bin Laden sendiri.

Saat pembahasn dimulai, satu orang mengatakan (tidak jelas siapa) bahwa sebelum invasi AS ke Afghanistan pada tahun 2001, pemerintah Taliban telah mengirim duta ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Pakistan, dan menurut mereka, juga ke PBB, perwakilan tidak resmi itu dikenal bernama Abdus Salam Daif.

Sebuah pertanyaan kemudian diajukan: “apakah ‘pelanggaran’ ini membuat Taliban murtad dan keluar dari Islam?” Pada menit ke 01:10, konsensus di antara yang hadir adalah “tentu saja.” Keterlibatan Taliban dengan masyarakat internasional membuat mereka murtad. Sementara Syaikh Usamah Bin Laden, pada menit ke 2:36 dalam rekaman: “Jika dia menyaksikan tindakan ini berlangsung dan kemudian duduk bersama mereka, maka hukum atas dirinya adalah sama dengan mereka (yakni murtad).”

Kesimpulan

Website yang baru dirilis ini merupakan salah satu upaya Jabhah Nushrah untuk mengungkapkan hakikat Daulah (ISIS) yang sebenarnya. Dengan dibongkarnya penyimpangan dan kesesatan mereka, Jabhah Nushrah berharap agar kaum Muslimin dan Mujahidin, serta orang-orang yang masih mencari kebenaran akan tercerahkan dan menemukan kebenaran sejati. Wallahua’lam bish shawwab.

http://www.arrahmah.com/foto/situs-resmi-jabhah-nushrah-terbaru-ungkap-kerusakan-dan-kedzaliman-isis.html#sthash.qCiJbfm4.dpuf

TIDAK ADA KHALIFAH DARI AHLUL BAIT SAMPAI HARI KIAMAT KECUALI IMAM MAHDI, JADI DAULAHNYA BAGHDADY ADALAH MAJHUL

image

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Al Bidayah Wan Nihayah juz 11/398 menyebutkan :

“Dan di antara yang menjadi dalil bahwa mereka (Khilafah Daulah Fathimiyyah) adalah orang-orang yang memberikan pengakuan dusta (bahwa mereka adalah Ahlul Bait), sebagaimana disebutkan oleh para ulama yang terhormat itu dan para imam yang utama, dan bahwasanya mereka (Daulah Fathimiyyah) tidak memiliki hubungan nasab sama sekali dengan Ali bin Abi Thalib juga kepada Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana pengakuan mereka. Adalah ucapan sahabat Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma kepada Al Husain bin Ali bin Abi Thalib ketika akan berangkat ke Iraq, yaitu saat para penduduk kota Kuffah mengirimkan utusan kepada beliau dan berjanji akan memberikan bai’at kepadanya.

Ibnu Umar berkata : “Janganlah engkau pergi ke sana karena sesungguhnya aku takut engkau akan terbunuh, dan sesungguhnya kakekmu (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam) telah diminta oleh Allah untuk memilih dunia atau akhirat, dan beliau memilih akhirat dibandingkan dunia. Sedangkan engkau adalah bagian dari beliau dan sesungguhnya demi Allah, engkau tidak akan mendapatkannya (kekhalifahan), engkau maupun salah satu di antara orang setelahmu, juga Ahlul Bait mu”.

Ibnu Katsir kemudian menjelaskan : “Kalimat yang berkedudukan Hasan Shahih, yang tertuju pada kepada masalah ini dan sangat masuk akal, yang disampaikan oleh sahabat yang mulia ini menunjukkan bahwa : TIDAK AKAN ADA KHALIFAH DARI AHLUL BAIT KECUALI MUHAMMAD BIN ABDULLAH AL MAHDI (IMAM MAHDI) YANG AKAN DIANGKAT DI AKHIR ZAMAN BERSAMA DENGAN TURUNNYA NABI ISA IBNU MARYAM. HAL INI KARENA DEMI MENJAGA AGAR AHLUL BAIT TIDAK TERPEDAYA DENGAN DUNIA DAN AGAR TIDAK MENGOTORI KEMULIAAN MEREKA”.(Al Bidayah Wan Nihayah Juz 11/398)

Berdasarkan atsar hasan shahih ini dan berbagai komentar ahli nasab terhadap keluarga Al Badry, tidak sedikit yang mengatakan bahwa nasab Al Badry bukanlah Ahlul Bait. Namun demikian jika memang benar bahwa nasab Al Badry di mana Syaikh Abu Bakar Al Baghdady dilahirkan merupakan Ahlul Bait maka kemungkinannya adalah :

Pertama : Syaikh Abu Bakar Al Baghdady menjadi Khilafah bukan di atas Manhaj Nubuwwah karena masih belum memenuhi syarat-syarat wilayah, tamkin, ahlul halli wal aqdy dan sebagainya menurut jumhur ulama mutaqaddimin dan muta’akhkhir.

Dan juga karena khilafahnya didirikan dengan dasar ghalabah sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Malik bin Marwan (pendiri Daulah Umayyah) atau Abul Abbas Ash Shaffah (pendiri Daulah Abbasiyyah). Atsar Ibnu Umar di atas sangat jelas menyebutkan bahwa Khalifah dari Ahlul Bait setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Al Hasan bin Abi Thalib adalah Muhammad bin Abdullah Al Mahdi.SEBELUM AL MAHDI, MEMANG AKAN MUNCUL KHILAFAH TAPI KHALIFAHNYA BUKAN DARI AHLUL BAIT.

Adapun mengenai pentingnya syura yang melibatkan jumhur ulama’ berikut penjelasan Asy Syahid –kamaa nahsabuh- Sayyid Quthb tentang pentingnya Syura :

“Di sini, di ayat-ayat ini menggambarkan kekhasan jama’ah ini (jama’atul muslimin) yang mana sifat ini telah dilekatkan secara kuat dan menjadi sifat utamanya, padahal ayat-ayat ini sifatnya Makkiyah yang diturunkan sebelum berdirinya Daulah (Khilafah) Islam di Madinah. Sesungguhnya kami menemukan bahwa di antara sifat jama’ah ini adalah : “…dan urusan-urusan mereka itu diputuskan dengan syuro di antara mereka”. Dari ayat yang diwahyukan Allah di atas, maka sesungguhnya penempatan kedudukan syura pada kehidupan kaum muslimin lebih dalam dari sekedar sebagai aturan politik kenegaraan. Syura adalah tabi’at yang sangat mendasar bagi jama’atul muslimin secara keseluruhan di mana semua urusan mereka didasarkan atas syura tersebut, kemudian dari jama’atul muslimin itulah syura diaplikasikan pada Daulah (khilafah) dengan sifat asasnya sebagai sebuah proses alami pada Daulah Islamiyyah”. (Fie Zhilalil Qur’an 6/327)

Dari penjelasan Sayyid Quthb di atas bisa kita pahami bahwa Syura adalah asas utama umat ini dan dengan syura pula Khilafah Islamiyyah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah akan ditegakkan. Lalu bagaimana jika proses syura ini yang justru disepelekan oleh ISIS??

Dengan syura, semua pihak bisa saling memberi nasehat, saling menghargai perbedaan dan saling memberikan masukan. Semestinya ISIS memberikan penghargaan dan keutamaan kepada para masyayikh jihad untuk dilibatkan dalam syura Ahlul Halli Wal Aqdy, karena buah jihad ini adalah berasal dari benih yang ditanam, dirawat dan dijaga oleh para masyayikh pendahulu mereka itu.

Allah Azza Wa Jalla berfirman : “Dan Allah memberikan setiap mereka yang memiliki keutamaan (balasan) keutamaannya”. (Qs. Huud : 3)

AL QUR’AN MENGAJARKAN KEPADA KITA AGAR KITA MENGHARGAI KEUTAMAAN PARA PENDAHULU KITA DALAM ILMU DAN AMAL.

Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit, ia berkata : Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda :“Bukan dari kalangan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda di antara kami. Dan menghargai hak orang yang alim di antara kami.” (HR. Imam Ahmad dan Hakim)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bukan dari kalangan kami orang yang tidak mengasihi yang lebih muda di antara kami dan menghargai kemuliaan orang tua di antara kami”. (HR. Ahmad)

Sabda Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, “bukan dari kalangan kami” adalah pelepasan diri yang berkonsekuensi bahwa pelakunya berhadapan dengan ancaman tersebut dan ia menyimpang dari manhaj yang benar, sesat dari jalan yang lurus, Minhaajun Nubuwwah.

Wallahu a’lam…

(muqawamah.com)

MILITER SAUDI SIAP TUMPAS PENYUSUP KHAWARIJ ISIS DARI PERBATASAN IRAK

image

RIYADH – Deputi Putra Mahkota Muhammad Bin Naif, Deputi Premier II dan Menteri Dalam Negeri, mengirimkan peringatan keras kepada semua orang yang berencana untuk mengacaukan keamanan dan stabilitas Kerajaan bahwa, “ada orang yang siap mengorbankan nyawa untuk membela agama mereka, bangsa, kepemimpinan dan warga negara.” Demikian kutip SPA, Kamis (19/3/2015) saat ia berbicara pada sesi akhir latihan gabungan mobilisasi sektor keamanan (Homeland 85).

Sementara, tentara keamanan Saudi pada Rabu (18/3) mengakhiri latihan sepekannya di perbatasan Irak. Sebelumnya, di tempat yang sama, 3 tentara tewas diduga akibar serangan “teroris” pada Januari lalu.

Petugas perbatasan dan unit lai Kementerian Dalam Negeri juga telah menyelenggarakan latihan “gabungan taktis pertama” di utara kota Arar, sebagaimana dilaporkan SPA.

Latihan itu dimulai akhir bulan lalu. SPA mengatakan bahwa satu skenario merupakan upaya menanggulangi musuh “yang menyerang perbatasan dengan kendaraan.” Sebanyak 1500 personel penjaga perbatasan, pusat kontrol komando berteknologi tinggi, departemen kutom dan agensi lainnya turut andil dalam latihan itu.

Perbatasan utara kini menerapkan sistem pagar ganda yang dilengkapi radar, serta kamera pengintai yang berjajar sepanjang ratusan kilometer. Sistem pertahanan tersebut merupakan garda depan Kerajaan dalam menghadang penyusup.

Insiden penyerangan terhadap para petugas perbatasan Januari lalu, menjadi pelajaran demi keamanan wilayah gurun Suwayf, utara Arar. Tidak boleh ada lagi penyusup yang menyerang Kerajaan dari sisi Irak.

“[Tentu] untuk membuatnya kedap hamir mustahil,” ujar sumber diplomat barat.

ASTAGFIRULLOH, KHAWARIJ ISIS EKSEKUSI TIGA MUJAHIDIN SALAFIYYIN AHRAR SYAM

image

DAMASKUS – Setelah Mujahidin Jaisyul Islam, kini ISIS memenggal 3 Mujahidin Ahrar Syam. Demikian adegan dalam sebuah video eksekusi yang dirilis ISIS pada You Tube, Kamis (12/3/2015).

Bereaksi atas tragedi bertubi-tubi yang menimpa Mujahidin Suriah tersebut, salah seorang Mujahidin bernama Abu Khattab mengatakan bahwa, “ISIS merilis video pemenggalan Mujahidin Ahrar Syam. Mereka putus asa. Mereka telah dihancurkan di Irak dan di Suriah, tidak ada kemenangan kali ini, jadi upaya apa yang lebih baik untuk meraih kemenangan, selain daripada memenggali beberapa Mujahidin?”

Innalillaahi wainna ilaihi raaji’uun, syahid insyaa Allah. Wallahua’lam bish-shawwab.

ANGGOTA ISIS KHAWARIJ PENGEKSEKUSI MUJAHIDIN JAISYUL ISLAM YANG AKHIRNYA TEWAS

image

DOUMA – Anggota ISIS pengeksekusi Mujahdin Jaisyul Islam dilaporkan telah tewas di tangan Syari’at Hizum (elemen JI). Demikian lapor Abu Sumiyyah, Mujahidin Suriah, Jum’at (13/3/2015).

“Abu Aisha al-Tunisi alias Bob Marley (IS) dibunuh Sariat Hizum (Jaisyul Islam) sebagai pembalasan atas pemenggalan salah seorang Mujahidin JI,” ujar Abu Sumiyyah. (http://www.arrahmah.com/news/2015/03/09/update-kronologis-kekejian-isis-terhadap-mujahidin-jaisyul-islam.html)

Sumber-sumber ISIS juga mengatakan bahwa anggotanya yang mencegah Mujahidin Jaisyul Islam shalat sebelum mengeksekusi telah tewas.

“Sebelum menggorok korban, Khawarij ini bilang dia mau pisau yang tumpul!

Lalu dia memukul Mujahidin JI karena minta ijin shalat. Sekarang dia telah mati,” pungkas Abu Sumiyyah.

Walahua’lam bish-shawwab.

KRONOLOGI KEKEJIAN ISIS TERHADAP MUJAHIDIN JAISYUL ISLAM

image

DOUMA – Kebencian kaum Muslimin kian tak terbendung terhadap ISIS, saat Mujahidin Jaisyul Islam ditolak untuk menjalankan sholat menjelang eksekusi matinya, demikian ujar Abu Zubair mengutip The Syrian Network, Ahad (8/2/2015).

Sebelumnya, Sabtu (7/2) Mujahidin dari Jaisyul Islam (JI) menangkap 7 orang anggota Daesh/ISIS. Saat ketujuhnya digeledah, ikhwah JI menemukan beberapa barang termasuk HP. Pada salah satu HP terdapat video yang mengerikan.

Dalam video tersebut, seorang akh Mujahid Jaisyul Islam dari kota Douma yang ditawan oleh ISIS di Tall Dakkuh dieksekusi mati. Ketika itu ia sedang ditugaskan untuk memasukkan senjata dan bahan logistik di Ghuthah Timur yang diblokade oleh shabihah tentara rezim syiah, Irak, Lebanon, Iran, dan Afghanistan.

“Akhi ini tahu bahwa ia akan segera dieksekusi. Kemudian dengan berurai air mata ia meminta eksekuto r-orang tunisia yang menghunus pisaunya- untuk memberi kesempatan menunaikan sholat zhuhur sebelum disembelih. Namun si jagal malah tertawa dan segera saja menyembelihnya,” demikian terang Abu Zubair.
video caption elemen ISIS tolak permintaan Mujahidin Jaisyul Islam sholat 2 rakaat sebelum dipenggal

video caption elemen ISIS tolak permintaan Mujahidin Jaisyul Islam sholat 2 rakaat sebelum dipenggal
anggota ISIS asal Tunisia yang menyembelih Mujahidin Jaisyul Islam

anggota ISIS asal Tunisia yang menyembelih Mujahidin Jaisyul Islam

Sementara itu, keempat anggota ISIS lain menginjak punggung korban dengan raut gembira dan kemarahan. Mereka kemudian bersahutan takbir saat leher korban digorok. Salah seorang dari mereka bahkan mengekspresikan kegembiraan dengan menembakkan senjata ke udara, lalu memberi isyarat untuk memisahkan kepala korban yang sudah sudah meninggal dari badannya. Astaghfirullahal ‘adziim.

“Semoga Allah membalas kekejian mereka para khawarij abad ini!!” pungkas Abu Zubair menyesalkan perilaku elemen ISIS itu.

CUKUP DENGAN AJARAN ISLAM YANG BENAR, TAMPA MENGIKUTI IDEOLOGI ISIS

Tak perlu penanaman pentingnya ideologi Demokrasi untuk menangkal laju pertumbuhan ISIS. Sungguh, dengan mengajarkan Islam yang benar, itu sudah sangat cukup untuk mencegah manusia dari radikalisme.

Buktinya ISIS justru malah berkembang di negara-negara berideologi Demokrasi, sedang negara yang berlandaskan Islam seperti Saudi Arabia, ISIS kagak laku.

Selama orang-orang Indonesia mendewakan Demokrasi, selama itu pula ideologi-ideologi sesat akan tumbuh berkembang.

Disadur dari status Ustadz Erik bin Shareef Hafidzhahullah

KHAWARIJ ISIS MENCEGAH ORANG YANG INGIN MENDIRIKAN SHOLAT DAN MENYEMBLIHNYA

image

Pada Senin (9/3/2015) lalu, Zahran Alloush, Pemimpin Jays Islam sekaligus panglima militer Jabhah Islamiyah, memposting sebuah video pada akun twitter-nya yang menegaskan seorang mujahid dari Jays Islam telah disembelih oleh Tentara “Daulah Islamiyah” atau kelompok Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS. Tentara “Khilafah” itu bahkan menolak permintaan Sang Mujahid untuk shalat sebelum menyembelihnya dengan cara yang keji.

Jays Islam (Tentara Islam), sebelumnya dikenal dengan Liwa Al-Islam atau Brigade Islam, adalah gabungan dari berbagai kelompok Jihad yang didirikan oleh Zahran Alloush, putra seorang ulama Suriah yang berbasis di Saudi, Abdullah Muhammad Alloush. Ia pernah ditangkap oleh Rezim Suriah dan dibebaskan pada pertengahan 2011 setelah menjalani hukuman karena aktifitas Jihadinya.

Berkenaan dengan hal ini, Syaikh Abu Qatadah Al-Filishthini menyampaikan fatwa mengenai hukum mencegah orang yang ingin mendirikan shalat. Berikut terjemahan lengkap fatwa Syaikh Abu Qatadah tersebut, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Ahad (15/3).

أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يَنۡهَىٰ ٩ عَبۡدًا إِذَا صَلَّىٰٓ ١٠

“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat”. [Qs. Al Alaq: 9-10]
Abu Qatada arrives home

HUKUM MENCEGAH ORANG YANG INGIN MENDIRIKAN SHALAT
Oleh: Syaikh Umar Mahmud (Abu Qatadah Al Filishthini)

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi yang diutus dengan kasih sayang kepada sekalian alam, serta kepada keluarga dan para sahabat beliau, amma ba’du:

Saat ini masyarakat dapat menyaksikan bagaimana tingkah polah para ghulat tak terpelajar yang begitu hiperaktif itu. Suatu saat mereka ingin menjalani sebuah ritual yang bodoh dan sesat dengan menjadikan seorang pemuda sebagai tumbalnya, mereka ingin membunuhnya dengan cara disembelih, maka si pemuda meminta satu hal, yaitu menunaikan shalat sebelum ia disembelih, ternyata mereka justru menyumpahi permintaan terakhirnya itu.

Kejadian ini menyiratkan satu gambaran yang jelas; bahwa para pelaku perbuatan ini adalah makhluk paling keji dan manusia paling pandir, jika ada yang mengatakan bahwa mereka lebih mirip dengan kaum zindiq yang suka mengolok-olok agama, mungkin itu ada benarnya, karena pada saat kejadian itu, salah satu dari mereka mencari sebilah pisau yang tumpul untuk menyembelih pemuda tadi demi melampiaskan nafsu hatinya yang kelam dan jiwanya yang sakit!

Dan dalam rangka menyatakan sikap terkait kejadian yang ditanyakan kepada diri hamba yang senantiasa ingin bertaqwa kepada Rabbnya ini (Syaikh Abu Qatadah – red.), maka saya (Syaikh Abu Qatadah – red.) berkata:

Yang jelas adalah bahwa korbannya dalam kondisi ditahan atau tertawan, jadi semestinya si korban tidak akan dibunuh hingga keluar keputusan dari mahkamah syariat, namun ketika orang-orang tak berilmu itu merekam perbuatan keji mereka, maka sebagai orang yang mengaku Islam, seyogyanya mereka menjelaskan alasan mengapa orang itu dibunuh, dan ternyata penjelasan itu tidak ada sama sekali! Perbuatan mereka ini mencerminkan bahwa mereka lebih tepat disebut sebagai gerombolan preman dan pembuat onar, tidak lebih dan tidak kurang.

Yang kedua, teriakan mereka dan segala tingkah laku mereka termasuk merekam adegan penyembelihan itu menunjukkan bahwa mereka layaknya sebuah komunitas yang saling berkompetisi dalam melakukan perbuatan yang demikian, sehingga dari kenyataan bahwa mereka sudah tidak bisa membedakan lagi antara yang halal dan haram ini, kita dapat mengukur seberapa besar kadar penyakit rabies yang ada di dalam diri mereka. Ucapan-ucapan yang keluar dari mulut mereka juga menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk-makhluk yang tidak faham agama maupun urusan keduniaan.

Begitu pula dengan rasa bangga mereka dalam merekam korban penyembelihan dan melarang si korban untuk shalat, perilaku semacam ini adalah penyakit, yaitu penyakit ghuluw, penyakit rabies, dan penyakit narsis dengan cara melakukan sesuatu yang bejat dan nista. Penyakit ini adalah titel dan ciri khas Jamaah Daulah yang nista, bejat dan hobi berdusta ini, yaitu jamaah yang dipimpin oleh Al Baghdadi.

Sesungguhnya melarang si korban untuk shalat adalah perbuatan kufur dan riddah, sekarang katakanlah si korban adalah orang kafir yang kemudian ingin mengerjakan shalat, sedangkan shalat adalah salah satu ciri-ciri orang Islam sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ

“Barangsiapa shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita dan memakan sembilan kita, maka dia adalah seorang Muslim..” [HR. Bukhari No.378].

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يَنۡهَىٰ ٩ عَبۡدًا إِذَا صَلَّىٰٓ ١٠

“bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat” [Qs. Al Alaq: 9-10]

Dan para durjana itu bukan hanya melarang, namun mereka mencegah si korban untuk shalat, maka ini adalah perbuatan kufur yang lebih berat timbangannya. Karena apabila seseorang melarang, maka larangannya bisa dipatuhi, bisa juga dilanggar. Namun jika seseorang sudah mencegah, maka tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan sesuatu yang ia cegah itu.

Katakanlah si korban benar-benar murtad sebagaimana yang mereka klaim –padahal mereka adalah makhluk yang paling tidak mengerti permasalahan ini, yang saya makud permasalahan menjatuhkan putusan hukum syariat terhadap terdakwa pelaku perbuatan riddah dan kufur – kemudian si korban ingin melaksanakan shalat, maka apa alasan yang membolehkan mereka untuk mencegahnya melaksanakan shalat?! Mungkin saja si terdakwa ingin bartaubat, apakah boleh mencegah seseorang yang ingin bertaubat?!!

Ya Allah, betapa parahnya kerusakan yang mereka timbulkan terhadap agama ini! Betapa durjananya mereka sampai-sampai mereka berani menghalangi seseorang yang ingin menempuh jalan Allah! Betapa bejatnya mereka sampai-sampai mereka berani menumpahkan darah yang diharamkan! Betapa lalainya mereka sampai-sampai mereka terjerumus ke dalam kekeliruan yang menjadikan seseorang kufur!

Dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan ini, yaitu meremehkan perbuatan mencegah orang yang hendak shalat, maka tidak diragukan lagi ia termasuk orang yang berlawanan dan bertentangan dengan firman Allah Ta’ala berikut ini:

وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ ٣٢

“Barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [Qs. Al Hajj: 32]

Perbuatan ini menunjukkan bahwa tidak ada taqwa di dalam hati mereka, karena barangsiapa yang urusan shalatnya memprihatinkan, maka dalam urusan lain ia lebih memprihatinkan.


Adapun mengenai cara membuktikan keislaman seseorang menurut agama kita, berikut ini adalah cara-cara yang benar menurut para ulama:

Pertama: melalui ucapan, maksudnya dengan ucapan Laa Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah, dasarnya adalah sabda beliau Shallallahu alaihi wa sallam:

ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﻻ ﺇﻟٰﻪَ ﺇﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﺧَﺎﻟِﺼﺎ ﻣُﺨْﻠِﺼﺎ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ

“Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah, maka dia masuk surga.”

Kedua: melalui pembuktian, yaitu apabila seorang muslim mengerjakan amalan yang merupakan ciri khas orang Islam, contohnya shalat dan haji, dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang telah disebutkan di atas:

مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ

“Barangsiapa shalat seperti shalat kita, menghadap ke arah kiblat kita & memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang Muslim, ia memiliki perlindungan dari Allah & Rasul-Nya. Maka janganlah kalian mendurhakai Allah dengan mencederai perlindungan-Nya.” [HR. Bukhari No.378].

Ketiga: melalui perunutan, maksudnya seorang anak yang mengikuti agama salah satu orang tuanya, karena pada dasarnya seorang manusia akan mengikuti agama yang terbaik dari dua agama yang dipeluk oleh kedua orang tuanya (jika agama keduanya berbeda – red.).

Keempat: negara, seorang anak temuan yang ditemukan di Negara Islam dianggap beragama Islam, sebagaimana halnya anak temuan yang ditemukan di negara kafir dianggap kafir, kecuali jika ada perubahan lain atau jika mayoritas agama penduduk suatu negeri berbeda dengan agama yang dianut oleh pemerintahnya.


Si terdakwa itu berniat mengerjakan shalat, maka tak peduli apapun motivasi dibalik keinginannya untuk shalat, ia tidak boleh dicegah untuk shalat, dan siapa saja yang mencegahnya maka ia telah mengkufuri Allah Ta’ala dan tidak menjunjung tinggi agamanya.

Menurut perkataan para imam, senang terhadap kekufuran adalah kufur, sedangkan orang-orang pandir itu senang jika si pemuda itu mati dalam keadaan belum mengerjakan shalat zhuhur, berdasarkan keterangan yang ada di dalam rekaman itu, dan ini adalah kekufuran yang nyata, berdasarkan sabda RasulullahShallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ تَرَكَ الصَّلاَةُ فَقَدْ كَفَرَ

“Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia telah kafir.”

Ini baru orang yang meninggalkan shalat, apalagi dengan orang yang mencegah orang lain melaksanakan shalat!!

Belum lagi dengan dua perbuatan bejat yang menunjukkan betapa buruknya agama mereka dan agama orang yang mengizinkan mereka melakukan penyembelihan ini, dua perbuatan itu adalah:

Pertama:
Usaha para setan itu untuk mencari pisau yang tumpul, bahkan si pelaku menghunjamkan pisaunya ke atas batu untuk menghilangkan ketajamannya! Ini adalah penyakit, karena menurut para pakar, orang yang mengkonsumsi narkotika atau melakukan perbuatan yang tidak senonoh tidak akan puas dengan satu gaya atau cara, ia akan mencari tambahan dosis yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan setan selalu menyemangatinya untuk terus menambah perbuatan nistanya, beginilah sejatinya penyakit ala setan ini berlaku.

Berbeda dengan orang yang berniat menegakkan perintah Allah Ta’ala, ia hanya mencukupkan diri melaksanakan proses penjatuhan hukum hudud dan tidak menambah hal-hal lain. Sedangkan perbuatan si setan tadi menunjukkan bahwa ia adalah penderita penyakit yang virusnya sudah menjalar di dalam tubuhnya, sehingga ia tidak bisa lagi merasakan kenikmatan jika sekedar membunuh dengan pisau yang tajam dan sekali tebas, sehingga ia pun menumpulkan pisaunya terlebih dahulu, persis seperti diarahkan di dalam panduan orang-orang yang rusak, yaitu bagaimana berimprovisasi dalam melakukan perbuatan buruk dan nista.

Hal ini juga menjelaskan kepada kita bahwa sudah maklum di dalam jamaah ini, jika para anggotanya saling berlomba melakukan perbuatan-perbuatan nista semacam itu dan mereka saling membanggakan ‘hasil karyanya’ itu, ini adalah indikasi dari penyakit kejiwaan dan sifat para setan, tidak diragukan lagi, dan dari sini, terungkaplah poin yang kedua.

Kedua:
Kami melihat bahwa ada upaya yang kuat agar dapat merekam perbuatan ini, dan inilah yang sering saya komentari mengenai mereka, mereka adalah orang-orang ‘sakit’ yang hobinya mencari kenikmatan dengan cara menyiksa orang lain, bukan orang-orang yang ingin menegakkan syariat Allah Ta’ala, hasrat terbesar mereka adalah mendokumentasikan ‘karya’ mereka dan memamerkannya ke seluruh dunia, persis seperti pepatah arab, “jika ingin mencatatkan nama di dalam sejarah, maka kencingilah sumber mata air zam-zam.”

Perbuatan para pemuda itu adalah hasil didikan yang selama ini mereka terima, perbuatan ini seolah-olah sudah menjadi mandat atasan karena mereka sering menyaksikan para komandan mereka melakukan hal yang serupa, lalu mereka mencernanya dan akhirnya mereka terjerumus ke dalam jalan yang sama.

Jika engkau ditakdirkan dapat hadir dalam majelis mereka, engkau akan mendapati bahwa topik obrolan mereka adalah saling membanggakan foto-foto pembunuhan, persis seperti para persaingan para insan perfilman untuk meraih applaus dari para penonton film mereka, dan ini adalah kebiasaan para durjana, bukan kebiasaan para mahdiyyin (orang-orang yang mendapatkan petunjuk).

Sebenarnya yang paling berbahaya dari kejadian ini adalah ketika mereka meremehkan permintaan si terdakwa untuk melaksanakan shalat zhuhur yang menjadi kewajibannya, maka kelak mereka akan mendapatkan jatah mereka dari Allah, mereka telah berani bermain-main dengan kekufuran dan kehinaan. Sedangkan hanya Allah saja yang mampu menjaga orang-orang yang diberi petunjuk dari kesesatan-kesesatan semacam ini.

Segala puji bagi Allah rabb semesta alam.

SEMASA SEHATNYA HANYA MELAKUKAN BERSENDA GURAU, DAN HANYA MENG-OLOK OLOK SAJA, ITULAH YANG TERJADI PADA ARTIS LAWAK, YANG OMONGANNYA DAPAT MENYESATKAN ORANG BANYAK

Allah Ta’ala berfirman :

” Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita
(yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirim sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim ”
[QUR’AN surath hujurat ayat 11]

Sebagaimana pula Allah Azza Wa
Jalla Berfirman dalam surat Al Zilzal ayat 7-8 :

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ(٧)وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شّرًّا يَرَه ُ(۸)

” Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya diaakan melihat (balasan) nya).
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.

Menyebabkan orang lain berdosa adalah berdosa, lebih dilakukan dengan sengaja.

Dan perlu juga kita ketahui bahwa, pelawak merupakan sebagai pelopor perbuatan dosa akan bertanggung jawab dunia akhirat…!

Sebagaimana sabda Rosulullah shalallahuAlaihi Wa Sallam :

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَرَضِيَ الله عَنْهُ :أَنَّ رَسُوْلُ الله صَلّى َالله عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ

ذَالِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَ مَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ

مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَالِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا – زواه مُسْلِمُ

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk Allah, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya , sedikit pun tidak dikurangi pahalanya. Barang siapa yang mengajak ke jalan sesat, ia mendapat dosa seberat dosa orang yang mengikutinya, sedikit pun tidak dikurangi dosanya”.

Jadi walaupun para pelawak itu Baik sifatnya ataupun main‑main bahkan sungguh-sungguh ,….
sebagai mana para pelawak kadang bergaya sebagai wanita / bencong /wadam atau sebaliknya para wanita yang memakai kumis, maupun berdandan sebagai laki‑laki mulai dari pakaian, yang mana perbuatan tersebut sangat-sangat dikutuk oleh Rosulullah ShalallahuAlaihi Wasallam..

Telah jelas dalam sabdanya:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م الْمُتَشَبِهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالّنِسَـاءِ

وَالْمُتَشَبِهَاتِ مِنَ النِساَءِ بِالرِّجَالِ_رواه اتبخارى

” Rosulullah shalallahuAlaihi Wa Sallam telah mengutuk laki‑laki yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang menyerupai laki‑laki”

OLEH KARNA KALAU kita melihat mereka (para lawak) ,sungguh sedikitpun caranya itu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Karna kalau memang tujuannya semata‑semata untuk kebenaran, bukan untuk yang lainnya..

Sehingga dalam setiap amaliah tidak ada satu orangpun yang teraniaya baik secara langsung maupun tidak langsung. Inilah ajaran Islam yang mengajarkan kesucian..
Dan Bukan untuk di jadikan bahan olok olokan saja !

PANDAINYA SESEORANG !

Bukan karna usahanya yang lancar..

Bukan karna hartanya yang banyak..

Bukan karna ekonominya yang melemah..

Bukan karna hidupnya yang seadanya..

Bukan karna ilmunya yang banyak..

Bukan karna banyaknya anak/keturunan..

Dan bukan karna yang lain sebagainya..

NAMUN PANDAINYA SESEORANG ADALAH, YANG SELALU BERTAKWA KEPADA ALLAH DAN SELALU BERSYUKUR ATAS KARUNIA SERTA NIKMAT YANG ALLAH BERIKAN KEPADANYA !

jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.
[Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat 120]

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
[Al Qur’an Surah Ali Imran Ayat 134]

Kemudian Allah Tabaroka Wa Taala
berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

“Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepada kalian. Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kalian akan dikembalikan.”
[QS Al ‘Ankabut: 17]

Semoga kita termasuk orang yang selalu bertaqwa kepada Allah dan rosulnya, serta selalu pandai untuk mensyukuri karunia dan nikmat yang Allah Azza Wa Jalla berikan kepada kita, Aamiin ..

Barokallohufiikum !

HATI HATI DENGAN IPARMU

Rasulullah bersabda :

“Saudara ipar itu kematian.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam surath an-Nisa, telah di nyatakan bahwa ,

Allah berfirman :

“(Kalian tidak boleh) menggabungkan dua perempuan bersaudara…”
(QS. an-Nisa: 23)

Yang Maksudnya adalah, tidak boleh menikahi dua wanita yng bersaudara, baik saudara kandung maupun sepersusuan…

Karna kita hanya bisa menikahi adik ipar kita,

jika:

-kita telah menceraikan istri kita dan telah selesai masa iddah atau

  • Istri kita telah meninggal dunia.

Oleh karna itu, kita jangan merasa aman dalam posisi semacam ini. Karena setan akan berupaya keras dalam menjerumuskan kita untk berbuat perzinahan.

Maka Waspadalah… !

Karna Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan adalah orang yang ketiga.”
(HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban 1/436, dan dishahihkan oleh Al-Albani)

TAUKAH KAMU APA ITU AURAT, SAUDARIKU YANG MUSLIMAH?

  • Yang di sebut aurat bukanlah rambut
  • Yang di sebut aurat bukanlah alis dan mata

  • Yang di sebut aurat bukanlah batang hidung dan mulut

  • Yang di sebut aurat bukanlah raut mukamu yang cantik ataupun jeleknya dan kelopak telinga serta panca indra yang lainnya..

NAMUN AURATMU ADALAH
(SELURUH ANGGOTA) Yang ada di BADANMU, yang WAJIB DAN HARUS KAU TUTUPI dan untuk menjaga PERHIASAN yang SANGAT BERHARGA YANG kamu miliki…

MENILAI AKIDAH SESEORANG ITU HARUS MESTI DENGAN MANHAJNYA, BUKAN MANHAJ ABAL ABAL YANG SOK INGIN MENEGAKKAN AGAMA ALLAH, NAMUN HANYA SEBATAS KERONGKONGANNYA SAJA

Melihat atau menilai akidah seseorang tidak cukup hanya dengan lambang atau LOGO yang bersimbolkan tulisan tulisan saja,

MISALNYA TULISAN KALIMAT YANG MENTAUHIDKAN ALLAH, La’ilaha’illallah
muhammadarrasulullah :

YANG Dimana sering kita melihat hal tsbt pada :

  • sebuah tulisan yang ada di bendera bendera.
  • sebuah tulisan yang ada di ikatan kepala

  • sebuah tulisan yang ada di pakaian, baju dll..

  • sebuah tulisan yang ada di alat alat media, komunikasi dan lain sebagainya…

Yang seolah olah mereka ini adalah orang orang yang benar benar berakidah dan menunjukkan kalau diri mereka telah benar benar bertauhid, padahal mereka sejatinya bukan orang bertauhid melainkan hanya sekedar tampilan luarnya saja, yang di simbolkan pada tulisan tulisan kalimat kalimat tauhid, dan merasa paling benar dalam menegak kan kalimat Tauhid tsbut…

Padahal mereka hanyalah kelompok HIZBIYYIN/HIZBIYYAH yang katanya tidak ada kelompok dalam dirinya/mereka, namun menganggap dirinyalah yg paling benar, dan yang di luar kelompok mereka adalah kafir, musuh Allah, murtad, munafik, fasik, yang katanya keluar dari islam dlsbg….

Itulah, sebagian di antara mereka/para hizbiyyin/hizbiyyah sangat mudah mentahdzir saudara saudaranya mereka jika tidak sepadan dengan nya …

Wal’iya Udzubillaahimin Dzaalik..

Saudaraku seiman di manapun kita berada, perlu sekali kita ketahui bahwa menilai orang yg benar benar berakidah adalah dengan manhajnya, karna dengan adanya manhaj yang benar dari seseorang tidak akan pernah mentahdzir saudara mereka, karna sebagaimana hal itu tidak pernah dilakukan nya pada masa rasulullah maupun para shahabat dan sangat berhati hati dari hal tersebut..

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

“Karena inilah, wajib berhati-hati dalam mengkafirkan kaum Muslimin dengan sebab dosa dan kesalahan (yang dilakukan). Karena hal ini adalah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam, sehingga pelakunya mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah serta harta mereka”.
[Majmu Fatawa’ (III/229)]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memperingatkan dengan keras tentang tidak bolehnya seseorang menuduh orang lain dengan “kafir” atau “musuh Allah”.

Sebgaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam telah bersabda:

“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya “wahai kafir”, maka dengan ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya, apabila seperti yang ia katakan; namun apabila tidak, maka akan kembali kepada yang menuduh” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 60), Abu ‘Awanah (I/23), Ibnu Hibban (no. 250-at-Ta’liqatul-Hisan ‘ala Shahih Ibni Hibban), dan Ahmad (II/44) dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma]

Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

“ … Dan barangsiapa yang menuduh kafir kepada seseorang atau mengatakan ia musuh Allah, sedangkan orang tersebut tidaklah demikian, maka tuduhan tersebut berbalik kepada dirinya sendiri”.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 61), dari Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan ataupun kekufuran, karena tuduhannya akan kembali kepada dirinya, jika orang yang dituduh tidak seperti yang ia tuduhkan.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6045) dan Ahmad (V/181), dari Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu]

Padahal keterangan dalam al-Qur‘an dan as-Sunnah yang mendefinisikan bahwa suatu ucapan, perbuatan atau keyakinan merupakan kekufuran (bisa disebut kufur). Namun, tidak boleh seseorang dihukumi kafir, kecuali telah ditegakkan hujjah atasnya dengan kepastian syarat-syaratnya, yakni mengetahui, dilakukan dengan sengaja dan bebas dari paksaan, serta tidak ada penghalang-penghalang (yang berupa kebalikan dari syarat-syarat tersebut).

KARNA Syarat-syarat seseorang bisa dihukumi kafir ADALAH :

(1). mengetahui (dengan jelas)

(2). dilakukan dengan sengaja, dan,

(3). tidak ada paksaan.

Sedangkan intifa’ul mawani’ (tidak ada penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir), yaitu kebalikan dari syarat tersebut :

(1). Tidak mengetahui

(2). Tidak disengaja, dan

(3). Karena dipaksa.

[Lihat Mujmal Masa-ilil Iman wal Kufr al-‘Ilmiyyah fi Ushulil-‘Aqidah as-Salafiyyah, Cetakan II Tahun 1424 H, halaman 28-35, dan Majmu’ Fatawa’ (XII/498)]

Dan kemudian yang berhak menentukan seseorang telah kafir atau tidak adalah Ahlul ‘Ilmi yang dalam ilmunya, dan para ulama Rabbani.
Sebab Rabbani, adalah orang yang bijaksana, ‘alim, dan penyantun, serta banyak ibadah dan ketakwaannya.
dengan ketentuan-ketentuan syari’at yang sudah disepakati.
[Lihat Tafsir Ibnu Katsir (I/405)]

Ketahuilah bahwa orang yang benar benar bermanhaj Ahlus Sunnah tidak akan mengkafirkan orang yang dipaksa (dalam keadaan diancam), selama hatinya tetap dalam keadaan beriman.

Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar”
[An-Nahl:106]

OLEH KARNA ITU PERLU JUGA KITA KETAHUI, BAHWA ORNG YANG BENAR BENAR BERAKIDAH HARUS DI LIHATNYA PULA BAGAIMANA MANHAJNYA APAKAH SUDAH BENAR ATAU TIDAK, Sebab kalau kita melihat bahwa Pada hakekatnya, Para hizbiyyah/hizbiyyin meski mereka memiliki prinsip-prinsip Ikhwanul Muslimin, yg di mana mereka sebenarnya Merupakan pergerakkan politik, takfir, mencela dan menyindir para ulama Rabbaniyyin, seperti Imam-imam kita yang tiga yaitu, Bin Baaz, Al-Albani dan Al-Utsaimin.

Serta Menuduh mereka sebagai ulama haidh dan nifas. Setelah perang Teluk II serangannya terhadap dakwah Salaf secara terang-terangan, bertambah keras baik secara aqidah dan pemberitaan.

Dan Sampai sampai mereka menuduh para masyayikh dan ulama kita bahwa mereka tidak mengetahui tentang waqi’ (situasi dan kondisi/kenyataan), ilmunya dalam perkara nifas dan wanita-wanita nifas. Mereka sesuai dengan ahli bid’ah zaman dahulu, yang mengatakan: Fiqh (Imam) Malik, Auzai dan lainnya tidak melewati celana perempuan.

Alangkah besar dosanya. Kalimat yang keluar dari mulut mulut mereka, apalagi pada zaman sekarang ini, mereka para hizbiyyin/hizbiyyah berani mencela dan memfitnah para ulama, ulil amri, dan kaum muslimin yang tidak sepaham dengan nya…

Ketahuilah, Orang yang tidak menghormati para ulama, dia adalah para penyeru fitnah.

Karna Orang-orang yang merendahkan Ulama’, maka dia tenggelam (di dalam kesesatan), pembuat fitnah, dia berada di pinggir jurang yang dalam. Karena dia berkehendak memalingkan wajah manusia kepadanya dan menghalangi manusia dari para ulama dan imam mereka yang Rabbani.

Sehingga walaupun mereka mengaku beraqidah atau bermanhaj Salafus sholih, NAMUN manhaj mereka hanyalah Ikhwani. Bahkan (mungkin) mereka lebih berbahaya dari Ikhwanul Muslimin, karena mereka hanya nampak baik pada PENAMPILAN nya saja..

Oleh karna itu mari Kita memohon kepada Allah Taala agar mereka diberi petunjuk menuju jalan yang lurus..

Agar kelak mereka bersama dengan manhaj Salafus Sholeh yang murni, dan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para tabiin yang berada diatasnya..

Wollohu Waliyyut Taufiik !

TERGANTUNG AKHLAKNYA

Seganteng gantengnya seseorang, belum tentu seganteng akhlaknya..

Sejelek jeleknya seseorang, belum tentu pula sejelek akhlaknya..

Karna yang menentukan adalah AKHLAKNYA, WALAU ORANG NYA itu GANTENG MAUPUN JELEK..

Oleh karna, di POSISI manakah dirimu shobatku sa’at ini???

SEMOGA aja, semuanya berada di dalam posisi yang lebih baik, BAIK DALAM ARTI :

Engkau ganteng akhlakmu juga begitu, bukan malah sbaliknya..?!

Dan engkau jelek tapi akhlaknya baik, dan bukan pula malah sebaliknya.. ??!

Dahh,,..itu Aja..

#Edisi_Mari_Bersama_Kita_Meniti_Akhlak_Yang_Baik

Barokallohufiik !

BULE ATAU BUKAN, PENCURI DI GILI TERAWANGAN TETAP DIARAK KELILING KAMPUNG

image

OMG … This is happen in Gili Trawangan, Sunday 14/July/2013, He did not expect in Gili Trawangan there are CCTV
Seorang bule di arak keliling pulau Gili Trawangan karena ketahuan Mencuri…

GILI TRAWANGAN, KOMPAS.com – Di Jakarta, telepon genggam yang tertinggal sering kali lenyap sudah, alias tak akan kembali ke tangan pemiliknya. Jika hal itu terjadi di Gili Trawangan, Lombok, kemungkinan besar telepon genggam Anda bisa kembali. Terutama jika yang menemukannya memang penduduk setempat.

Di pulau wisata yang mendunia dan berada di Nusa Tenggara Barat ini, memiliki aturan adat (awig-awig) yang ketat. Salah satunya adalah aturan mengenai pencurian.

“Kalau ada pencurian, kita akan arak, mau bule atau siapa pun. Baru kami serahkan ke pihak berwajib,” ungkap Kepala Dusun Gili Trawangan H. Lukman, kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2014).

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Gili Trawangan Acok Bassok. Ia menceritakan pernah kejadian hilangnya tas seorang tamu. Setelah dicek melalui CCTV, ketahuan bahwa yang mengambil adalah sesama tamu, seorang wisatawan asing.

“Bule itu pun ditangkap dan diarak keliling desa. Baru lalu diserahkan ke polisi,” tutur Acok kepada Kompas.com, Rabu (10/12/2014).

Oleh karena itu, ia pun menyayangkan adanya anggapan bahwa di Nusa Tenggara Barat banyak maling. Ia meyakinkan bahwa di Gili Trawangan aman untuk wisatawan.

Sementara itu, Lukman juga menjelaskan bahwa imbas dari pesatnya pariwisata di Gili Trawangan adalah banyaknya pendatang yang masuk. Oleh karena itu, masyarakat setempat terutama para pengusaha pun berinisiatif membentuk petugas keamanan pulau yang berfungsi untuk mengawasi keamanan pulau tersebut.

“Pada dasarnya, mereka ini adalah pemuda-pemuda di sini. Pemuda-pemuda ini mendapat pelatihan dari kepolisian,” tutur Lukman.

Kompas.com sendiri sempat mengalami sebuah kejadian di hari Selasa (9/12/2014) malam. Seorang kusir cidomo (delman khas setempat), mencari pemilik sebuah telepon genggam. Ia menuturkan seorang temannya yang sesama kusir menemukan telepon genggam tersebut di cidomo. Usut punya usut, pemiliknya tak sengaja meninggalkannya di cidomo.

Jika Anda berkunjung ke Gili Trawangan, ada baiknya Anda mengingat nama kusir dari cidomo yang Anda tumpangi, layaknya Anda sedang menumpang taksi. Sehingga jika ada barang yang tertinggal, Anda tinggal melapor ke Koperasi Janur Indah yang mewadahi cidomo.

Photo Credit : Gili Air .. Gili Meno .. Gili Trawangan Lombok

Sumber : http://travel.kompas.com/read/2014/12/12/160400227/Bule.atau.Bukan.Pencuri.di.Trawangan.Pasti.Diarak.Keliling.Kampung
http://www.holidayislombok.com