Tidak jarang dari mereka yang mengetahui, kalau kita di anjurkan,
Untuk berpoligami .
Apalagi, pada situs media mereka mereka memosting status tengtang berpoligami, seakan akan hal ini sangat mudah untuk di bina namun atau sangat mudah untuk di jalin .
Dimana yang sudah beristri, ingin sekali berpoligami yang dilakukan dengan cara memoduskan diri kepada media ataupun yang lain nya, dengan tujuan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, yang mengatasnamakan dengan kata BERPOLIGAMI, dan merasa mampu untuk menjalinnya!
Kepada saudaraku se’iman,
Dimanapun berada..!
Perlu kita ketahui bahwa, karna memang Allah subhanahu wata’ala telah menganjurkan kita untuk bepoligami
Sebagaimana dalam firmannya :
“… Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja….”
(An-Nisaa : 3)
Pada anjuran tersebut bukan berarti kita itu harus SERAMPANGAN dalam memahaminya, kemudian semau maunya untuk kita berpoligami..,
karna setelah Allah menganjurkan kita ?, Namun Allah pula Menganjurkan cukup dengan mengawini wanita itu cukup satu saja, karna di takutkan kita tidak bisa berbuat adil dalam melakukannya atau membina nya, sebagaimana yang telah di sebutkan pada ayat di atas .
Dan juga letak anjuran berpoligami bukanlah terletak, pada kita mudah untuk mendapatkannya hanya dengan UCAPAN SAJA ..
Yang dimana kita merasa dapat mampu untuk mendapatkannya, namun tidak adil dalam pembinaan .
Karna Letak dianjurkannya poligami itu adalah jika seorang laki-laki mampu berbuat adil terhadap isteri-isterinya, Sebagaimana hal ini telah di sebutkan pula pada ayat di atas.
Tetapi walaupun demikian, jika diri kita sudah merasa aman dari fitnah, yaitu dari isteri-isteri kita, dan tidak akan menyia-nyiakan hak Allah atas dirinya karena mereka, serta bisa menyibukkan dalam beribadah kepada Rabb karena mereka, itu boleh kita lakukan jika kita dapat berlaku demikian, dan jangan sampai setelah kita mendapatkannya, menjadi suatu petaka/kerusakan pada rumah tangga kita, dan hanya menimbulkan fitnah .
Sebagaimana Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka”
(At-Taghabun : 14)
Selain dari pada itu, kita juga harus melihat adanya kemampuan untuk menjaga kesucian dari pada istri istri kita, serta dapat memberikan perlindungan kepada mereka sehingga dia tidak akan memberikan kerusakan kepada mereka, yaitu istri istri yang di poligami .
Karna Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyukai kerusakan.
Dan kita harus sesuaikan dengan kemampuan yaitu mampu dalam arti memberikan nafkah kepada mereka.
Sebagaimana hal ini Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman :
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya”
(An-Nuur : 33)
(Dan lihat Fiqh Ta’addud Az-Zaujaat, hal. 5, Syaikh Musthafa Al-Adawi)
Kemudian hal ini
Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah pernah ditanya tentang hukum poligami :
“apakah ini sunnah?”
Beliau menjawab :
“Tidak sunnah, tetapi boleh”.
Dengan demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan bahwa sunnah Nabi itu ada beberapa buah dan bukan hanya satu saja.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta ketika sakit yang mengantar beliau wafat :
“Di mana aku besok? Di mana aku besok?” Yang beliau maksudkan adalah hari (giliran) Aisyah. Lalu isteri-isteri beliau mengizinkan beliau untuk menetap di mana beliau kehendaki, sehingga beliau tinggal di rumah Aisyah sampai beliau wafat di sisinya. Aisyah berkata, “Maka beliau meninggal pada hari yang menjadi giliranku di rumahku. Lalu Allah mencabut nyawa beliau sementara kepala beliau bersandar di dadaku, sementara keringat beliau bercampur dengan keringatku”
(Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Kemudian Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
“Nabi pernah berada di rumah salah seorang isterinya, lalu salah seorang Ummahatul Mukminin (isteri-isteri Nabi) mengirimkan satu piring berisi makanan. Kemudian wanita yang rumahnya ditempati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul tangan pelayan sehingga piring itu jatuh dan pecah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pecahan piring dan kemudian mengumpulkan kembali makanan tersebut ke dalamnya seraya berkata, ‘Ibumu telah cemburu’. Selanjutnya, pelayan itu ditahan sehingga dia diberi piring dari isteri yang rumahnya ditempati Nabi. Lalu pelayan itu menyerahkan piring yang baik kepada isteri yang dipecahkan piringnya. Sementara Nabi tetap menahan piring yang pecah itu di rumah kejadian peristiwa piring pecah”
(Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Ibnu Syaibah rahimahullah
di dalam kitab Al-Mushannaf (IV/388) berkata :
“Abad bin Al-Awam mengabarkan kepadaku dari Ghalib, dia berkata, “Aku pernah tanyakan kepada Hasan –atau ditanya- tentang seorang laki-laki yang mempunyai dua isteri di dalam satu rumah? Dia menjawab, Mereka (para Sahabat) memakruhkan al-wajs, yakni dia menggauli salah seorang dari keduanya sementara yang lainnya melihat”.
(Atsar ini shahih)
Dan juga Di dalam kitab Al-Mughni (VII/26), Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan :
“Seorang laki-laki tidak boleh menghimpun dua isterinya di dalam satu tempat tinggal tanpa keridhaan keduanya, baik itu masih kecil maupun sudah tua, karena antara keduanya terdapat mudharat, dimana antara kedunaya ada permusuhan dan kecemburuan. Sementara penyatuan keduanya dapat menyulut pertengkaran dan peperangan. Dan masing-masing dari keduanya akan mendengar gerakannya jika dia menggauli isterinya yang lain atau bisa juga dia akan melihat hal tersebut. Dan jika keduanya sama-sama setuju dengan hal tersebut, maka hal itu dibolehkan, karena hak itu milik keduanya, sehingga keduanya diberi toleran untuk meninggalkannya.
Demikian juga jika keduanya rela suami mereka tidur di antara keduanya dalam satu selimut. Dan jika keduanya rela untuk suami mereka mencampuri salah seorang dari mereka dengan disaksikan oleh lainnya, maka yang demikian itu tidak diperbolehkan, karena hal tersebut mengandung kehinaan, kenistaan, dan jatuhnya kewibawaan sehingga hal tersebut tidak diperbolehkan meskipun keduanya membolehkan”.
Imam Al-Qurthubi (XIV/217) berkata :
“Tidak diperkenankan mengumpulkan para isteri di satu rumah, kecuali jika mereka rela”.
Di dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab dikatakan (XVI/415) :
“Jika seorang suami memiliki beberapa isteri yang tidak ditempatkan di dalam satu rumah, kecuali dengan kerelaan mereka atau salah seorang dari mereka, karena hal itu dapat menimbulkan pertengkaran di antara mereka. Dan tidak diperbolehkan baginya untuk mencampuri salah seorang dari mereka ketika yang lainnya tengah berada bersamanya karena yang demikiian itu adalah adab yang tidak baik lagi merusak hubungan”
Dengan demikian, semoga hal ini bermamfaat untuk kita semua .
Wallohuta’ala Bhissowaab !
DI KUTIP DARI : Buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, DENGAN sedikit perubahan .
Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah
Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir
Penerjemah Abdul Ghoffar EM